Mohon tunggu...
Gitakara Ardhytama
Gitakara Ardhytama Mohon Tunggu... Penulis

Penulis buku Pejuang Kenangan (2017), Hipotimia (2021) dan Ruang Ambivalensi (2025). Pemimpin Redaksi CV. TataKata Grafika. Aktif menulis artikel dan essai di berbagai platform digital.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kenapa Kita Lebih Mudah Menghargai Orang Asing daripada Tetangga Sendiri?

30 September 2025   07:36 Diperbarui: 30 September 2025   11:16 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Rumah Bertetangga. (Sumber foto: pexels.com/jessica bryant)

Sementara itu, orang asing datang silih berganti, hadir tanpa membawa beban masa lalu pada hidup kita. Kita menganggap mereka tidak membawa ingatan buruk juga, dan karena faktor itulah, kita jadi lebih mudah menghargai dan menaruh respek kepada mereka yang baru kita temui.

Ekspektasi Tinggi pada Orang Dekat

Kepada tetangga, kita sering kali memasang ekspektasi yang amat tinggi. Kita berharap mereka menjaga ketertiban sekitar, tidak membuat bising, sopan ketika berbicara, atau ikut terlibat dalam kegiatan bersama di lingkungan sekitar rumah.

Sehingga saat ekspektasi tinggi itu tidak terpenuhi satu saja, rasanya seperti sebuah luka personal bagi kita. Sangat membekas dalam ingatan dan cenderung sulit dilupakan.

Berbeda jika kita membicarakan orang asing, apalagi yang hanya kita temui sekilas, kita berekspektasi aneh-aneh terhadap mereka. Maka saat mereka berbuat baik sedikit saja, rasanya seperti kita mendapatkan sebuah bonus yang tidak terduga. Dibanjiri dengan rasa kagum yang melonjak tiba-tiba, akibatnya sikap menghargai yang muncul pun jauh lebih tulus dan bertahan lebih lama.

Fenomena ini sebenarnya mirip dengan fenomena hubungan antara kita dengan keluarga dan teman. Seringkali kita lebih sabar dan pemaaf terhadap kesalahan teman kita, daripada kesalahan saudara sendiri.

Padahal, bisa jadi skala kesalahannya sama. Tapi karena kita menganggap hubungan dan interaksi keluarga lebih personal, maka rasa sakit hati yang muncul lebih sulit dilupakan dan sikap serta perasaan hormat pada mereka pun turun drastis.

Lingkar Sosial yang Kental dengan Budaya Perbandingan Sosial

Kehidupan sosial modern, terlebih dalam konteks bertetangga, di Indonesia, sangat amat erat dengan budaya membandingkan satu sama lain. Fenomena ini biasa disebut social comparison dalam ilmu psikologi, atau dalam bahasa yang lebih nyeleneh kita biasa mendengar istilah nyinyir.

Masyarakat kita cenderung nyinyirin (membandingkan) banyak hal antara tetangga satu dan lainnya. Kita cenderung membanding-bandingkan siapa yang rumahnya lebih bagus, siapa yang motornya lebih baru, siapa yang mobilnya lebih mahal dan lebih canggih, siapa yang anaknya jauh lebih berprestasi secara akademik.

Bahkan ada yang saya pernah temui, sampai membandingkan siapa yang lebih sering menyumbang dengan nominal besar, saat ada acara di sekitar rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun