Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Apa Sih Jenis Kelamin Tulisan Kita?

7 Oktober 2015   23:34 Diperbarui: 9 Oktober 2015   04:03 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sex Symbols - ilustrasi:sheknows.com"][/caption] Pertanyaan yang cenderung konyol coba saya tanyakan. Apakah tulisan yang kita buat memiliki jenis kelamin? Saat semua sibuk dengan dunia tulis menulis, apakah ada dikotomi pria-perempuan untuk tulisan itu ada? Bukan sekadar memahami karya adalah milik penulis yang kebetulan pria atau perempuan saja. Lebih dari itu, apakah tulisan yang kita ciptakan termasuk ke pemilahan jenis kelamin? Bukankah jejak-jejak si penulis, baik pria atau perempuan, bisa saja ada. Lalu tulisan kita memiliki 'jenis kelamin' tertentu.

Tamsilan untuk mensolidifasi preposisi saya adalah, semua penciptaan alami berbasis dikotomi biner. Dengan kata lain, ciptaan didasarkan dua oposisi. Contohnya seperti pria-perempuan, siang-malam, bulan-matahari, panas-dingin, dll. Lalu, ciptaan manusia berupa karya tulis juga laik dikotomi ke dalam jenis kelamin. Tulisan itu seperti anak yang kita ciptakan. Walau dalam hal ini ia akan kekal, namun perlu dikonfirmasi apa jenis kelamin tulisan yang kita buat.

Pra-kondisi Menetukan Jenis Kelamin Tulisan

Ini hanya sebuah asumsi yang kiranya belum bisa valid. Apalagi untuk kesusastraan yang lebih cenderung melihat sisi gender dari karya tulis. Mari kita coba bedakan dahulu antara gender dan jenis kelamin perihal tulisan. Gender menurut definisinya lebih mengacu pada peran individu. Dalam hal tulisan, gender dalam tulisan akan lebih terasa dalam style si penulis pada karyanya. Tulisan akan cenderung berkesan feminis atau maskulin. Dalam hal ini, feminis atau maskulin bukan menjadi indikator jenis kelamin pria atau perempuan.

Sedang jenis kelamin (sex) akan mengacu pada kodrat alam preferensi seksual. Dalam hal ini, mengacu pada signifikasi fisik. Sedang dalam tulisan, yang saya coba angkat adalah 'jenis kelamin'. Dan dalam hal ini, bukan style dalam tulisan. Karena feminis-maskulin adalah kesan yang dibuat. Sehingga, bisa saja kesan ini adalah aksesoris semata. Atau dalam hal ini bisa saya sebut sebagai topeng. Sehingga, jenis kelamin tulisan bisa saja ditutupi. Semua menyangkut kreatifitas si penulis. Terlepas dari apakah si penulis pria atau perempuan.

Walau pemahaman yang coba saya ungkap membuat dahi pembaca berkernyit, bisa saja tulisan kita berjenis kelamin. Indikasi pra-kondisi dari style tulisan bisa jadi menjadi salah satu indikator jenis kelamin tulisan nantinya. Kenapa menjadi salah satu indikator? Karena probabilitas penulis pria membuat tulisan berkesan feminim bisa saja dilakukan. Jadi variabel style adalah pra-kondisi pertama dari penentuan jenis kelamin tulisan.

Contohnya, novel-novel dengan bias gender. Jika ada novel dengan penggambaran kaum perempuan yang subordinatif pada pria, maka bias gender terjadi. Dan novel seperti karya Remi Syllado misalnya banyak bias gender terjadi. Representasi perempuan pada novel masa penjajahan tertindas karena ketidakmampuan dan tidak mempunyai cara untuk mengatasi kesulitan hidup sehingga jatuh pada kenistaan. Ketertindasan mereka alami karena kekuasaan lelaki yang terlalu tinggi (Yanti:2012).

Lalu bisakah hal ini menjadi penentu jenis kelamin tulisan kita? Belum. Karena style yang diciptakan penulis pun menyangkut deskripsi waktu dan tempat sebuah karya tulis. Sedang karya tulis yang ada pun tidak semua berlatar satu waktu di masa lampau.

Pra-kondisi kedua adalah variabel si penulis itu sendiri. Dalam hal ini, kosakata menunjukkan background knowledge penulis untuk menulis. Dalam kasus ini, penggunaan kosakata akan mencoba mengasumsi jenis kelamin karya tulisannya. Karena kosakata pun sejatinya memiliki hakikat feminis-maskulin. Kata 'malam' akan berkesan feminis, dan sebaliknya 'siang' akan berkesan maskulin. Agar berbeda dengan style, tentunya adalah pemahaman bahasa seksis yang digunakan. 

Kemudian siapa penulis itu sebenarnya, dalam hal jenis kelamin. Banyak penulis yang membuat nama pena pria atau berkesan pria. Penulis seperti George Elliot pada era klasik sastra Inggris adalah salah satu contoh penulis yang menggunakan nama pria. Karena pada masanya, penulis perempuan belum begitu menjual. Atau penulis novel Harry Potter, J.K. Rowling yang namanya berkesan pria. Sehingga nama dan jenis kelamin penulis kadang membuat asumsi tulisan berkesan feminim-maskulin. Walau sejatinya, semuanya akan bercampur aduk. Lalu jenis kelamin tulisan pun saya fikir belum bisa ditentukan.

[caption caption="Our brain on sexual preference - ilustrasi: skepchick.org"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun