Mohon tunggu...
Agoeng Widodo
Agoeng Widodo Mohon Tunggu...

Seseorang yang sedang belajar, dan sangat memimpikan Indonesia yang gemah ripah loh jinawi toto tentrem karto raharjo

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Backpacker-an Pertama dengan Istri

9 Mei 2013   12:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:51 3115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berlibur dengan mengunjungi berbagai destinasi wisata memang sangat menyenangkan, terlebih jika dengan biaya yang murah. Sehingga liburan ala backpackerpun bisa menjadi pilihan bijak. Dengan membawa sedikit barang (biasanya dalam satu ransel), kami bisa dengan lincah menuju tempat-tempat wisata menarik dengan akomoda umum. Itu saat masih bujangan, bila sudah berkeluarga? Berikut pengalaman pertama saya saat backpacker-an pertama kali dengan istri.

[caption id="attachment_242451" align="aligncenter" width="448" caption="Si merah yang sering promo (dok. pribadi)"][/caption] Keinginan untuk mengajak istri berlibur ala backpacker muncul tiba-tiba saat si merah (sebuah maskapai penerbangan yang terkenal dengan tiket  murahnya) menawarkan tiket promo senilai Rp. 99.000,- ke beberapa kota tujuan. Dan pilihan saya saat itu jatuh pada kota Makassar yang  merupakan kota terbesar di wilayah Indonesia timur. Tiket pesawat langsung beli untuk pergi pulang (pp). Sedangkan untuk penginapan, saya memilih sebuah guest house yang bertarif Rp. 130.000,- per malam (masih terbilang murah karena fasilitasnya lumayan). Sedangkan transportasi di sana kami memutuskan untuk menggunakan jasa transportasi umum. Istri saya ternyata setuju meskipun awalnya agak ragu. Maklum kami berdua sama-sama belum pernah ke Makassar sebelumnya. Tapi dengan adanya kemajuan teknologi toh kami bisa mencari dan menyusun perjalanan kami dengan bantuan internet. [caption id="attachment_242457" align="aligncenter" width="448" caption="Bandar Udara Sultan Hasanuddin (dok. pribadi)"]

13680717301831597097
13680717301831597097
[/caption] Sampai hari yang kami tentukan tiba, mulailah perjalanan ala backpacker kami. Namanya ala backpacker, saya dan istri masing-masing hanya membawa tas ransel berukuran sedang  yang berisi beberapa pakaian, perlengkapan mandi, dan sebuah tas kecil untuk tempat gadget. Sesuai jadwal, kami mendarat di Bandara Sultan Hasanuddin.  Rinai hujan yang menyambut kedatangan kami tak menyiutkan nyali kami untuk memulai petualangan kami di Kota Angin Mamiri. Namanya berlibur ala backpacker, dari bandara kamipun memilih akomoda gratis yang disiapkan pengelola bandara untuk menuju ke jalan raya. Maklum di Makassar, jarak bandara sampai jalan raya lumayan jauh. [caption id="attachment_242459" align="aligncenter" width="448" caption="Bus gratis di Bandara Makassar (dok. pribadi)"]
13680726931614568235
13680726931614568235
[/caption] Dan tujuan kami pertama yakni Taman Nasional Bantimurung yang terkenal akan  air terjunnya yang indah dengan species kupu-kupunya yang mencapai angka ratusan. Dengan jasa pete-pete (sebutan untuk angkan kota di Makassar) akhirnya kami tiba dilokasi dengan membayar ongkos sebesar Rp. 8.000,- per orang. Kamipun menikmati keindahan alam bantimurung nan elok dengan landscape pegunungan karst, air terjun, serta goa batu nan eksotis. [caption id="attachment_242463" align="aligncenter" width="336" caption="Saat di Goa Batu Bantimurung (dok. pribadi)"]
13680745811218316635
13680745811218316635
[/caption] [caption id="attachment_242464" align="aligncenter" width="448" caption="narsis dulu di bantimurung (dok. pribadi)"]
13680747471225803965
13680747471225803965
[/caption] Menikmati keindahan Bantimurung ternyata membuat kami lupa jika pete-pete yang balik ke Pasar Sentral hanya sampai jam 18.00 Wita. Dan kami baru sadar saat sudah jam 18.15 Wita. Bergegas kami kembali ke jalan raya menunggu pete-pete. Kepanikan mulai muncul karena sampai pukul 18.30 Wita belum ada satu pete-petepun yang melintas. Dengan tebal muka kami tanya ke masyarakat sekitar, dan ternyata benar dugaan kami  kalau sudah jam segini sudah tidak ada lagi pete-pete yang lewat. Cemas jelas, karena kami benar-benar berada di tempat yang sama sekali belum pernah kami kunjungi. Hanya do'a saja yang bisa kami lakukan semoga masih ada pete-pete yang  melintas. Saat kami duduk termenung di pinggir jalan, sebagian masyarakat berteriak. Ternyata masih ada pete-pete yang lewat (kami diam karena pete-pete tsb warnanya berbeda dengan saat kami berangkat). Alhamdulillah, masyarakat Makassar ternyata baik hati.

Pete-pete tersebut memang tidak membawa kami sampai ke kota Makassar. Kami diturunkan dijalanan dan diarahkan untuk menunggu pete-pete sampai ke Terminal Daya. Beruntung tak lama kemudian pete-pete yang dimaksud lewat. Legalah hati kami. Namun masalah baru muncul saat kami harus mencari tempat penginapan yang sudah kami pesan secara online. Agar lebih cepat sampai kami memutuskan naik taksi. Ternyata dugaan kami meleset, dan hari sudah larut malam saat kami tiba di guest house tersebut .

[caption id="attachment_242467" align="aligncenter" width="448" caption="Masjid (bak) terapung (dok. pribadi)"]

13680762861474180928
13680762861474180928
[/caption] Keesokan harinya, rencananya pagi-pagi kami akan menuju pantai Losari untuk melihat keindahan matahari terbit di sana. Dengan menggunakan jasa becak motor kami menuju ke sana. Sayang cuaca tidak bersahabat. Sesampai di Losari hujan turun dengan lebat. Tak ada pilihan lain selain menunggu hingga berjam-jam hingga hujan reda. Destinasi berikut yakni trans studio Makassar. Hampir setengah hari kami menikmati wahan indoor terbesar di Indonesia timur tersebut sebelum akhirnya bertolak menuju Fort Rotterdam. [caption id="attachment_242468" align="aligncenter" width="448" caption="Fort Rotterdam (dok. pribadi)"]
13680765801895492480
13680765801895492480
[/caption] [caption id="attachment_242469" align="aligncenter" width="448" caption="Narsis di Rotterdam (dok. pribadi)"]
13680766081466904383
13680766081466904383
[/caption] Puas menikmati bangunan yang penuh sejarah ini, kami memutuskan untuk segera meluncur ke pulau Samalona. Setelah tawar menawar dengan pemilik speed boat kami sepakat membayar Rp. 250.000,-  untuk menuju pulau Laeng-laeng, pulau Samalona, dan pulau Kayangan (murah banget bukan? karena menurut hasil browsing biasanya Rp. 300.000,- itupun hanya sampai Samalona saja). [caption id="attachment_242470" align="aligncenter" width="448" caption="Saat di pulau Samalona (dok. pribadi)"]
13680768552046526243
13680768552046526243
[/caption] Sebelum matahari terbenam, kami sudah harus bertolak menuju pantai Losari untuk berburu sunset di sana. Ternyata harapan kami lagi-lagi belum terlaksana karena keasyikan berburu cindera mata dan oleh-oleh di dekat Losari. Hingga sampai di Losari merah saga mentara mulai tenggelam. Sedikit terlambat, karena sore hari di Losari penuh dengan pengunjung sehingga kita tidak leluasa mengambil gambar. [caption id="attachment_242471" align="aligncenter" width="448" caption="Losari di sore hari (dok. pribadi)"]
13680770221992204509
13680770221992204509
[/caption] [caption id="attachment_242475" align="aligncenter" width="448" caption="Coto Gagak nan nikmat (dok. pribadi)"]
1368078230559245414
1368078230559245414
[/caption]

Selain wisata kuliner di Losari, kami sempat menikmati Coto Gagak yang begitu termasyur di Makassar. Hidangan khas coto tersebut dikemas dengan nuansa modern yang menggiurkan. Harga juga cukup murah. Puas dan kenyang kami segera meluncur menuju penginapan dengan menggunakan jasa becak motor yang bisa ditawar.

[caption id="attachment_242472" align="aligncenter" width="448" caption="narsis di kapal pinishi di areal bandara (dok. pribadi)"]

1368077473824378669
1368077473824378669
[/caption] Hari terakhir di Makassar tidak banyak yang bisa kami lakukan selain hanya berfoto-foto di bandara. Sungguh banyak sekali hal-hal menarik di bandara yang indah ini, salah satunya berupa miniatur kapal pinishi.  Meskipun hanya sesaat di Makassar, namun sungguh merupakan sebuah perjalanan yang sangat berkesan, karena merupakan liburan ala backpacker pertama bersama istri saya. Bahkan istri sayapun nampaknya juga bisa menikmati liburan ala backpacker yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Bahkan sempat  berujar "kapan-kapan backpacker-an ke Bali ya mas!"

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun