Mohon tunggu...
Giovani Haryadi
Giovani Haryadi Mohon Tunggu... -

(mantan) mahasiswa teknik yang senang fotografi, desain dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Man Jadda Wajada?

7 Maret 2012   03:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:25 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sejujurnya Gue belum baca novel Negeri 5 Menara  sebelum menonton filmnya. Mungkin karena itu Gue tidak terlalu mendapatkan kesan baik di film ini. Terlalu banyak hal yang mengecewakan setelah Afif merantau ke Pondok pesantren Madani. Beberapa bagian tidak terlalu realistis atau bisa dibilang ajaib.

Pertama, bagaimana seorang anak lulusan SMP di bandung mampu merakit mesin? Di dunia ini memang usia kadang melewati batas normal kemampuan seseorang. Tetapi manusia-manusia seperti itu punya cerita mengapa mereka mampu melakukan hal-hal luar biasa di usia muda. Ambil contoh Leonel Messi. Pemain bola super di usia muda. Ada yang mengatakan Messi itu sangat menyukai sepakbola dan dia berlatih di salah satu akademi sepakbola terbaik dunia. Setidaknya Messi ada cerita sebelum dia jadi pemain terbaik dunia. Bagaimana dengan Atang sang perakit generator di negari 5 menara? Jika ditambahkan cerita sebelumnya, mungkin akan lebih baik. Contohnya Atang itu anak dosen mesin ITB atau bapaknya adalah pemilik bengkel generator listrik.

Tidak jauh berbeda untuk pementasan seni bagi Alif dan kawan-kawan. Pementasan yang brilian tetapi tetap saja seperti sulap. Tiba-tiba kostum, alur cerita, koreografi atau latar panggung langsung jadi. Tidak ada cerita lebih detail lagi tentang persiapan pementasan seni itu selain pembelian es kering yang diangkut dengan becak.

Bagian yang terparah atau yang paling mengecewakan buat Gue adalah tidak ada keberhasilan utama untuk ‘Man Jadda Wa jada’. Man jadda wa jada berarti siapa yang bersungguh-sungguh maka dia akan berhasil. Selogan ini sepertinya menjadi roh dari film ini sampai ditulis di poster yang terpampang di bioskop. Namun Gue tidak merasakannya di film ini. Tidak ada satu pencapaian yang diceritakan dengan baik. Tidak juga tentang Alif yang berhasil mencapai eropa yang padahal sebelumnya dia bilang mau ke Amerika. Gue jadi ingat tentang Sang Pemimpi. Keberhasilan dua bocah ke perancis diceritakan dengan baik di film itu. Bagaimana dengan Negeri 5 Menara?

Gue mengakui pikiran negatif menyelimuti pikiran Gue dimulai ketika ustad salman memperagakan pemotongan kayu dengan pedang karatan. Dia mengatakan,”Tidak masalah pedang yang tumpul tetapi siapa yang bersungguh-sungguh maka dia akan berhasil.” Pikiran Gue langsung teringat ke kata-kata salah satu presiden Amerika Serikat, “Jika saya disuruh memotong pohon selama tujuh jam, 5 jam saya gunakan untuk mengasah kapak.” Gue memakai analogi dengan dua orang yang disuruh memotong kayu lalu diberikan dua parang yang tumpul dan karatan. Yang satu melakukan apa yang dilakukan ustad salman di film dan seorang lagi pergi mencari parang yang lebih tajam kemudian menyelesaikan lebih cepat. Siapa yang lebih bersungguh-sungguh? Dan siapa yang berhasil?

Mungkin jika Gue membaca novelnya terlebih dahulu, Gue akan mengerti akan kedahsyatan Man jadda wa jada dan dari awal film, pikiran Gue sudah sangat positif tentang film ini. Jika memang begitu, bagi Gue, berarti film ini hanya pemanis cerita negeri 5 menara. Hanya bentuk visualisasi dalam 2 jam namun tidak terlalu baik. Bagi Gue, yang baik dari film ini hanya akting Alif, Basho juga Ustad Salman. Mereka sangat baik dalam memerankan film.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun