Wajib Pajak atau Penanggung Pajak
Wajib Pajak Orang Pribadi
Berikut adalah pihak-pihak yang termasuk sebagai Wajib Pajak orang pribadi atau dapat bertindak sebagai Penanggung Pajak untuk orang pribadi:
- Orang pribadi bersangkutan: Ini adalah individu yang secara langsung memiliki kewajiban perpajakan.
- Istri dari WP Pribadi yang bersangkutan: Dalam kondisi tertentu yang diatur oleh peraturan perpajakan (misalnya, dalam hal penggabungan penghasilan atau harta), istri dapat menjadi pihak yang bertanggung jawab atas kewajiban pajak suami.
- Ahli waris, pelaksana wasiat, atau pihak yang mengurus harta peninggalan: Jika Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia, kewajiban pajaknya beralih kepada ahli waris, pelaksana wasiat, atau pihak yang mengurus harta peninggalannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mereka bertanggung jawab atas utang pajak pewaris sepanjang harta warisan belum dibagi.
- Para ahli waris yang bertanggung jawab atas utang pajak dan biaya penagihan pajak apabila warisan telah dibagi: Setelah warisan dibagi, tanggung jawab atas utang pajak pewaris dan biaya penagihannya dapat beralih kepada masing-masing ahli waris sesuai dengan bagian warisan yang diterima.
- Wali bagi anak yang belum dewasa dengan ketentuan diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan: Anak yang belum dewasa yang memiliki penghasilan atau harta dapat memiliki kewajiban pajak. Dalam hal ini, wali bertanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban pajak tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.
- Pengampu bagi orang yang berada dalam pengampuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan: Orang yang berada di bawah pengampuan (karena kondisi tertentu) yang memiliki penghasilan atau harta dapat memiliki kewajiban pajak. Pengampunya bertanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban pajak tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Wajib Pajak Badan
Berikut adalah pihak-pihak yang termasuk sebagai Wajib Pajak badan atau dapat bertindak sebagai Penanggung Pajak untuk badan:
- WP Badan bersangkutan: Ini adalah badan hukum atau entitas usaha lainnya yang secara langsung memiliki kewajiban perpajakan.
- Pengurus dari WP Badan: Pengurus (seperti direktur, komisaris, atau pihak lain yang memiliki wewenang dalam pengelolaan badan) dapat dimintai pertanggungjawaban atas kewajiban pajak badan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, terutama dalam hal penagihan utang pajak.(Efi Friantin, 2019)
Modul Dosen : Prof. Dr. Apollo Daito, M.Si.Ak
Jenis-Jenis Penagihan Pajak
1. Penagihan Pasif:
- Dalam jenis penagihan ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bertindak pasif dalam arti hanya menerbitkan surat-surat ketetapan atau tagihan pajak yang menyebabkan timbulnya atau bertambahnya utang pajak.
- Dokumen-dokumen yang diterbitkan meliputi:
- Surat Tagihan Pajak (STP): Diterbitkan untuk menagih pajak terutang, kekurangan pembayaran pajak, serta sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB): Diterbitkan jika terdapat kekurangan pembayaran pajak.
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT): Diterbitkan jika setelah SKPKB diterbitkan, ditemukan lagi kekurangan pembayaran pajak.
- Surat Pembetulan (SK Pembetulan): Diterbitkan untuk membetulkan kesalahan tulis, hitung, atau penerapan ketentuan dalam surat ketetapan pajak atau surat tagihan pajak.
- Surat Keberatan (SK Keberatan): Merupakan surat keputusan atas keberatan Wajib Pajak yang menyebabkan jumlah pajak terutang menjadi lebih besar.
- Putusan Banding: Putusan dari Pengadilan Pajak yang menyebabkan jumlah pajak terutang menjadi lebih besar.
- Ciri utama penagihan pasif adalah DJP menunggu tindakan dari Wajib Pajak berdasarkan surat-surat yang telah diterbitkan.
2. Penagihan Aktif:
- Jenis penagihan ini melibatkan tindakan aktif dari fiskus (petugas pajak) bersama dengan juru sita pajak.
- Fiskus dan juru sita pajak berperan aktif dalam tindakan sita dan lelang.
- Sita: Tindakan penyitaan aset Wajib Pajak yang tidak melunasi utang pajaknya setelah melewati batas waktu yang ditentukan.
- Lelang: Tindakan penjualan aset yang telah disita secara umum untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan.
- Penagihan aktif dilakukan jika Wajib Pajak tidak merespons atau tidak melunasi utang pajaknya setelah diterbitkan surat-surat penagihan pasif.
3. Penagihan Seketika dan Sekaligus:
- Jenis penagihan ini merupakan tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh fiskus atau juru sita pajak kepada Wajib Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran pajak.
- Penagihan ini juga meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
- Penagihan seketika dan sekaligus dapat dilakukan dalam kondisi tertentu yang diatur oleh peraturan perundang-undangan perpajakan, misalnya jika ada indikasi Wajib Pajak akan meninggalkan Indonesia atau memindahtangankan asetnya untuk menghindari pembayaran pajak.(Efi Friantin, 2019)
Modul Dosen : Prof. Dr. Apollo Daito, M.Si.Ak
Langkah-langkah Penagihan Pajak (PMK Nomor 189/PMK.03/2020)
- Surat Teguran: Setelah tanggal jatuh tempo pembayaran utang pajak terlewati dan Wajib Pajak belum melakukan pelunasan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan menerbitkan Surat Teguran. Jangka waktu penerbitan Surat Teguran umumnya adalah 7 hari setelah tanggal jatuh tempo. Surat ini berfungsi sebagai pemberitahuan resmi dan peringatan tertulis kepada Wajib Pajak agar segera melunasi utang pajaknya. Surat Teguran mencantumkan detail utang pajak (jenis, masa/tahun pajak, nomor dan tanggal ketetapan/tagihan, jumlah terutang) serta konsekuensi yang akan dihadapi jika tidak segera melakukan pembayaran, yaitu tindakan penagihan yang lebih lanjut.
- Surat Paksa: Jika setelah 21 hari sejak tanggal Surat Teguran disampaikan kepada Wajib Pajak, utang pajak beserta biaya penagihan belum juga dilunasi, DJP akan menerbitkan Surat Paksa. Surat Paksa merupakan langkah penagihan yang lebih tegas dan memiliki kekuatan hukum untuk memaksa Wajib Pajak melunasi utangnya. Penerbitan Surat Paksa menjadi dasar bagi tindakan penagihan aktif berikutnya, seperti penyitaan aset Wajib Pajak. Surat Paksa berisi perintah kepada Juru Sita Pajak untuk melaksanakan penagihan dan memberikan peringatan bahwa jika dalam waktu 2x24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan Wajib Pajak tidak melunasi utangnya, maka akan dilakukan penyitaan.
Modul Dosen : Prof. Dr. Apollo Daito, M.Si.Ak
- Penyitaan: Apabila Wajib Pajak tetap tidak melunasi utang pajaknya dalam jangka waktu 2x24 jam setelah pemberitahuan Surat Paksa, Juru Sita Pajak berhak melakukan Penyitaan. Penyitaan adalah tindakan hukum berupa penguasaan sementara aset Wajib Pajak oleh negara untuk dijadikan jaminan pelunasan utang pajak dan biaya penagihan. Dalam proses penyitaan, Wajib Pajak memiliki hak untuk meminta Juru Sita Pajak menunjukkan kartu tanda pengenal, menerima salinan Surat Paksa dan Berita Acara Penyitaan, mengusulkan urutan barang yang akan dilelang (meskipun keputusan akhir ada pada DJP), serta diberikan kesempatan terakhir untuk melunasi utang sebelum lelang dilaksanakan. Kewajiban Wajib Pajak saat penyitaan adalah membantu Juru Sita dalam melaksanakan tugasnya (termasuk memberikan akses ke lokasi aset dan informasi yang diperlukan) serta dilarang memindahtangankan, menghipotekkan, atau menyewakan barang yang telah disita. Pencabutan Sita dapat terjadi jika utang pajak dan biaya penagihan telah lunas, adanya putusan pengadilan yang membatalkan penyitaan, atau terpenuhinya kondisi tertentu yang diatur dalam peraturan (misalnya aset musnah, penyerahan aset lain sebagai jaminan, daluwarsa penagihan).
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!