Mohon tunggu...
EG Giwangkara S .
EG Giwangkara S . Mohon Tunggu... -

Anak bangsa yang juga bapak dari tiga orang anak dan suami dari seorang istri.\r\n\r\nAgak berpendidikan dengan kacamata lebar agar bisa melihat dunia tampak lebih luas dari sebuah tempurung.\r\n \r\nPehobi jalan-jalan, tapi hampir selalu terbentur aturan seperti buruh pabrik lainnya ; cuti !\r\n \r\nRelatif pendiam, tapi kadang banyak bicara, setidaknya melalui tulisan dan foto.\r\n\r\nJangan tanya soal keyakinan, karena bagi saya itu bukan untuk dipertanyakan, apalagi diperdebatkan. Tapi Insya Allah saya akan memegang apa yang selama ini saya yakini.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menaikkan Harga BBM, Perlu kah ?

28 Agustus 2014   18:53 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:16 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_339911" align="alignleft" width="250" caption="Gambar 1 : Pengurangan Subsidi BBM; Perlukah ?"][/caption]

Belakangan ini di banyak media marak pemberitaan tentang permintaan beberapa pihak yang meminta Pemerintah saat ini untuk segera menaikkan harga BBM. Kejadian ini suatu hal yang langka, dan rasanya baru kali ini terjadi permintaan kepada Pemerintah untuk segera menaikkan harga BBM, dimana biasanya justru kenaikan harga BBM selalu dihindari, bahkan didemo / ditolak.

Disamping keanehan tersebut juga adalah penggunaan terminologi "Kenaikan Harga BBM" yang selama ini lebih sering digunakan yang sebetulnya jika dilihat dari substansinya akan lebih tepat jika menggunakan istilah "Pengurangan Subsidi BBM", karena memang sebenarnya yang disasar adalah bahan bakar bensin atau Premium yang merupakan BBM bersubsidi yang selama ini sering menjadi momok. Karena jika yang disasar adalah Pertamax, hampir tidak ada yang meributkan, padahal pergerakan harga Pertamax cukup tinggi dengan spread harga bisa sampai Rp. 4.000 per liter, yaitu bergerak diantara Rp. 9.000 sampai dengan Rp. 13.000. Sementara pergerakan harga BBM bersubsidi yang diributkan tidak lebih dari Rp. 2.000 per liternya.

Kenapa demikian ?
Karena kedua terminologi tersebut dilihat dari kacamata yang berbeda, dimana "Kenaikan Harga BBM" adalah bahasa politis, dan "Pengurangan Subsidi BBM" adalah bahasa teknis. Dan tentunya politisi lebih suka menggunakan bahasa politis ketimbang bahasa teknis, karena bahasa politis biasanya "bersayap" dan lebih mudah dibelokkan, dipelintir, bahkan disangkal. Sementara jika menggunakan bahasa teknis relatif saklek. Dan media massa, terutama yang dijadikan sebagai alat politik pun tidak luput dari penggunaan kalimat-kalimat politis.

Ada beda yang mendasar antara "Kenaikah Harga BBM" dengan "Pengurangan Subsidi BBM". Tapi sebelum cerita tentang perbedaan kedua istilah tersebut, saya ingin cerita ilustrasi sederhana tentang hitungan BBM. Sejujurnya saya tidak hafal rumus perhitungan harga jual BBM karena cukup banyak variabelnya, dan jika rumusnya dijabarkan akan mirip dengan penurunan / penyelesaian rumus integral dua tingkat... :D
Tapi secara secerhana rumus dasarnya adalah seperti rumus hitungan dagang pada umumnya, yaitu :

Biaya Bahan Baku + Biaya Produksi + Margin = Harga Jual
Dimana pada hitung-hitungan produksi BBM sbb :
Biaya Bahan Baku, terdiri dari :

  • Jenis Crude
  • Jumlah yang dipakai atas perhitungan yield produk
  • Harga rata-rata Internasional  (US$ /Barrel)

Biaya Produksi, terdiri dari :

  • Overhead cost
  • Fixed cost, termasuk gaji
  • Variable cost
  • Turn around
  • Maintenance cost
  • Sundries
  • Own use

Margin, yaitu rencana keuntungan yang akan diambil.


Tentunya margin disini yang diharapkan adalah margin positif, sebab jika merencanakan dagang yang rugi ya namanya bodoh. Dari ketiga variabel rumus dasar di atas, yang paling signifikan besarannya adalah harga bahan baku minya mentah (crude oil). Sementara biaya produksi dan margin relatif kecil dan stabil dibandingkan biaya bahan baku. Smentara untuk biaya bahan baku, selain komposisinya diantara variabel lainnya tertinggi, dan nilainya tinggi juga sangat fluktuatif. Sementara untuk komponen biaya gaji yang berada dalam variabel biaya produksi kalau tidak salah hanya berada di kisaran 1 - 2% saja.


Jadi kembali kepada kedua terminologi di atas, keduanya yang tampak di permukaan sama-sama kenaikan harga, tapi bedanya adalah :

Kenaikan Harga BBM biasanya diakibatkan oleh faktor eksternal, terutama kenaikan harga minyak mentah dunia. Dan kenaikan harga bahan baku tersebut berakibat langsung kepada bahan bakan non subsidi, seperti Pertamax, Solar Industri, Avtur, LPG, Pelumas, dll. Makanya kalau harga minyak dunia naik, bisa dipastikan harga Pertamax dan tiket pesawat ikut naik sementara LPG relatif stabil karena menyangkut hajat orang banyak. Disini Pemerintah relatif tidak ikut campur soal hitung-hitungannya. Dan jika harga bahan baku naik biasanya produsen BBM di Indonesia, dalam hal ini Pertamina, melakukan penyesuaian / adjust margin yang diambil agar harga jual BBM tetap realistis.

Sementara Pengurangan Subsidi BBM terjadi jika Pemerintah sudah tidak sanggup lagi menalangi selisish harga (subsidi) BBM antara antara biaya pokok produksi dengan harga jual ke masyarakat untuk produk-produk PSO (Public Service Obligation) seperti Premium, Solar dan dulu ada minyak tanah atau kerosin.

.

Kronologi Penentuan Harga dan Subsidi BBM

Jadi kronologi terjadinya subsidi BBM tuh begini :
Setiap tahun sebelum perusahaan yang ditunjuk oleh pemerintah untuk pengelolaan migas di Indonesia, dalam hal ini Pertamina, duduk bareng satu meja bersama Pemerintah (yang kalau tidak salah diwakili kementrian yang mengurusi transportasi), kemudian asosiasi / organisasi jasa angkutan umum (terutama angkutan darat / Organda), dan asosiasi / organisasi produsen kendaraan bermotor, dan untuk DPR saya lupa dilibatkan atau tidak, tapi kalau tidak salah sih ya dilibatkan.

Dari duduk bareng tersebut akan didapat data :


  • Dari Kementrian Perhubungan dan asosiasi / organisasi jasa angkutan akan didapat data populasi kendaraan dari setiap daerah, baik jenis dan jumlahnya. Dari data ini nantinya akan dipilah mana kendaraan umum, kendaraan pribadi dan kendaraan industri untuk satu tahun kedepan.
  • Dari asosiasi / organisasi produsen kendaraan bermotor akan didapat data jumlah dan spesifikasi kendaraan bermotor yang beredar. Hal ini akan berkaitan dengan jenis BBM yang akan diproduksi berdasarkan  rasio kompresinya untuk satu tahun kedepan. Dari data jumlah kendaraan berdasarkan rasio kompresi inilah akan menentukan berapa jumlah Premium dan Pertamax yang harus dibuat.
__________________________________________________
Untuk tambahan pengetahuan :
Rasio Kompresi (Compression Ratio) adalah perbandingan volume dalam ruang bakar mesin antara volume (V1) saat titik mati atas (TMA) berbanding dengan volume (V0) saat titik mati bawah (TMB). Untuk kendaraan dengan rasio kompresi 1 : 10 atau diatasnya harus menggunakan Pertamax, dan untuk kendaraan dengan rasio kompresi dibawah 1 : 10 bisa menggunakan Premium.

[caption id="attachment_340092" align="alignnone" width="500" caption="Rasio Kompresi"]

14092816011002225654
14092816011002225654
[/caption]

Rasio Kompresi bisa dilihat di buku manual kendaraan, baik mobil maupun motor, seperti pada contoh untuk mobil Timor S515i berikut, yaitu 1 : 9,3

[caption id="attachment_339921" align="alignnone" width="520" caption="Gambar 2 : Kompresi Rasio Timor S515i"]

14091857772013048145
14091857772013048145
[/caption]

Dari kompresi rasio dapat diketahui Research Octane Number (RON) atau jenis BBM apa yang dibutuhkan untuk kendaraan tersebut dengan rumus sebagai berikut :

RON = [ 1 - (Compression Ratio) ] x 100

Untuk contoh mobil Timor S515i di atas maka perhitungannya adalah :

[ 1 - ( 1/9,3 ) ] x 100 = 89

Sementara untuk contoh mobil Honda Jazz I-DSi yang memiliki rasio kompresi 1 : 10,4 perhitungannya adalah :

[ 1 - ( 1/10,4 ) ] x 100 = 90

Dari hasil perhitungan tersebut maka Timor S515i masih bisa menggunakan Premium, sementara Honda Jazz I-DSi seharusnya menggunakan Pertamax, karena :


  • RON Premium : 88
  • RON Pertamax : 90

Lalu Apa dampaknya jika kendaraan yang seharusnya menggunakan Pertamax RON 90 tetapi diisi Premium RON 88 ?
Yang pastinya malah merugikan sendiri. Niatnya mau ngirit, tapi malah rekoso. Akbiatnya adalah:


  • Kehilangan torsi / tenaga kendaraan dari yang seharusnya,
  • Lebih boros BBM,
  • Mesin cepat rusak.

Ilustrasi sederhananya gini :
Ibarat atlit angkat besi yang butuh nutrisi bagus 4 sehat 5 sempurna agar bisa perform dengan baik, tapi makannya hanya alakadarnya nasi kerupuk pake kecap. Akibatnya tidak akan cukup tenaga untuk perform angkat besi, kalaupun ingin bisa perform maskimal harus lebih banyak makan nasi kerupuk pake kecapnya, dan kalaupun dipaksakan akan rekoso n sakit-sakitan.
__________________________________________________
.


Kembali kepada penentuan harga dan subsidi BBM;
Dari data yang dikumpulkan hasil duduk bareng tersebut kemudian Pertamina akan menyusun RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan) untuk satu tahun kedepan, termasuk jumlah produk-produk PSO yang akan disubsidi pemerintah. Khusus untuk produk-produk PSO Pertamina tidak mengambil margin, hanya menyerahkan jumlah produk PSO dan melaporkan biaya pokok produksinya saja kepada Pemerintah.

Misal untuk BPP (Biaya Pokok Produksi) Premium adalah Rp. 10.000, maka pemerintah tetap membayar BPP tersebut kepada Pertamina sebesar Rp. 10.000 /liter dikali jumlah yang diproduksi berdasarkan hasil duduk bareng seperti yang disebutkan di atas. Kemudian Pemerintah menjual Premium tersebut kepada masyarakat dengan harga murah, misal sebesar Rp. 5.000. (saya lupa sekarang berapa harga Premium / Bensin, soale ga pernah pake Premium). Karena Pemerintah tidak punya infrastruktur untuk pengelolaan BBM, maka teknisnya tetap dilakukan oleh Pertamina.

Kok Pemerintah bisa-bisanya menjual rugi Premium yang hanya menghabiskan uang negara ?

Ya bisa, karena itulah mandat yang diamanatkan dalam Pasal 33 UUD '45 kepada Pemerintah dan menjadi tugas pemerintah kepada rakyatnya, salah satunya dengan memberikan diskon harga BBM dan itulah yang disebut Subsidi BBM.

Tujuan utama dari pemberian subsidi tersebut adalah semata-mata agar selain tidak terlalu membebani masyarakat juga untuk menunjang percepatan pertumbuhan perekonomian masyarakat. Karena transportasi merupakan salah satu komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi.

Trus duitnya dari mana ?
Ya dari sumber devisa lain, bisa dari pajak, eksport komoditi non migas, pariwisata, dll, atau bila perlu berhutang.

Hanya kemampuan pemerintah dalam mensubsidi tidak unlimited. Karena pemerintah juga butuh dana untuk sektor lainnya selain sektor transportasi, seperti pendidikan, kesehatan, pembangunan daerah, militer, dll. Ada kalanya jika subsidi sudah terlalu besar karena BPP yang tinggi akibat kenaikan harga minyak dunia yang diluar prediksi dalam RAPBN / RKAP dengan terpaksa subsidi sedikit dikurangi. Seperti yang terjadi ketika tahun 2007 dimana pemerintah / Pertamina mengasumsikan / menetapkan harga minyak mentah sebagai dasar perhitungan RAPBN /RKAP 2008 sebesar sekitaran US$ 60 /barrel, tapi kenyataannya akibat faktor global harga minyak dunia justru melejit lebih dari 200% disekitaran US$ 140 /barrel..

.

Menaikkan Harga BBM ; Perlu kah ?

Kembali kepada pertanyaan utama yang menjadi judul tulisan saya ini ; Menaikkan Harga BBM ; Perlu kah ?

Jawabannya adalah Perlu dan Tidak Perlu .... tergantung dari mana dan bagaimana melihatnya.
Tapi kalau dari pengamatan saya sih kira-kira sebagai berikut :

Saya lihat dari sisi Pak BeYe dulu ya.

Seperti yang saya tulis di atas tadi, faktor utama dari keputusan pengurangan subsidi BBM adalah jika salah satunya (dan memang paling dominan) adalah kenaikan harga minyak mentah dunia. Hal itu pernah terjadi pada tahun 2007 ketika pemerintah / Pertamina mengasumsikan / menetapkan harga minyak mentah sebagai dasar perhitungan untuk RAPBN /RKAP 2008 sebesar sekitaran US$ 60 /barrel, tapi kenyataannya tahun 2008 harga minyak mentah dunia justru melejit lebih dari 200% disekitaran US$ 140 /barrel (lihat grafik tahun 2007 s.d 2009 pada Gambar 3 berikut). Hal itu tidak urung membuat Pak BeYe pusing, mual, mulas bahkan mungkin diare sehingga melakukan keputusan tidak populer dengan mengurangi subsidi BBM agar tidak terlalu membebani kas negara. Saat itu selain harga minyak mentah dunia sedang melambung drastis kita sedang tidak punya cadangan dana untuk pembelian minyak mentah sebagai bahan baku untuk pemenuhan kebutuhan BBM dalam negeri, sampai-sampai surat jaminan berhutang kita "tidak laku" lagi untuk membeli minyak mentah karena dianggap tidak akan mampu membayar. Beruntungnya pada semseter kedua tahun 2008 harga minyak mentah dunia turun drastis dari sekitar US$ 140 /barrel menjadi kisaran US$ 43 /barrel. Hal ini membuat Pak BeYe lega sehingga bisa dengan senyum sumringah kembali menambah subsidi BBM yang lebih dikenal masyarakat dengan menurunkan harga BBM (Premium dan Solar). Sayangnya saat itu banyak pihak yang berfikiran negatif bahwa Pak BeYe melakukan pencitraan dengan menaikkan harga BBM dan kemudian menurunkannya lagi hanya karena keputusan itu diambil menjelang 2009 yang merupakan pilpres yang juga tetap mengantar Pak BeYe menjadi presiden periode berikutnya.

Sebetulnya banyak kompensasi dari pengurangan subsidi tersebut, misal untuk bidang kesehatan selama mudik lebaran 2008 lewat darat saya banyak menemukan mobil ambulan putih yang bertulisan KOMPENSASI SUBSIDI BBM hampir di setiap pos jaga Polisi. Kemudian untuk bidang pendidikan, pada tahun 2009 saya sempat diajak oleh dosen pembimbing saya Pak Dr. Mulyono Abdulah, M.Sc. dari Lemigas, untuk membuat buku Kendali Mutu Minyak dan Gas Bumi untuk SMK di seluruh Indonesia. Sayang tengat waktunya terlalu pendek, saya hanya diberi waktu 3 minggu untuk membuat buku standar untuk SMK di seluruh Indonesia, dan itu sangat berat buat saya sehingga terpaksa saya bilang tidak sanggup karena waktu. Tapi satu tahun kemudian saya mendapatkan buku-buku pendidikan gratis dari SD sampai dengan SMA untuk hampir semua mata pelajaran program pemerintah yang versi e-book dan salah satunya bisa dilihat disini. Sayangnya berita kompensasi subsidi BBM tersebut kurang publikasi dan khusus bukun pendidikan gratis tersebut rasanya tidak dipakai.

Pada Semester pertama tahun 2009 tren harga minyak mentah kembali bergerak naik dan itu mungkin membuat mulesnya Pak BeYe kumat lagi sehingga sejak 2009 Pak BeYe bukan hanya memberikan keleluasaan untuk bergerak kepada Pertamina yang sebelumnya hanya menjadi koki saja, tetapi juga menginstruksikan dengan kalimat keramat bagi Pertamina, yaitu "do something, create something, achieve success, and built your legacy" sehingga sampai pada pencapaian laba tertinggi dalam sejarah pada tahun 2013 sebesar 32T setelah menumbangkan rekor laba sebelumnya tahun 2012 sebesar 26T.

Dari grafik realisasi harga minyak mentah dunia versi NYMEX kita bisa lihat bawa harga minyak mentah 5 tahun terakhir relatif tidak terlalu jauh fluktuasinya.

NYMEX (New York Mercantile Exchange), Inc (berdiri pada tahun 1882) adalah bursa berjangka komoditi terbesar di dunia yang terletak di kota New York. Harga minyak mentah NYMEX merupakan salah satu dari harga-harga lainnya selain Platts, Aramco, dll, yang dijadikan referensi untuk penentuan harga dasar minyak mentah saat penyusunan RKAP.
Lebih lanjut tentang NYMEX bisa dibaca disini.


Sejak tahun 2010 harga minyak mentah dunia relatif stabil, fluktuasinya tidak terlalu jauh di kisaran US$ 70 /barrel sampai dengan  US$ 110 /barrel. Bahkan tren sejak Juni 2014 sampai dengan tanggal 27 Agustus 2014 harga minya mentah terus turun menukik tajam dari US$ 105 /barrel ke US$ 94 /barrel (lihat Gambar 5). Dari prognosa tersebut diperkirakan tren nya tidak akan bergerak terlalu jauh dari angka-angka tersebut. Dengan demikian, artinya Pak BeYe tidak punya alasan yang tepat untuk mengurangi subsidi BBM (baca: menaikkan harga BBM). Selain itu juga, secara politis tentunya Pak BeYe tidak mau menutup masa jabatannya dengan mengambil keputusan yang tidak populer dengan mengurangi subsidi BBM, terlebih tidak ada alasan yang tepat untuk itu. Memanaag disinyalir konsumsi BBM meningkat karena pengaruh karena meningkatnya populasi kendaraan baik mobil maupun motor dari masuknya mobil murah ke pasar Indonesia sehingga supply BBM bersubsidi dibatasi. Tapi saya secara pribadi kok tidak yakin, apa iya dampaknya sedemikian besar sampai mempengaruhi perkiraan konsumsi BBM cukup signifika, mengingat ketika maraknya mobil murah dan motor Cina beberapa tahun yang lalu rasanya tidak menyebabkan hal yang serupa. Sayangnya saya belum punya data tentang itu.

[caption id="attachment_339912" align="alignnone" width="600" caption="Gambar 3 : Harga minyak mentah rata-rata selama 10 tahun terakhir. Sumber: nasdaq.com"]

14091750321341841720
14091750321341841720
[/caption]

[caption id="attachment_339914" align="alignnone" width="600" caption="Gambar 4 : Harga minyak mentah rata-rata selama 1 tahun terakhir. Sumber: nasdaq.com"]

14091752861084453715
14091752861084453715
[/caption]

[caption id="attachment_339915" align="alignnone" width="600" caption="Gambar 5 : Harga minyak mentah rata-rata 6 bulan terakhir. Sumber: nasdaq.com"]

1409175331995727551
1409175331995727551
[/caption]

Lalu bagaimana jika melihat Pengurangan Subsidi BBM dari sisi Pak JKW ?

Tentunya secara moral Pak JKW punya beban hutang janji kepada masyarakat selama kampanye pencapresannya. Memang janji-janjinya cukup substansial, tapi bagi sebagian orang menilai Pak JKW terlalu menggampangkan sehingga janji-janjinya dinilai kurang realistis. Beberapa janji-janji Pak JKW adalah :


  1. Menjaga keutuhan NKRI
  2. Memperkuat pertahanan dan ketahanan negara
  3. Buy back (pembelian kembali) asset negara (Indosat/Palapa, PT Telkom)
  4. Pembangunan infrastruktur / Jalan TOL Laut
  5. Kesehatan gratis
  6. Pendidikan gratis sampai SMA
  7. e-Government dalam 2 minggu, dll, saya lupa.


Dari janji-janji tersebut tentunya akan butuh dana dan effort yang sangat besar dan cepat. Ketika membutuhkan dana segar yang besar dan cepat maka kemungkinan pertama yang akan dilirik adalah subsidi BBM, karena dari realisasi 2013 saja angkanya sudah fantastis, yaitu sebesar Rp. 224 T. Jika separuhnya saja bisa dikurangi itu sudah setara dengan lebih dari 3 kali keuntungan Pertamina tahun 2013 dan sudah cukup untuk merealisasikan sebagian janji-janjinya. Hanya masalahnya Pak JKW juga tidak mau memulai masa jabatannya dengan mengambil keputusan tidak populer dengan menaikkan harga BBM subsidi (baca: mengurangi subsidi BBM). Makanya PDIP yang mengusung Pak JKW yang sebelumnya getol kampanye menolak kenaikan harga BBM kemudian menghadapi buah simalakama antara janji kampanye, keputusan tidak populer dan kebutuhan dana besar dan cepat. Dan untuk mengurangi beban simalakama tersebut maka meminta Pak BeYe untuk menaikkan harga BBM subsidi (mengurangi subsidi BBM) sebelum Oktober 2014 (sebelum pelantikan Presiden baru).

Memang ada pos lain yang bisa diambil untuk mengumpulkan dana segar, besar dan cepat untuk merealisasikan janji-janji kampanye Pak JKW selain mengambil dana dari dana subsidi BBM yang Rp. 224 T, misal :


  • Menaikkan pajak
  • Pinjaman / hutang luar negeri
  • Menjual / menggadaikan asset negara


Tapi dari semua pilihan yang ada, semuanya pil pahit yang harus dipilih. Tinggal lagi Pak JKW mau mengambil pil yang mana.

Jika melihat masa pemerintahan Pak BeYe yang relatif tinggal hitungan hari saja, kecil kemungkinan Pak BeYe akan menaikkan harga bbm, karena butuh persiapan matang atas dampak efek domino dari pengurangan subsidi BBM tersebut. Jadi ada bagusmya memang seperti sekarang; melakukan pengkondisian melalui media agar masyarakat bisa memaklumi jika nantinya memang akan dilakukan pengurangan subsidi bbm. Hanya mungkin sebaiknya dilakukan dengan cara yang lebih cantik dan elegant, tidak grasa-grusu dan provokatif. Mungkin Pak JKW harus belajar elmu Sunyi Sang Resi dari Pak BeYe supaya bisa calm n confident, pelan tapi pasti. Buktinya 10 tahun masa Pak BeYe beberapa kali perubahan harga BBM bersubsidi bisa anteng-anteng saja.

Jadi perlukan subsidi BBM dikurangi ?

Terserah melihatnya dari sisi mana... :)

[caption id="attachment_340114" align="alignnone" width="500" caption="Pak BeYe dan BBM Bersubsidi"]

1409291552994375734
1409291552994375734
[/caption]

Yang jelas Pak BeYe dah berkail-kali bilang tidak akan mengurangi sibsidi BBM, karena masih bisa disiasati dengan kontrol supply, dan jika memang nanti akan terjadi "kenaikan harga bbm" dalam waktu dekat ini adalah bukan kenaikan harga bbm, melainkan pengurangan subsidi bbm. Karena yang akan berubah harganya hanya produk-produk PSO yaitu bbm bersubsidi, yaitu Premium dan solar, dan mestinya harga Pertamax dan bahan bakar non subsidi lainnya tidak akan berubah. Dan tampaknya memang akan terjadi di bulan Novermber 2014 seperti yang dilansir disini.

_________________________________________________

Sumber :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun