Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kompasianer yang Tidak Kompasianis

27 Mei 2014   04:53 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:04 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi: starbridge.com.au)

[caption id="" align="aligncenter" width="450" caption="(ilustrasi: starbridge.com.au)"][/caption] Menulis di Kompasiana harus sejatinya berdasar ruh Sharing and Connecting. Dan dua kata sharing and connecting yang mewakili sifat kompasianis para Kompasianer. Menulis artikel memang memenuhi ruh Sharing, namun percuma jika ruh Connecting dimarjinalkan. Ruh yang sejatinya menjadi sepasang sejoli sedarah dan sehati di Kompasiana jangan semena-mena dipisahkan. Atau sengaja dipisahkan demi tujuan tertentu. Dan sering saya menjumpai artikel semacam ini. Artikel yang dibuat Kompasianer yang tidak kompasianis. Kompasianer sejatinya 'mengamalkan' ruh Sharing and Connecting (Kompasianis) seutuhnya. Membuat artikel sekaligus menanggapi atau berdiskusi atas komentar yang ada. Bahkan kadang sampai berdebat kesana-sini tentang artikel yang sudah dibuatnya. Kadangpun, sampai ada kata-kata misuh-misuh (marah-marah, Jawa) saat berkomentar. Bahkan ada akun yang sengaja dibuat untuk berkomentar merendahkan Kompasianer lain. Dan, ini adalah hakikat Connecting. Hakikat kompasianis yang eksis setelah Sharing dilakukan. [caption id="" align="aligncenter" width="441" caption="(ilustrasi: inet113110110.wordpress.com)"]

(ilustrasi: inet113110110.wordpress.com)
(ilustrasi: inet113110110.wordpress.com)
[/caption] Dan sudah cukup banyak interaksi yang kompasianis oleh Kompasianer. Interaksi yang membuat hidup suatu artikel. Dan dengan semangat yang kompasianis (Sharing and Connecting) inilah seorang penulis menjadi utuh. Utuh untuk bisa Sharing dengan bidang ilmu atau hobi yang ditulis. Untuk kemudian menjadi hal yang wajar untuk dikritisi dan dikomentari. Baik komentar atau kritik pedas. Maupun pujian dan apresiasi. Dan hak bagi Kompasianer juga untuk meliberasi komentar. Sayangnya, banya artikel yang beredar di timeline artikel terbaru menjemukan. Artikel ini biasanya dalam bentuk paper atau makalah. Dari judulnya saja sudah sangat ilmiah dan cenderung dogmatis, Dan jika dilihat isinya sduah seperti copas dan publish dari dokumen Word. Karena format Word bisa langsung di-copas ke format artikel baru di Kompasiana. Dan setelah saya lihat, ada tag yang spesifik di akhir artikel yang dibuat. Tag yang memang benar-benar khusus dibuat. Ini beberapa contoh artikel yang saya temukan adalah tugas. Artikel berikut memiliki tag yang spesifik yaitu akhmadmukhlis27. Coba saja Kompasianer sekalian search di navbar kanan atas laman muka Kompasiana. Ada banyak artikel dengan tag tadi. Dan semuanya membahas satu topik. Tentunya dibuat oleh beberapa akun Kompasianer berbeda. Dan toh, beberapa akun tadi dibuat hanya untuk memenuhi tugas menulis artikel di Kompasiana. Faktanya, artikel ini memiliki sedikit sekali hits dan komentar. Karena Kompasianer saya kira sudah sangat faham sekali artikel semacam ini. Artikel-artikel yang memang dibuat untuk memenuhi tugas. Sepertinya dosen atau guru yang meminta membuat artikel-artikel ini. Namun mahasiswa atau siswa yang membuat juga seolah hanya hit and run. Membuat dan lalu meninggalkan begitu saja. Seolah kalau sudah copas artikel untuk tugasnya, sudah cukup sah. Sekadar Sharing tapi tidak sama sekali Connecting. Tidak kompasianis. Mungkin pula, para pembuat artikel tugas ini faham betul lingkungan Kompasiana seperti apa. Lingkungan yang berisi penulis hebat dan mumpuni. Dipenuhi para publik figur, baik yang mau muncul atau sengaja tidak ingin muncul. Dan saya yakin pula, artikel yang mereka buat pun dibuat percuma saja. Karena toh nanti dosen atau guru mereka bisa men-search tag di Kompasiana lalu tugas selesai. Ketimpangan yang membuat timeline artikel baru jenuh dan membosankan. Saya hanya berpesan saja buat mereka yang membuat tugas dan men-share artikel di Kompasiana. Karya tulis kalian sangat-sangat kami hargai, namun artikel kalian agak salah tempat. Jika sekadar ruh Sharing saja yang coba kalian lakukan di sini, cukuplah buat blog atau wordpress kalian. Toh tag itu juga bisa di-embed di artikel di blog atau wordpress kalian. Dan dengan mengelola blog sendiri untuk menulis artikel saya fikir akan membuat kalian lebih bertanggung jawab. Interaksi dengan dosen atau guru kalian bisa lebih intensif. Memang menjadi hak kalian menulis di Kompasiana. Namun jangan kalian bersikap tidak kompasianis. Dengan menyingkirkan ruh Connecting. Dan untuk para dosen atau guru yang meminta mahasiswa atau gurunya membuat artikel. Baiknya menimbang kembali untuk men-share artikel tugas di Kompasiana. Atau coba judul dan isi dikemas lebih ciamik dan menarik untuk dibaca dan ditelaah. Salam, Solo 26 Mei 2014 09:43 pm

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun