Mohon tunggu...
Gloria Fransisca
Gloria Fransisca Mohon Tunggu... Jurnalis - Writer

My name is Gloria Fransisca Katharina Lawi, I was born in Jakarta. Experienced in media service especially as writer, journalist, researcher, public relation, and social media content for almost 10 years in KONTAN and Bisnis Indonesia. Currently, I am doing my new role as Content Caretaker of political platfom, MOSI.ID.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tentang Kartini yang Galau

21 April 2016   01:46 Diperbarui: 21 April 2016   01:58 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

Dalam diam-nya Kartini melawan, mencoba memberontak dalam sayupan. Ya, menulis itu teriakan kencang yang sangat sayup terdengarnya. Tetapi seseorang yang bisa mendengarnya bisa terperosok dalam kekagetan. Untuk konteks inilah Kartini diserang, berbicara soal kesetaraan gender, hak perempuan untuk menerima pendidikan, padahal dia sendiri mau-mau saja dipinang datuk-datuk jadi istri kedua. Bukankah secara tak langsung Kartini juga menyerobot hak istri pertama?

 

Ya, agak-agak mirip juga dengan pengalaman saya yang dididik oleh lelaki penganut marhenisme, anti kapitalisme (entah ini benar tidak ya?) saya menyusun skripsi wacana neoliberalisme, eh saya juga yang di cap kapitalis sejati, neolib, sekrup kapitalis karena mau saja jadi buruh korporat media ekonomi dan bisnis.

 

Sayapikir, sudah saatnya belajar memulai adil menanggapi kegalauan Kartini, seperti halnya saya menikmati dan mengolah kegalauan saya. Segala yang kontradiktif harus dihadapi bukan dihindari toh. 

 

Saya juga mulai berpikir untuk memanjatkan doa agar bisa menjadi seperti si Kakak, dimana saya bisa saja dengan entengnya menceritakan (mantan) gebetan saya tanpa beban, tanpa rasa takut, dan menerimanya sebagai warna yang tergores manis dalam lukisan hidupku (halah).

Jadi, menjawab pertanyaan Inas dulu, apakah saya pantas menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan? Ya, saya pikir saya belum layak, karena saya juga terseok-seok dalam memaknai kehidupan dalam rutinitas sebagai perempuan. Ya, jika Tuhan memang menggariskan saya jadi Menteri sih boleh juga hahahaha (yee dasar).

Saat menuliskan ini saya sedang ditemani lagu Raisa yang berjudul 'Kali Kedua', semoga bisa menjadi sugesti positif bagi si Kakak yang saat ini mungkin sedang terlelap, dan juga kepada Kartini lain yang sedang dirundung kegalauan dan ingin kembali kepada yang lama (ehciye). Siapa tahu, kalau jodoh, ada kali kedua yang harus dilanjutkan. Saya pikir ini juga langkah awal bagi saya meyakini diri saya bahwa cara saya mengolah kegalauan dengan tidak bergantung pada orang lain bukan cara yang aneh dan masokis, sebaliknya, itu cara yang elok memaknai makna di baliknya. Sebab, cinta itu harus membebaskan, dia butuh dibebaskan.

Tulisan ini saya tuliskan sebagai ucapan terima kasih kepada para Kartini yang saya kenal dalam hidup saya, Kartini yang sedang sangat saya rindukan; Tiara Djarot, Inasshabihah, Anastasia Arvirianty, dan Zita Wahyu. Juga kepada Kartini yang banyak berdiskusi dengan saya belakangan ini dalam Komunitas Mini; Jenni Anggita dan Brigita Blessty.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun