Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memahami Penjara Polarisasi Politik Dunia Digital

29 September 2018   21:50 Diperbarui: 1 Oktober 2018   16:29 2149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Effect of Social Media on Politics - ilustrasi: medium.com

Sebenarnya banyak yang sudah paham kalau dunia digital memupuk perspektif homogen. Yang belum banyak dipahami adalah mengapa seseorang begitu kuat keyakinannya pada satu perspektif. Dan dalam hal ini dunia politik baik menjelang atau seusai Pemilu.

Semakin giat kegiatan memberi perspektif yang berimbang. Kadang terjadi back-fire effect alias efek bumerang. Seseorang akan semakin teguh pendiriannya saat diusik keyakinannya. 

Dan dalam echo chamber atau ruang gema seseorang mengeluarkan keluh kesahnya. Bukan solusi yang didapat atas pengusikan keyakinannya. Seseorang akan mendapati suara-suara yang serupa, yang mengeluh dan merasa tertindas.

Seseorang dengan sebuah pandangan politik akan mencari mereka yang "sependeritaan" di sosmed. Karena seseorang merasa diolok-olok dengan label tertentu. Atau pasangan Presiden atau Parpolnya direndahkan. Ia pun mencari dengan penuh kesadaran teman, rekan, atau saudara dengan keyakinan serupa.

Saat sudah menemukan ruang gema yang serupa atau seiya sekata. Akan terjadi euforia sampai pencerahan. Ia merasa menjadi bagian besar suatu kelompok dengan keyakinan dan tujuan yang sama. Kadang, aksi 'balas dendam' pada kelompok kontra pun terjadi. 

Facebook Bubble - ilustrasi: fortune.com
Facebook Bubble - ilustrasi: fortune.com
Dari banyak ruang gema yang serupa. Maka terbentuklah filter bubble atau gelembung bias. Gelembung bias ini diciptakan bukan hanya diciptakan intrinsik tapi ekstrinsik. 

Intrinsik karena seseorang sengaja mencari akun yang berperspektif serupa di sosial media. Hal ini membuatnya nyaman dan meminimalisasi konflik. Sehingga, gelembung bias intrinsik ini menciptakan safe haven atau rumah aman.

Gelembung bias intrinsik lebih organik dan natural. Ia didasari sifat defense mechanism atau bertahan manusia. Setiap orang akan mencari kesamaan guna membuat komunikasi, interaksi, dan ikatan. Maka bisa jadi, terciptalah visi, misi, dan modus yang serupa dalam gelembung bias tersebut.

Gelembung bias ekstrinsik juga sengaja dibentuk berkat algoritma sosmed. Atas nama interaksi dan durasi ber-sosmed, algoritma menampilkan homogenitas linimasa. Mulai dari posting yang disukai sampai rekomendasi teman dan iklan akan dimunculkan algoritma ini.

Gelembung ini bersifat otomatis dan rigid. Karena kalkulasi algoritma sosmed akan memukul rata semua akun. Baik itu akun palsu atau akun orang asli, semua akan ditampilkan. Baik itu posting faktual atau kebohongan, jika ramai interaksinya maka layak muncul di linimasa. Semua demi engagement dari users.

Sehingga akan terbentuk sebuah siklus seperti dibawah:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun