Mohon tunggu...
Gloria Fransisca
Gloria Fransisca Mohon Tunggu... Jurnalis - Writer

My name is Gloria Fransisca Katharina Lawi, I was born in Jakarta. Experienced in media service especially as writer, journalist, researcher, public relation, and social media content for almost 10 years in KONTAN and Bisnis Indonesia. Currently, I am doing my new role as Content Caretaker of political platfom, MOSI.ID.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Hari Ibu, Jurnalis Perempuan dan Hal-hal yang Belum Selesai

22 Desember 2018   21:06 Diperbarui: 23 Desember 2018   08:19 1193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini tidak akan pernah ada jika saya tak melalui perjalanan seorang diri dari Surabaya ke Tuban dengan menggunakan mobil travel pada 12 Desember 2018 lalu. Perasaan ditelantarkan oleh pengundang acara yang ingin saya liput, coba saya tepis dengan membatin, "Jangan manja kamu. Jadi jurnalis jangan manja, anggap ini pengalaman tak perlu bete lama-lama."

Itulah saya, orang yang selalu ingin positif sampai kerap membuat kesal teman-teman saya yang terlampau analitis bin pesimistis. Malam panjang yang jatuh antara Surabaya sampai Tuban itu membawa saya pada permenungan panjang.

Iseng menanti mobil travel yang tak kunjung bergerak dari parkiran Bandara Juanda, saya pun membuka handphone, tentu saja log-in Instagram, dan iseng lihat instastories, apa sih yang dilakukan orang-orang pada sekitar pukul 21.00 WIB.

Terus melakukan pengecekan instastories tanpa benar-benar serius, malah merasa menghabiskan paket data dan baterai handphone, akhirnya saya tersentak. Ada unggahan terbaru dari @indonesiafeminis yang merepost unggahan dari akun Magdalene @magdaleneid. Sontak saya terperanjat karena itu adalah cuplikan kritik terhadap berita media online yang bias gender.

Tak tanggung-tanggung, itu adalah pemberitaan dari Tempo.co yang menulis pada judul berita "Gisel Bercerai, 6 Kesalahan Perempuan dalam Pernikahan." Nah, yang paling menyentak lagi buat saya adalah penulis berita dilansir dari Bisnis.com, yang mana adalah media tempat saya bekerja. Editor dari Tempo.co yang menulis ulang berita ini seorang perempuan.

Akibat insting penasaran dan rasa terganggu dengan komentar Magdalene; "#WTFMedia Dari mana mulainya ya ini *sigh* Pertama, nama rubriknya sungguh norak ("Cantik // Cantik Cinta" Really??). Kedua, wow, selalu menyalahkan pihak perempuan dan menekankan kesalahan perempuan. Ini bukan hanya tidak fair tetapi juga seksis dan menguatkan stereotip yang gak benar. Ketiga, Tempo, reaaally? Byline disebut bisnis.com tapi ngapain diambil ya artikel semacam ini? #WTFMedia #SMH".

dokpri
dokpri
Begitulah kira-kira caption yang dituliskan oleh admin @magdaleneid. Spontan karena tak memiliki kerjaan menunggu mobil travel yang tak kunjung bergerak, lupa bawa buku bacaan, lampu mobil yang tidak terlalu terang, saya sungguh mengerahkan energi ke unggahan ini. Ya, inilah yang akhirnya saya sadari bahaya dari orang gabut adalah merespon hal-hal yang tidak penting.

Saya pun mengecek artikel asli dari kantor saya, yang kebetulan ditulis oleh seorang reporter muda, dan juga seorang perempuan. Artikel asli berbeda judul dari yang dituliskan Tempo. Alasannya, artikel ini murni hanya mengatakan dalam judul "6 Kesalahan Perempuan dalam Pernikahan." 

Artikel ini adalah naskah terjemahan dari media online asing mengutip penelitian psikologi soal relasi rumah tangga. Namun, perlu diakui, angle pemberitaan dari hasil penelitian ini adalah soal kesalahan perempuan dalam rumah tangga.

dokpri
dokpri
Maka, saya tercenung. Sungguh budaya bias gender ini sudah kronis pada tingkat global, bukan lokal, apalagi penelitian psikologi soal kesalahan perempuan. Bagaimana dengan kesalahan laki-laki dalam pernikahan? Ya, wajar saja jika Magdalene menilai bahwa ada kesan 'Seolah perempuan yang selalu disalahkan". Saya pun akhirnya menghela nafas panjang, ah, kasihan juga si penulis artikel dari kantor saya, tentu dia tak tahu apa yang dia perbuat dengan memilih artikel itu. Atau dengan memasang judul seperti itu.

Saya terlempar jauh pada ucapan Mbak Monica W. Satyajati, seorang psikolog dari UNIKA Soegijapranata Semarang. Dia mengaku selama ini terlalu banyak penelitian soal pengasuhan anak yang mengambil perempuan sebagai objek penelitian. Hal ini menandakan bahwa perempuan dijadikan subjek tunggal yang mengasuh anak. Penelitian-penelitian psikologi seperti ini yang mengafirmasi domestifikasi perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun