Mohon tunggu...
Grant Gloria Kesuma
Grant Gloria Kesuma Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Mari menulis!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Opa Oma di Restoran Korea

16 Januari 2020   18:16 Diperbarui: 16 Januari 2020   18:14 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari itu aku bersama sahabatku pergi ke restoran Korea di pinggir kota. Dulu waktu aku masih kecil, aku sering melewati bangunan yang sekarang dijadikan restoran Korea. Kata ayahku, bangunan itu sudah ada sejak zaman kolonial. Sudah tua. Namun, bentuknya antik.

Sekarang, bangunan tersebut sudah berubah menjadi restoran masakan Korea, bukan lagi rumah. Bangunannya tetap sama. Hanya ada sedikit renovasi. Ruangan yang mungkin dulunya kamar-kamar dibuat menjadi beberapa raung makan. Ada tambahan hiasan-hiasan bergaya Korea di luar dan di dalamnya. Beberapa perabot khas Korea pun dipajang di dalam restoran. Aku merasa agak aneh saat masuk ke sana.

Sahabatku mengajakku duduk di sebuah ruangan yang letaknya di tengah bangunan. Ruangan tersebut tidak besar. Hanya ada 3 meja makan di dalamnya. Dari ruang tengah itu, kami bisa melihat ke ruang-ruang lain yang ada di dalam restoran. Termasuk melihat ke lobi.

Kami memesan makanan. Sembari menunggu pesanan datang, sahabatku asyik bermain dengan ponselnya. Aku melihat-lihat ke sekeliling restoran yang saat itu sedang sepi. Hanya ada beberapa pengunjung. Lalu, mataku tertuju ke sudut ruangan yang letaknya agak ke dalam. Ada oma dan opa duduk di sana. Mereka sedang bercengkerama. Suara mereka tidak terlalu jelas terdengar. Namun, sayup-sayup aku bisa mendengar mereka berbicara dalam bahasa Belanda.

Oma dan opa tersebut memakai setelan kuno. Melihat mereka, aku jadi teringat oma dan opaku semasa mereka masih hidup. Gaya berpakaian mereka mirip dengan oma dan opaku. Sang Oma yang duduk santai di restoran ini memakai gaun terusan panjang berwarna merah jambu dengan motif bunga-bunga kecil. Rambut putihnya pendek sebahu dan keriting. Sedangkan sang Opa memakai kemeja putih dan celana panjang kain berwarna cokelat. 

Obrolan Oma dan Opa itu sepertinya seru sekali. Mereka tidak menghiraukan orang-orang yang berkunjung ke restoran. Di atas meja yang membatasi kursi duduk mereka belum ada makanan yang tersaji. Mungkin mereka juga sedang menunggu pesanan makanan mereka datang, pikirku.

Melihat Oma dan Opa tersebut, aku jadi membayangkan bagaimana kehidupanku kelak. Apakah aku akan seperti mereka yang langgeng sampai tua? Menyenangkan sekali jika memiliki seseorang yang pengertian dan saling mendukung satu sama lain. Seperti oma dan opa itu, mereka sepertinya rukun. Mereka nampak seperti sahabat juga sekaligus pasangan. Tapi, siapa yang akan menjadi pasanganku nanti? Apa aku bisa seperti oma dan opa itu? Ah... Aku iri.

"Hey, kamu lihat apa?" seru sahabatku, membuyarkan lamunanku.

"Eh... Apa?" tanyaku.

"Kamu itu lihat apa? Melamun?" tanya sahabatku lagi.

"Nggak, kok. Aku melihat oma dan opa yang duduk di sana itu," jawabku sambil memonyongkan mulutku untuk menunjukkan arah di mana oma dan opa itu duduk. Kalau aku menggunakan jariku, kan tidak sopan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun