Mohon tunggu...
GmnI IS UNP
GmnI IS UNP Mohon Tunggu... Buruh - Platfrom perjuangan

Kumpulan tulisan Kader GmnI Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Belajar dari Pramoedya Ananta Toer tentang Perjuangan dan Pembebasan

20 Juli 2023   15:52 Diperbarui: 20 Juli 2023   15:55 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pribadi Yuda Ariwinata (Kader GmnI IS UNP) 

Pramoedya Ananta Toer  sebagai seorang sastrawan banyak melahirkan karya karya yang bertemakan perlawanan dan pembebasan. Dengan memasukkan unsur-unsur pelengkap berupa  romantisme, feminisme, pendidikan karakter,  dan fakta sejarah menjadikan tulisan Pramoedya terkesan lebih hidup. 

Pramoedya Ananta Toer telah banyak melahirkan memoir, opini,karya non fiksi dan karya sastra berupa novel dan cerpet pernah Pramodya Tulis. Dari berbagai karya Pramodya, Tetralogi pulau buru dianggap sebagai masterpiece  dari seorang Sastrawan kelahiran Blora. Tetralogi pulau buru yang terdri  dari empat novel yakni:  Bumi Manusia (1980), Anak Semua Bangsa (1981), Jejak Langkah (1985), dan Rumah Kaca (1990).

Pramoedya dalam karyanya ingin mengambarkan fenomena pendegredasian nilai kemanusiaan melalui tindakan kolonial, pemikirannya yang sarat akan pesan-pesan perlawanan dan pembebasan serta penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan memlalui  tokoh tokoh seperti Minke dan Nyai Ontosoroh sebagai figur resistensi kolonial yang mengakui dengan sadar otoritas pengetahuan barat. Minke dan Nyai Ontosoroh merepresentasikan sosok pribumi yang anti kolonialisme dan  anti feodalisme. 

Kredibilitas Pramoedya sebagai seorang sastrawan mendapatkan pengakuan dan sorotan dunia. Berbagai macam penghargaan di tingkat internasional dan masuk dalam nominasi peraih nobel di bidang sastra membuktikan bahwa Pramoedya merupakan figus yang berpengaruh besar bagi penulisan sastra Indonesia. 

Tulisan-tulisan Pram telah memberikan inspirasi bagi mereka yang hilang semangat hidupnya karena ditumpas oleh kekuasaan. Walaupun mendapatkan sambutan positif dari dunia internasional karya Pramoedya seolah dimarjinalkan pada priode orde baru. 

Pada bulan Oktober 1965 Pram ditahan tanpa diadili oleh rezim Orde Baru dengan tuduhan sebagai seorang komunis atas keterlibatannya pada organisasi Lekra. Pada awalnya Pramoedya di masukkan ke penjara Salemba, lalu di pindahkan ke Nusakambangan dan dipindahkan lagi ke Pulau buru sampai dengan 12 November 1979.  Di Pulau Buru inilah Pram menciptakan karya Monumental yang disebut tetralogi pulau buru, terdiri dari Bumi Manusia (1980), Anak Semua Bangsa (1981), Jejak Langkah (1985), dan Rumah Kaca (1990) yang isinya kosmopolit dan ensiklopedis.  

Tetralogi pulau buru dapat di gologkan sebagai novel romantisme, novel sosial, novel psikologi dan novel sejarah, tema-tema besar seperti kebangkitan bangsa, nilai kemanusiaan, mentalitas, dan  penindasn menjadikan tetralogi pulau buru mempunyai ciri-ciri yang hampir sama dalam roman Prancis, pascara revolusi. 

Novel Bumi Manusia sebagai pemulaan Tetralogi pulau buru memberikan gambaran jiwa zaman kehidupan Hindia Belanda pada penghujung abad ke-19, zaman ketika tindakan penindasan kolonialisme, mengatur hampir diseluruh lini kehidupan masyarakat pribumi. 

Novel Anak Semua Bangsa memuat perkembangan pribadi tokoh utama mengenai gambaran yang lebih dalam dan nyata dari kehidupan masyakat pribumi di Hindia Belanda, melalui pertemuanya dengan tokoh utama dengan masyrakat kelas bawah di Hindia Belanda. Novel pertama dan kedua memberikan gambaran jiwa zaman dari akhir abad ke-19 di Hindia Belanda melalui sudut pandang kaum tertindas. 

Novel Pramoedya yang ketiga Jejak Langkah  dan keempat Rumah Kaca  memgambarkan kehidupan di Hindia Belanda pada awal abad ke- 20. Konsep politik etis yang mulai terealisasikan pada awal abad ke-20 menciptakan golongan terdidik pribumi melalui program edukasi. 

Kaum terdidik  Hindia Belanda bersatu atas dasar kesadaran sebagai kaum tertindas yang dijajah. Kesadaran yang melahirkan organisasi-organisasi pergerakan kebangsaan.  Budi Utomo, Sarekat Dagang  Islam, Indische Partij, dan beberapa organisasi pergerakan lainnya dihadirkan sebagai bentuk perlawanan dan pembebasan. 

kenapa Harus Membaca Tetralogi Pulau Buru ?

Setidaknya terdapat 3 hal yang menarik dalam mengenai Tetralogi Pulau buru ini: pertama, berdasarkan unsur urgensi kesadaran masyarakat bahwa di Indonesia terdapat maestro yang karya nya sudah diterbitkan di berbagai negara, tetapi dikerdilkan di negeri sendiri. 

Dalam kurikulum pendidikan nasional mengenai sastawan-sastrawan sangat minim bahkan cenderung tidak ada  yang menyinggung Pramoedya, karyanya seolah mati dan tak ada harganya. Hal ini tidak luput dari latar belakang Pramoedya yang dicap sebagai Komunis. Pada masa Orde Baru Tertalogi Pulau Buru digolongkan sebagai buku terlarang oleh Jaksa Agung. Walaupun demikian Pramoedya tidak menaruh kebencian terhadap Indonesia.

Karya-karyanya Pramoedya Ananta Toer mengingatkan pada semua orang bahwa Indonesia adalah sesuatu yang baru bukan kelanjutan dari masa lalu tapi justru putus dengan masa lalu. Kecintaan Pramoedya Ananta Toer terhadap Indonesia karena melihat dan menghayati Indonesia sebagai sebuah karya, karya dari rakyat-rakyat Nusantara melalui perjuangannya. Tidak diciptakan Belanda, bukan lanjutan dari kerajaan-kerajaan masa lalu. Indonesia diciptakan rakyat-rakyat Nusantara melalui perjuangannya. 

Buku-buku tetralogi pulau buru memberikan pengambaran asal usul permulaan perjuangan tersebut. Pramoedya Ananta Toer adalah sosok nasionalis yang bergerak dalam bidang sastra, cintanya terhadap Indonesia merupakan sebuah kesungguhan, bukan hanya sekedar ilusi. 

 kedua,  banyaknya kesamaan fakta sejarah ilmiah yang dihadirkan dalam tetralogi pulau buru, walau terdapat pula perbedaan tetapi tujuan dari Pramoedya untuk mengambarkan kehidupan di Hindia-Belanda  secara mendalam dapat dikatakan berhasil. Kehidupan di Hindia Belanda yang yang erat dengan penindasan kolonialisme faktanya dilawan dengan sendiri-sendiri maupun melalui keorganisasian.

Keruntunan proses perlawanan baik perorangan dan terbatas pada golongan-golongan di tingkat sederhana sampai pada pembentukan organisasi pergerakan sebagai bentuk perlawanan dan pembebasan mengalami dinamika nya sendiri. Hal yang demikian jarang sekali hadir dalam tulisan-tulisan sejarah ilmiah. 

Ketiga,  karya pramoedya adalah karya yang tema-tema nya tidak lepas dari unsur perlawanan. Tetralogi pulau buru dinggap sebagai puncak dari kesustraan pramoedya.  Latar pristiwa yang dipilihnya adalah priode penting dalam sejarah Indonesia.  

Priode dimana kesadaran akan penindasan dan cita-cita nasionalisme tumbuh dengan suburnya yang akan mengantarkan Indonesia pada kemerdekaan. Perlawanan dan pembebasan dalam narasi sejarah ilmiah menggunakan bahasa yang sangat kaku, sangat berbeda dengan pengambaran di karya sastra. Dalam sastra yang mempunyai pembendaraan bahasa yang luwes dapat memberikan rasa yang lebih nyata. Begipula dengan Tetralogi pulau buru, pembaca akan dapat meresapi bagaimana perjuangan dan perlawanan oleh golongan pribumi dalam menghadapi kolonialisme Belanda. 

Di mana-mana sama saja. Di mana-mana aku selalu dengar: yang benar juga akhirnya yang menang. Itu benar, benar sekali, tapi kapan? Kebenaran tidak datang dari langit, dia mesti diperjuangkan untuk menjadi Benar -Pram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun