Mohon tunggu...
Disty Giling
Disty Giling Mohon Tunggu...

Kalau hidup mudah, hadiahnya kipas angin!

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Jalan Asik ke Lembah Mandalawangi

9 Januari 2018   21:36 Diperbarui: 9 Januari 2018   21:54 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Si dempet Gede-Pangrango selalu mengutus rasa rindu untuk mengintai tiap pendaki yang baru saja mencicipinya, pun dengan aku. Sudah dua kali aku ke sana, lalu pulang ditawan rindu. Selain rindu, aku memang berutang pada Pangrango. Satu musim yang lalu, rencana singgahku ke Pangrango urung oleh satu dan lain hal. Saat itu, aku menyimpang ke Gede dengan Alun-alun Suryakencana-nya yang legendaris.

Sejauh empat pendakian yang sudah kucentang, si dempet inilah yang paling lain, lebih-lebih bila ia kita daki dari Cibodas. Selain menyelami zamrud rimba yang sejuk nan lembab, pendakian melalui Cibodas menyuguhkan ragam kehidupan alam yang paripurna. Anak-anak sungai yang berlarian, kicau burung yang bersahutan, jamur-lumut hingga anggrek yang memeluk manja batang-batang pohon jangkung, sampai pendar kunang-kunang yang menandai pesta raya di malam hari, niscaya melunturkan sepi sekaligus menegaskan sunyi.

Pendakian melalui Cibodas adalah cara yang paling ringkas untuk menggapai puncak Pangrango yang berselimut tebal hijau rimba. Rabu (22/6) petang, aku bersama Mas Iwan dan Yahya menggendong keril masing-masing selepas gesa-gesa yang memburu, untuk memulai pendakian low budget kali ini.

"Nikmati perjalanannya," pesan Mas Iwan mengakhiri segala keterburuan pra-pendakian, sebelum memimpin perjalanan. Pesan itu aku resapi betul-betul sebab aku tak mau lagi didesak gesa, karena kami akan menghabiskan tiga hari di perjalanan ini.

Matahari mengantuk di senja itu dan binarnya kian malas menyapa bumi melalui celah-celah hutan Cibodas yang rapat. Beberapa saat kemudian, akhirnya ia jatuh terlelap, meninggalkan kami berjalan menyusuri bebatuan dengan ditikam gelap dan senyap. Sinar headlamp pun nyala, menjadi petunjuk bagi sepasang mata dengan menyibak gelap yang menyelubungi. Hawa masih sejuk menyegarkan, belum berganti dingin yang menyiksa. Peluh menyungai dari kening sampai ke perut, derasnya serupa jeram di sebelah kami yang gaduh derunya tertangkap telinga pada malam ini.

Kami sepakat bermalam di Kandang Batu pada hari pertama ini.

Lahir di tengah padatnya pembangunan di pinggir Jakarta, aku baru pernah melihat kunang-kunang pada malam ini. Kilaunya begitu cantik dan tenteram, melampaui kelip-kelip lampu kota.

Kami tiba di Kandang Batu yang kosong usai empat jam mengumpulkan lapar. Kondisi raga masih di taraf puncak. Sepanjang jalur Cibodas, hingga Kandang Batu, memang disusun atas bebatuan yang menyerupai tangga, sehingga tak mengerjai otot-otot kaki. Tak ada seorang pun di sini; maka sunyi semakin berkuasa dan inilah yang aku cari-cari. Seperti biasa, hangat api kompor adalah hal pertama yang kami nanti. Setiap seduhan kopi dan susu hangat yang direguk dalam teduh tenda malam hari merupakan pengganda nikmat yang didapat dari pendakian.

JalanAsikGeliga

Kamis (23/6), pagi menyapa kami bersemangat dengan terangnya yang terik. Hangat susu dan kopi mengawali sarapan pagi ini, sebelum aku dan Yahya berniat menelusuri sungai air hangat yang mengalir di dekat Kandang Batu. Memang, jika menuju Kandang Batu, pendaki akan melalui jalur menantang berupa air panas yang mengaliri tumpukan batu-batu cadas.

Dasar sungai kecil itu berwarna putih, menandai endapan belerang yang terbawa airnya. Kutaksir, hulunya mungkin ada di sekitar puncak Gede yang kawahnya masih aktif. Kami berdua menyelinap dan memanjati tebing-tebing sungai itu yang tak begitu tinggi tapi amat licin, demi meraih posisi paling nyaman untuk mandi air yang hangat-hangat kuku. Di sekeliling, menjuntai dahan dan tangkai-tangkai berduri yang kadang-kadang melintangi sungai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun