Mohon tunggu...
Gloria Fransisca
Gloria Fransisca Mohon Tunggu... Jurnalis - Writer

My name is Gloria Fransisca Katharina Lawi, I was born in Jakarta. Experienced in media service especially as writer, journalist, researcher, public relation, and social media content for almost 10 years in KONTAN and Bisnis Indonesia. Currently, I am doing my new role as Content Caretaker of political platfom, MOSI.ID.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Indonesia Diterpa Isu Kewarganegaraan Menjelang Hari Kemerdekaan

16 Agustus 2016   01:57 Diperbarui: 16 Agustus 2016   16:02 1290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya, dengan si anak TEMPO lalu anak RMOL dan anak Detik hanya menunggu di lobby. Sekitar tujuh menit kemudian, Arcandra turun dengan tampang yang agak lebih santai. Saya pun segera menghampiri dia.

"Pak, tadi di atas ngobrol apa Pak sama Pak Luhut?" saya mencoba semaksimal mungkin agar Archandra tak merasa insecure dan dia bisa berdiri lebih lama menanggapi pertanyaan jurnalis.

Dia tertawa kecil atas pertanyaan saya, "Ah, cuma say hai saja." jawabnya atas pertanyaan saya. Mengecewakan.

Lalu kawan saya si anak TEMPO, sesuai strategi segera mencecar Arcandra, "Pak bahas soal dwi kewarganegaraan ya, Pak?"

Dia hanya tertawa, "Terima kasih ya.. Terima kasih."

Dia bahkan juga enggan menjawab pertanyaan lain di luar polemik kewarganegaraan itu. Lekas-lekas dia melangkahkan kaki masuk ke mobil dan menghilang. Saya hanya kepikiran, mau nulis apa kalau dia hanya jawab begitu? Kan tidak mungkin cuma say hai sama Pak Luhut? Kawan saya sampai berkata, "Jangan-jangan itu surat putih adalah surat pengunduran dirinya? Kenapa tadi kita tidak tanya ya?"

Sebenarnya ada rasa kasihan juga dalam sebagian hati saya untuk tidak perlu terlalu mengintimidasi Arcandra. Toh sudah jelas, dia adalah anak Bangsa Indonesia dari segi ras dan genetik. Tetapi untuk masalah administrasi dan legitimasi kewarganegaraan, dia memang bukan warga negara Indonesia lagi.

Sekitar jam 6, gantian Pak Luhut yang mengatakan tidak pernah merekomendasikan nama Arcandra sebagai Menteri ESDM kepada Presiden Jokowi. Luhut juga menegaskan bahwa nama Arcandra tidak datang dari Deputi KSP, Darmawan Prasodjo. Luhut menjawab pertanyaan wartawan dengan sangat singkat, padat, jelas, dan tegas. Dia tidak menampik pada pernyataannya untuk membentengi Arcandra sebagai Menteri ESDM, alasannya sederhana, di ESDM banyak mafianya, banyak yang mengincar, harus ada dukungan bukan kerusuhan.

Satu jam kemudian, saya mendapat kabar dari teman saya anak Antara bahwa Arcandra sudah mengembalikan mobil dinas ke Istana. Saya semakin yakin, Arcandra akan berhenti sebagai menteri ESDM. Saya semakin yakin, karena isu dari rekan saya berkata, Arcandra memang sudah ingin mengundurkan diri sejak Sabtu, 12 Agustus 2016. Konon Presiden Jokowi mencoba menahan Arcandra. Alasannya? Malu. Reputasi Presiden dipertaruhkan, ada menteri belum sebulan sudah berhenti karena masalah dwi kewarganegaraan.

Saya mencoba adil saja, ketika saya makan bebek dan mendapati kabar hasil konpers adalah Jokowi memberhentikan Arcandra, saya hanya bisa tertawa. Arcandra memang mutlak harus diberhentikan karena dia menyalahi undang-undang. Saya juga berpendapat permasalahan ini bukan 100% kesalahan Arcandra, tetapi terutama kesalahan dari Presiden Jokowi dan segenap staf-nya dan pekerjanya, dan siapalah, bahkan mungkin orang kepercayaannya sekalipun karena tidak teliti terhadap status kewarganegaraan seorang calon menteri. Jelas reputasi Jokowi semakin hancur, dan itu yang membuat saya semakin tidak sepakat kepada pihak-pihak yang terus mendukung Jokowi sampai matanya buta untuk bersikap objektif. Mendukung itu juga dalam bentuk mengkritik, bukan selalu seiya dan sekata. 

Saya bahkan tak habis pikir, apakah ini adalah sebuah desain semata untuk menjatuhkan reputasi Jokowi? Karena setahu saya kans ESDM adalah incaran semua golongan partai, semua ingin minta jatah saham. Ya, jadi, kalau ada partai yang meng-agung-agungkan nasionalisme bahwa pemimpin ESDM harus anak bangsa saya tidak mau mempercayainya lumat-lumat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun