Pendahuluan
Penagihan utang pajak adalah aspek krusial dalam administrasi perpajakan untuk memastikan penerimaan negara. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 189/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak Atas Jumlah Pajak Yang Masih Harus Dibayar  merupakan regulasi terkini yang mengatur proses ini secara komprehensif, meliputi tahapan, surat paksa, penyitaan, pelelangan, dan upaya pelunasan lainnya. Pemahaman mendalam terhadap PMK ini penting bagi aparat pajak, wajib pajak, dan pihak terkait untuk meningkatkan kepatuhan dan efektivitas penagihan.(Pratama, 2023)
Penagihan Utang Pajak
Utang Pajak: Adalah sejumlah pajak yang masih harus dibayar oleh wajib pajak. Jumlah ini sudah termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak (SKP) atau surat sejenis lainnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Jadi, utang pajak bukan hanya pokok pajaknya saja, tetapi juga potensi adanya sanksi akibat keterlambatan atau ketidakpatuhan.
Penagihan Pajak: Didefinisikan sebagai serangkaian tindakan atau proses yang dilakukan oleh penanggung pajak (dalam hal ini adalah wajib pajak) dalam rangka melunasi utang pajaknya beserta biaya penagihannya. Ini berarti, penagihan pajak dalam konteks definisi ini dilihat dari sudut pandang tindakan aktif yang dilakukan oleh wajib pajak untuk menyelesaikan kewajibannya.
Dasar Hukum Penagihan Pajak
Dasar Penagihan atas PPh, PPN, PPnBM, dan Bunga Penagihan:
Untuk jenis pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), serta bunga penagihan, dasar penagihannya meliputi dokumen-dokumen berikut:
- STP (Surat Tagihan Pajak): Surat ini diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menagih pajak terutang, kekurangan pembayaran pajak, sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.
- SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar): Surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang kurang dibayar, jumlah sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan/atau kenaikan, jumlah Pajak Penghasilan yang kurang dipotong atau kurang dipungut, jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang kurang dibayar.
- SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan): Surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam SKPKB.
- Surat Keputusan Pembetulan: Surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
- Surat Keputusan Pemberatan: Surat keputusan atas keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak terhadap surat ketetapan pajak atau pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga.
- Putusan atas Banding: Putusan dari Pengadilan Pajak atas sengketa pajak yang diajukan oleh Wajib Pajak.
- Putusan atas Peninjauan Kembali: Putusan dari Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali terhadap putusan Pengadilan Pajak.
Dasar Penagihan PBB:
Untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dasar penagihannya meliputi dokumen-dokumen berikut:
- SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang): Surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang kepada Wajib Pajak.
- SKP (Surat Ketetapan Pajak): Dalam konteks PBB, ini bisa merujuk pada Surat Ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan (SKP PBB) yang diterbitkan jika terdapat ketidaksesuaian atau koreksi atas SPPT.
- STP (Surat Tagihan Pajak): Sama seperti pada jenis pajak lainnya, STP juga dapat diterbitkan untuk menagih kekurangan pembayaran PBB atau sanksi administrasi.(Ilmu & Unesa, 2017)