Mohon tunggu...
Gita Puspita Ningrum
Gita Puspita Ningrum Mohon Tunggu... Mahasiswa - 102190121 HUKUM EKONOMI SYARIAH (HES E)

Tugas UAS Hukum & Pengelolaan ZIS di Indonesia Semester 4 Hukum Ekonomi Syariah (HES E) 102190121

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Manajemen Pengelolaan Zakat Menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Dasar

22 Mei 2021   20:43 Diperbarui: 22 Mei 2021   21:02 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

A. Pendahuluan

Manajemen pelaksanaan zakat melibatkan sejumlah kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan harta benda sejak pengumpulan, pendistribusian, pengawasan, pengadministrasian, serta pertanggungjawaban harta zakat. Untuk mengembangkan kegunaan dan hasil guna, zakat wajib dikelola dengan melalui lembaga-lembaga yang telah sesuai dengan syariat Islam, amanah, bermanfaat, adil, memiliki kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas sehingga mampu untuk meningkatkan efisiensi serta efektivitas pelayanan dalam pengelolaan zakat.[1]

Salah satu dari penyebab terhambatnya fungsi zakat yaitu sebagai instrumen pemerataan, serta juga belum optimalnya dan kurangnya efektif sasaran untuk zakat yaitu karena manajemen pengelolaan zakat yang belum terlaksana sebagaimana mestinya, baik dari soal pengetahuan pengelolaan ataupun instrumen dari manajemen pengelolaan dan sasaran zakat itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengelolaan zakat yang lebih optimal lagi sehingga dapat meningkatkan peranan serta fungsi zakat dalam mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan. Tanpa adanya manajemen, zakat yang notabennya sebagai modal pembangunan tidak akan memberikan dampak yang signifikan terhadap pemecahan masalah sosial ekonomi umat.[2]

Di Indonesia sendiri sejak zakat pertama kali dikelola tanpa keterlibatan negara. Zakat dijalankan secara individual dan tardisional, dengan ditunjang dari dua institusi keagamaan terpenting yaitu masjid dan pesantren. Manajemen zakat di Indonesia sendiri mengalami kebangkitan saat ada ditangan para masyarakat sipil di tahun 1990. Pada era inilah yang kemudian dikenal menjadi era pengelolaan zakat yang secara professional dan modern yang memiliki prinsip manajemen serta memiliki tata kelola sebuah organisasi yang baik. Sejak masa inilah potensi yang dimiliki zakat yang berada di Indonesia mulai kembali tergali dengan banyaknya pengaruh yang semakin meluas dan signifikan.[3]

Saat yang paling terpenting dalam dunia zakat di Indonesia adalah ketika terjadi sejak saat zakat secara resmi masuk ke dalam dunia hukum positif yang ada di Indonesia dengan keluarnya Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat tersebut, yang merupakan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999. Sejak keluarnya Undang-Undang inilah lembaga-lembaga amil zakat tumbuh cepat, mulai dari tingkat pusat sampai dengan daerah. Sesuai dengan berlakunya Undang-Undang tersebut pemerintah berfungsi sebagai regulator (pengatur), motivator (motivasi), dan fasilitator (fasilitas) dalam pengelolaan zakat.

B. Pembahasan

1. Manajemen Pengelolaan Zakat Dalam Hukum Islam

Zakat secara etimologi berasal dari kata yang merujuk dalam makna kesucian, bertambah, tumbuh dan atau berkembang, serta keberkahan.[4] Zakat dalam arti suci adalah membersihkan diri, serta membersihkan jiwa dan harta. Mereka yang sudah dan mampu untuk mengeluarkan zakat, maka ia telah dan sudah membersihkan jiwa serta seluruh dirinya dari penyakit kikir, dan juga membersihkan seluruh hartanya dari hak orang lain. Zakat memiliki arti tumbuh dan berkembang karena dengan adanya zakat dapat diharapkan harta seseorang terus tumbuh serta bertambah, baik itu dalam bentuk nyata di dunia maupun di akhirat.[5] Selain itu, zakat dalam arti berkah yaitu harta yang telah dikeluarkan zakatnya secara kualitatif dan akan mendapatkan berkah serta akan berkembang walaupun itu secara kuantitatif dan nantinya jumlahnya akan berkurang.[6]

Secara terminologi, Madzhab Maliki menjelaskan bahwa zakat dengan mengeluarkan sebagian dari harta yang dimiliki khusus yang sudah mencapai nis   (batas   minimal   wajib   zakat)   terhadap   orang-orang   yang   berhak menerima zakat. Madzhab Hanafi mengartikan bahwa zakat dengan dijadikan sebagian hak yang khusus dan dari harta yang khusus tersebut sebagai milik orang yang khusus pula, yang ditentukan oleh syari'at. Menurut Madzhab Syafi'i, zakat adalah sebuah ungkapan yang keluarnya harta sesuai dengan cara yang khusus. Sedangkan menurut Madzhab Hambali, zakat yaitu hak yang wajib dan harus dikeluarkan dari harta yang khusus serta untuk kelompok yang khusus pula yang telah diisyaratkan dalam Al-Qur'an.[7]

Meskipun para ulama telah mendefinisikan arti zakat dengan kalimat yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya sama,  yaitu  merupakan sebagian harta benda yang wajib dan harus diberikan oleh orang-orang tertentu dengan beberapa syarat, atau dengan ketentuan kadar harta tertentu yang diberikan kepada orang-orang yang berhak menerima zakat dengan beberapa syarat tertentu pula. Ada beberapa unsur yang harus terpenuhi dan dipenuhi, yaitu seperti adanya pemberi (muzakki) , adanya harta benda, adanya kelompok yang berhak menerima (mustahik), memiliki takaran (nisab), serta waktu yang telah ditentukan.[8]

Sedangkan menurut ahli ekonomi Islam kontemporer menjelaskan bahwa zakat sebagai harta yang sudah ditetapkan oleh pemerintah atau pejabat yang berwenang, untuk masyarakat umum ataupun individu yang sifatnya mengikat serta final, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dari delapan golongan yang telah ditentukan di dalam Al-Qur'an, dan guna memenuhi tuntutan politik keuangan Islam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun