Mohon tunggu...
Giselle Ameris Wibowo
Giselle Ameris Wibowo Mohon Tunggu... Lainnya - Giselle

17

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kepercayaan Orangtua adalah Kunci

16 Juni 2021   10:52 Diperbarui: 16 Juni 2021   11:36 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sering kali terjadi perbedaan pendapat di kalangan orang tua mengenai kapan seharusnya anak mulai untuk diberi kebebasan memilih. Jika pada artikel lain membahas dari sudut pandang orang tua pada kali ini saya akan mencoba membahasnya dari sudut pandang anak. 

Merasa bersyukur

Saya bersyukur karena bisa tumbuh di tengah keluarga yang memberikan kebebasan bagi saya untuk menentukan pilihan dan melakukan hal yang saya sukai. Dari kebebasan yang diberikan itu, saya justru bisa jauh lebih berkembang dibanding diri saya yang sebelumnya. Tentunya saran kritik dari orang tua selalu diberikan dalam prosesnya. dengan kebebasan yang diberikan, saya bisa mempelajari konsekuensi dari setiap hal yang saya pilih. Saya berpendapat bahwa justru ini saatnya untuk belajar mandiri selagi masih ada orang tua yang bisa menjaga dan mendukung kita dari belakang. Adakalanya pilihan yang dibuat kurang tepat, namun hal itu justru menjadi pelajaran tersendiri mengenai bagaimana kita harus bisa lebih bijak dalam mengambil keputusan.

Misi spesial dari mama

Pada Desember 2019, seminggu sebelum saya berumur 16 tahun, mama memberikan misi kepada saya untuk pergi ke Singapura sendiri. Iya sendiri, benar-benar tanpa teman, orang tua, dan kenalan. Tujuannya adalah untuk menguji saya dalam life skill, sekaligus mempelajari desain di sebuah universitas di Singapura. Uang yang diberikan mama sebenarnya cukup untuk saya tinggal di sana selama 5 hari. Namun dalam prosesnya, banyak hal yang terjadi di luar dugaan yang mengakibatkan saya terdesak dan justru menjadi pengalaman berharga yang tidak mungkin saya lupakan.

 

Tantangan satu: hostel

Saya tiba di Singapura pada malam hari dan hendak menuju ke hostel. Semuanya berjalan lancar, karena memang saya telah melakukan riset lebih dulu tentang jalan, transportasi, dan bagaimana saya bisa sampai ke hotel. Hingga tiba-tiba mama menelpon saya dan berkata bahwa ia lupa membayar hostel yang saya akan tinggali selama 5 hari. Kaget itu sudah pasti. Uang yang semula cukup kini terpotong banyak, sehingga saya harus berhemat dan lebih bijak dalam pengeluaran 5 hari kedepan. 

Kamar yang saya tempati bisa untuk 4 orang. pada saat itu, saya bertemu dengan sesama backpacker. Ada yang dari Australia dan ada pula yang dari Malaysia. Karena sama-sama sendirian, maka kami mengobrol banyak hal. Disini saya melatih kemampuan komunikasi dan juga melatih toleransi saya. Sungguh menyenangkan bisa bertemu dengan orang baru. 

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Tantangan kedua: memutuskan destinasi sendiri

Kita sudah terbiasa untuk mengikuti keputusan orang tua tentang destinasi wisata. Namun pada kali ini hanya saya sendiri, sehingga saya juga belajar dalam mengenali diri sendiri tentang apa yang ingin saya lakukan, trip seperti apa yang saya inginkan, dan lain-lain. Kemudian saya menemukan bahwa ternyata trip yang saya ingini adalah trip kuliner. Hal ini sebenarnya cukup berbeda dari yang biasa keluarga lakukan, karena biasanya kami lebih suka mengunjungi destinasi wisata anak seperti taman hiburan, tempat mainan, dan lain-lain. Dengan uang sudah terpotong banyak di hotel, maka saya juga harus pintar-pintar mengelola agar tujuan trip ini tetap terlaksana. Beberapa kali saya lebih memutuskan berjalan kaki, meski agak jauh, agar bisa menghemat biaya MRT yang saya keluarkan. 

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Tantangan ketiga: Imigrasi

Sebenarnya masalah ini sudah mulai saya sadari sejak akan berangkat. Petugas bandara memberitahu kami bahwa penerbangan internasional dari Indonesia hanya bisa dilakukan tanpa surat wali saat umur diatas 16 tahun. Saat akan berangkat tentu bukan menjadi masalah, karena mama bisa tanda tangan surat tersebut. permasalahannya adalah siapa orang di Singapura yang akan menandatangani surat tersebut saat saya akan pulang ke Indonesia? Sementara saya hanya berangkat seorang diri. Hal ini benar-benar di luar dugaan kami. Mama sebenarnya mencoba membantu mencarikan teman yang berada di Singapura. namun hasilnya tidak ada yang bisa membantu. Akhirnya semua kembali lagi pada bagaimana aksi saya dalam mengatasi tantangan ini. Mama hanya bisa memberi saran. opsi yang diberikan ada 2: 

  1. meminta tolong teman yang mengikuti kelas yang sama di universitas

  2. meminta tolong secara acak pada orang Indonesia yang terbang dengan pesawat yang sama dengan saya untuk menandatangani surat wali

Pilihan yang kedua sebenarnya benar-benar saya hindari, karena bagaimanapun cukup beresiko dan cukup sulit untuk meyakinkan orang yang baru kita kenal. Maka saya memilih opsi yang pertama. Saya mencoba menjelaskan kepada teman kondisi saya, awalnya tidak ada yang bisa, karena mereka terbang sebelum jadwal saya. Hingga akhirnya ada seorang teman dengan ayahnya bersedia membantu saya. 

Saya sangat bersyukur dengan bantuan mereka. Tidak bisa saya bayangkan bagaimana jadinya jika tidak ada mereka. Kebaikan ini akan terus saya ingat dan menjadi pelajaran bagi saya untuk lebih hati-hati dalam melihat peraturan yang ada di masa depan.

Tiba di Indonesia

saya sangat lega begitu saya bisa tiba di jakarta dan bertemu dengan keluarga. saya merasa puas, karena bagaimanapun ini adalah pencapaian baru. sudah tidak sabar rasanya untuk menceritakan segala yang terjadi di Singapura. Bagaimana saya tersesat, bagaimana saya salah jalur MRT, dan lain-lain. Semuanya adalah pengalaman yang sebenarnya cukup memalukan, tapi selalu menarik untuk diceritakan. 

Hal yang membanggakan lainnya adalah saya bisa mengembalikan uang sisa ke orang tua bahkan saya tetap bisa menikmati kuliner yang saya inginkan. Sungguh pengalaman baru dan pelajaran baru bagi saya. 

Dengan kepercayaan membiarkan saya pergi sendiri, saya bisa belajar banyak sekali soft skill dan pengetahuan baru. Tak hanya di kegiatan itu orang tua memberikan kebebasan, tetapi juga dalam hal studi. Orang tua terus mendukung passion saya di riset dan juga mendukung saya untuk terlibat berorganisasi. 

Percaya bukan berarti membiarkan

meski saya diberi kebebasan, namun orang tua selalu mengawasi saya dan memberikan masukan terhadap hal yang saya lakukan. Sehingga saya bisa belajar sambil melakukan hal yang saya sukai. Selalu ada pembelajaran di setiap prosesnya. Dengan memberi kesempatan pada saya untuk mencoba, saya bisa mengerti hal yang benar-benar saya sukai atau tidak sukai, serta hal yang saya kuasai untuk kemudian lebih dikembangkan dan menjadi karakteristik diri. 

Giselle Ameris 

16 Juni 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun