Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menumbuhkan Jiwa Heroisme dalam Memberantas Hoaks

15 Mei 2019   22:39 Diperbarui: 19 April 2022   01:14 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Superheroes oleh Kristina Paukshtite - Foto: pexels.com

Kecepatan persebaran dan produksi hoaks begitu masif dan terstruktur. Jangkauan dan sumber informasi dunia digital kini tanpa batas. Beragam sumber dan jenis informasi menumbuhkan polarisasi ekstrim sosial media.

Polarisasi fanatisme dukungan pasangan Capres tumbuh subur di linimasa. Informasi apapun yang menjatuhkan pasangan Capres lawan diterima mentah-mentah. Tak jarang hoaks diglorifikasi dan di-trendingkan demi menjatuhkan citra kubu lawan.

Ratna Sarumpaet adalah korban manipulasi kabar. Oplas yang dijalani Ratna dibungkus menjadi pengeroyokan. Dengan tujuan tak lain meruntuhkan citra petahana. Begitu masif dan rapih rumor Ratna, sampai press conference dibuat demi politisasi isu.

Didesak nurani pribadi, Ratna Sarumpaet akhirnya mengaku kalau ia berbohong. Beberapa pihak pun pura-pura tidak tahu. Lalu ramai-ramai cuci tangan dari isu ini. Mereka yang menyanterkan hoaks ini pun mundur dengan teratur. 

Namun hoaks kadung tersebar luas dan dipercaya. Sampai-sampai fakta bahwa Ratna berbohong dianggap bukan rekayasa kubu sendiri. Ratna dianggap sebagai penyusup untuk meruntuhkan citra Capres yang didukung.

Kecepatan dan kecekatan pihak-pihak yang mempercayai hoaks tidak terelakkan kini. Tanpa memandang pendidikan dan latar belakang keilmuan seseorang. Hoaks kini disebar dan dipercaya oleh siapapun.

Menurut Kemenkominfo, lebih dari 1.600 hoaks terkait Pemilu saja dideteksi selama 2018. Jadi selama 1 tahun, setidaknya ada rata-rata 4 hoaks per hari. Belum lagi ditambah hoaks bermuatan SARA, kesehatan, atau kebencanaan.

Hoaks sensasional kebanyakan dibubuhi ratusan like dan ribuan komen di Facebook/Instagram. Tak ayal banyak users yang membaca dan mempercayai. Belum lagi hoaks yang secara virtual sulit diterka sebarannya seperti via grup chat seperti WhatsApp.

Organisasi cek fakta seperti Mafindo tak jarang kewalahan. Jika satu hoaks telah diklarifikasi. Hoaks lain sudah beredar di linimasa. Begitupun dengan tim Jabar Saber Hoaks atau dari tim Kemenkominfo sendiri.

Posting klarifikasi tak jarang urung trending dan sedikit di-share. Pihak yang merasa klarifikasi fakta merugikan kubunya, malah sering mengingkari fakta dan tetap percaya hoaks. Namun perlakuan berbeda terjadi jika klarifikasi menguntungkan kubunya sendiri.

Apresiasi dan kerja keras organisasi, media, dan institusi cek fakta memang harus kita berikan. Terutama dalam hal kredibilitas dan independensi dalam publik dan netizen kian terpolarisasi.

Dan sebaiknya cek fakta menjadi bagian dari aktivitas kita di sosial media. Hoaks yang viral bisa kita segera tumpas. Dan yang paling penting hoaks tersebut tidak tersebar dan membuat gaduh publik.

Aktivitas cek fakta sejatinya sudah tidak terlalu rumit. Jika kita sudah bisa meng-Google keywords, fakta bisa kita telusur. Situs cek fakta seperti turnbackhoax.id kini bisa menjadi referensi. Merujuk media kredibel di Indonesia yang bersertifikat IFCN juga bisa dilakukan.

Dan dengan sedikit bantuan aplikasi Hoax Buster Tools, hoaks dengan foto rekayasa bisa kita bongkar. Video YouTube palsu yang sudah diedit pun bisa diketahui sumbernya via aplikasi ini.

Dengan aktivitas cek fakta sendiri tersebut kita akan membantu banyak pihak seperti:

  • Pihak kepolisian. Karena kita tahu sebuah informasi adalah hoaks. Maka aduan via akun Polisi Siber dan aduankonten.id bisa segera dilakukan. Kepolisian akan membatasi persebarannya. Sedang tim Kemenkominfo bisa men-takedown konten hoaks.
  • Organisasi cek fakta. Semakin kita cekatan mencari fakta informasi bodong. Semakin kita bisa mengurangi sebaran dan dampak hoaks. Tim cekfakta kiranya akan merasa terbantu. Apalagi saat klarifikasi tim cekfakta pun bisa sering dirujuk.
  • Publik secara umum. Karena target hoaks tak lain adalah masyarakat. Saat kita bisa mencek fakta sendiri. Kita juga mencegah hoaks kian luas tersebar dengan menyebarkan klarifikasi via akun kita sendiri. Akan ada kebanggaan tersendiri yang kita rasakan.

Kita akan menjadi pahlawan untuk sesama. Jika hoaks adalah penyesatan dan manipulasi jahat beberapa oknum. Maka aktivitas cek fakta yang kita lakukan adalah untuk mencegah keburukan terjadi dan tersebar.

Karena bagian dari masyarakat tentunya adalah keluarga, saudara, dan teman-teman yang kita sayangi. Menjaga mereka dari informasi menyimpang adalah juga wujud kasih sayang kepada mereka.

Sudah saat menggemakan jiwa heroisme dalam melawan hoaks. Karena kita sudah tahu dan faham dampak buruk hoaks secara sosial. Mencegah dan meminimalisir gerakan dan sebarannya adalah tindakan mulia.

Bergantung pada pihak-pihak yang melawan hoaks saja tidak cukup. Maka kitalah yang kini harus bergerak bersama melawan hoaks.

Karena kejahatan yang terstruktur akan selalu sanggup melumat kebaikan yang dilakukan sendirian.

Salam,

Wonogiri, 15 Mei 2019

10:38 pm

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun