Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Nasib Taksi Berbasis Aplikasi Diiringi Tangis yang Kemarin

17 Maret 2016   01:50 Diperbarui: 27 Mei 2019   14:12 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sharing Economy, Wartel dan Warnet

Kasus GoJek, Uber dan Grab Taxi saya anggap akan tetap mengundang tangis kemarin. Tangis pelaku ekonomi transportasi konvensional yang akan tetap ada. Mau tidak mau. Ikhlas tidak ikhlas. Sharing economy serupa aplikasi transportasi online bukan lagi kenisbian. 

Manusia dan pemenuhan ekonominya bergerak sejajar dengan pergeseran era. Sulit menghindar dari perubahan. Menghindari kemajuan adalah bunuh diri. Dan tangis era agraris akan terganti dengan tangis era industrialisasi.

Sharing economy yang diterapkan Uber, AirBnB, Coursera dll menjadi tren global. Setiap orang ingin berbagi apa yang bisa mereka jual. Dari mulai kamar apartemen sampai kendaraan coba dikomersialisasi. Penyedia jasa serupa GoJek atau Uber melihat hal ini. Developer seperti mereka punya teknologi. Orang-orang seperti kita punya capital (modal/akomodasi/jasa). Kenapa tidak dipadukan demi mencapai nilai materi. Di atas S&K tertulis, pembagian uang jelas tertera. Semua pihak senang. Apalagi konsumen.

Sharing Economy - ilustrasi: fastcoexist.com
Sharing Economy - ilustrasi: fastcoexist.com
Konsep sharing economy yang kiranya dulu pernah diterapkan. Masih ingat dengan Wartel? Ya itulah gambaran sharing economy yang saya kira masih berupa embrio. Beberapa orang memiliki telepon. Penyedia telekomunikasi swasta menyediakan teknologi menghitung pulas terpakai. Jadilah sharing economy antara empunya pesawat telpon dan teknologi argo pulsa. Konsumen serupa saya pun senang akan hal ini.

Namun semua tergerus saat handphone hadir. Teknologi nirkabel ini menggerus Wartel secara brutal. Pengusaha Wartel bangkrut. Konsumen mana perduli. Karena ada medium baru yang lebih efisien, efektif dan pada saatnya nanti murah. 

Handphone di awal tahun 2000-an tumbuh pesat. Setiap orang mengganti mulai dari pager sampai Walkman dengan handphone. Tangis kemarin pemilik Wartel masih terngiang waktu itu. Namun tidak saat ini.

Hal yang hampir mirip terjadi dengan Warnet saat modem menjamur. Setiap orang lupa kalau tahun 2003-2004 sering browsing di Warnet. Mereka lupa saat pertama kali membuat akun Facebook tahun 2008 di Warnet. Atau asik chatting dengan Yahoo Messenger di Warnet sampai tengah malam dengan paket hemat. Atau saat mereka sibuk mengisi pernak-pernik Friendster, sampai lupa tagihan Warnet sudah menyentuh digit puluhan ribu. Karena kini dengan smartphone ditangan, semua dilakukan. Warnet tergerus. Ada tangis pengusaha Warnet.

Adakah yang Akan Menggerus GoJek/Uber/Lyft?

Dari ojek, angkutan umum dan taxi konvensional kini berteriak. Mereka akan segera mengucurkan tangis. Karena tanah mereka menggarap ekonomi mereka segera direbut. Transportasi berbasis aplikasi menjadi pilihan konsumen. Konsumen makin cerdas dan canggih. 

Namun pengusaha transportasi konvensional tetap di comfort zone-nya. GoJek yang sudah hadir dari tahun 2010 tidak diwaspadai gojek konvensional. Saat mereka besar ditambah developer asing ikut rembug ke pasar domestik, baru mereka berteriak. Melarang industri berbasis era informasi teknologi seperti ini menjadi mustahil. Tangis mulai terdengar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun