Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tidak Semua Keluhan Bisa Dishare di Medsos

24 April 2023   23:46 Diperbarui: 26 April 2023   01:24 1119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
A Girl on Megaphone oleh Thirdman (pexels.com)

Menilik kasus warung yang diduga getok harga saat mudik ini, ada hal mengkhawatirkan. Semua dimulai dari kicauan seorang politisi. Tapi beberapa netizen menganggap wajar harga yang dibayar untuk warung di rest area. Warung tersebut akhirnya disanksi 7 hari tidak boleh berdagang.

Kini kicauan tersebut telah dihapus. Politisi pun menganggap semua sudah diatasi pihak terkait. Beberapa netizen menyangkan sikap politisi yang terlalu frontal menyebut nama. Bahkan ada yang mengaitkan bisa merugikan UMKM karena orang akan memilih resto besar atau gerai fastfood. 

Tidak semua yang dikeluhkan bisa dibagi di medsos. Baik bagi akun kecil atau besar, gegara mengeluh bisa menjadi blunder atau malah somasi. Seperti yang terjadi dengan seorang konsumen yang mengeluh layanan klinik kecantikan. Walaupun tidak menyebut jenama skincare sama sekali.

Ada beberapa hal yang mendorong seseorang begitu gegabah mengeluh di medsos. Pertama, adalah saat ia sedang marah, stress, atau sedih. Pada kondisi psikologis macam ini, logika sering menjadi nomor kesekian. Karena sedang kesal dengan harga tinggi makanan di warung rest area, berimbas ke banyak aspek.

Kedua, mengeluh untuk sekadar mengadu. Mengeluhkan layanan kepada penyedianya adalah hak konsumen dan masukan untuk penyedia. Namun mengeluh di medsos lain hal. Mengeluhnya malah ke netizen yang multiperspektif. Seringkali juga pembuat posting hanya menampilkan sisi dramatis dan minim konteks utuh.

Ketiga, mengeluh untuk mencari pembenaran sepihak. Turunan dari faktor kedua, mengeluh di medsos lebih condong mencari pembenaran. Netizen jelas memahami posting yang dibagikan. Karena pemosting biasanya adalah korban, netizen pun membela. Walau bisa juga malah merugikan pihak yang dituduh pemosting.

Keempat, mengeluh karena mencari perhatian. Caper memang menjadi fenomena umum di medsos. Baik melalui outfit, caption, atau story telling, dsb, semua konten di medsos adalah caper. Begitupun dengan mengeluhkan hal seperti sinyal internet jelek, listrik padam, bangku kereta jelek, dll.

Pun jika ingin mengeluh di medsos, ada empat langkah etis yang perlu dilakukan. Pertama, redakan dulu emosi atau amarah. Hal ini memastikan diri bisa mencerna dan memahami kesalahan yang menimpa. Apakah memang ada pelanggaran atau kesalahan penyedia layanan? Atau diri yang belum memahami atau mengikuti SOP yang ada?

Kedua, jika memang terjadi kesalahan layanan, adukan langsung ke penyedianya. Gunakan kanal yang sesuai atau praktis menurut alur dari penyedia. Bisa kepada pelayan/staf/pihak yang memberikan barang atau jasa yang dirasa merugikan. Berbicara empat mata dengan cara bijak bisa menjadi salah satu caranya.

Ketiga, jika keluhan tidak juga direspon adukan kepada otoritas terkait. Jika terkait konsumen, bisa adukan ke YLKI. Jika terkait jual beli online, adukan ke platform. Aktivitas ini akan memakan waktu, tenaga, dan pulsa. Siapkan hati dan fokus agar keluhan bisa diselesaikan dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun