Mohon tunggu...
Gilang Satria Perdana
Gilang Satria Perdana Mohon Tunggu... Penulis - Bapak Rumah Tangga

Bila kita bisa mengumpulkan uang untuk membunuh orang, maka kita juga bisa mengumpulkan uang untuk menyelamatkan orang. (Tony Benn)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Soulchip

18 Februari 2014   01:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:44 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="538" caption="Ilustrasi Humanoid"][/caption] Kesedihan melingkupi ruangan itu, mengaburkan keceriaan, dan melarutkan tiap hati pada kehampaan duka. Mereka berdiri mengitari peti, mengenang kebaikan dan menangisi sebujur tubuh kaku berbalut jas.

“Bibi,” Ageha, kekasih Kenichi, memeluk Naoko, Ibu Kenichi. Mereka saling dekap, berusaha merelakan pemuda itu.

“Ageha-san, terimakasih ya, selama ini telah menyayangi Ken. Terimakasih...” bisik Naoko dengan sedikit getar pada suaranya.

Kesedihan masih memeluk erat Ageha. Tak terlepaskan...

óóó

Matsuyama Hiroki telah menunggu dirinya sejak lima menit lalu. Betapa lega pria itu ketika Fumikogawa Ageha akhirnya datang.

“Sudah lama?” Ageha menunduk agak malu.

Hiroki balas menunduk, “Ah, tidak.”

“Err... Hiro, memangnya apa yang ingin kau bicarakan?”

Tatapan mata Ageha yang serius itu menyiratkan bahwa ia tak ingin membuang waktu lebih lama lagi. Tapi Hiroki tenang dan tak mau terburu. Maka pria itu tersenyum sembari menghela napas, berharap semuanya akan berjalan sesuai harapan.

“Ageha, sudah lima bulan sejak kepergian Ken. Waktu yang cukup lama...” Hiroki menatap mata Ageha dengan lembut. “Mungkin kau masih kehilangan, aku maklum. Tapi setidaknya, beri kesempatan buatku untuk bisa... seperti Ken.”

Mata sipit Ageha membesar heran. “Eh...? A... apa yang kau bicarakan? Aku tak mengerti,” Ageha menggeleng, dan terkikik, sekadar mencairkan ketegangan.

“Ijinkan aku membahagiakanmu,” Hiro menunduk, membuat sudut 90 derajat dengan tubuhnya, “aku mencintaimu, Ageha.”

Hawa dingin menjalar ke tubuh Ageha bersama angin berembus. “Aku—”

“Aku mencintaimu,” Hiroki mendekat dan menggenggam tangan Ageha.

“Ta-tapi—”

“Ya?” senyum sedikit memudar di wajah Hiroki.

“A-aku—”Ageha memalingkan wajah, “ma-ma-maafkan aku, Hiro... aku belum siap,” jemari Ageha melepas genggaman Hiroki. “Maafkan aku,” Ageha balas menunduk dan cepat-cepat berbalik kemudian berjalan lekas meninggalkan Hiroki.

Hiroki ingin mencegah langkah Ageha. Tapi ia urungkan dengan berat hati.

óóó

Laboratorium Matsuyama—Distrik Akibahara, Tokyo

12 Juli 2060...

Ia memejamkan mata. Menikmati aliran arus elektromagnet statis yang menjadi darah dalam raganya yang kosong tulang dan sel. Tak ada apapun dalam tubuhnya kecuali rangkaian rumit kabel-kabel mikro, terjalin cantik membentuk jaringan-jaringan antarbagian tubuh dan dikendalikan oleh prosesor berkapasitas 9.998,98 thetabyte—sebuah inti yang menjadi jiwanya, yang merupakan hatinya... SOULCHIP 2.2.

“Nah, sudah cukup,” humanoid bernama Cheri menekan tombol off pada adaptor persegi mini yang menghubungkan kabel slot dari punggung Alchey ke sumber listrik.

Alchey perlahan membuka mata. Secara otomatis SOULCHIP 2.2 me-reload semua yang terjadi sebelum charging.

“Cheri, terimakasih,” Alchey menunduk pada Cheri.

Cheri membalas senyum sambil membantu Alchey membereskan kabel adaptor.

“Tuan Hiroki, sudahkah

Otomodachi (Teman)?” Alchey menautkan alisnya, “Dareka (Siapakah dia)?”

Aitsu wa Makigotou Nakajima (Dia adalah Makigotou Nakajima),” jawab Cheri.

Alchey mengangguk lugu. “Naru hodo (Begitu ya)”

Saat itu, humanoid lain yang lebih periang datang dengan bersemangat, seolah ia memiliki energi cadangan tanpa perlu proses recharge. “Aruchi-chan...! Cheri-chan...!”

“Chira-chan, ne...” sahut Alchey dan Cheri bersamaan.

“Ada sesuatu yang ingin kutunjukkan pada kalian di Matsuyama no Koen (Taman Matsuyama). Kocchi desu, hayaku! (Ke sini, ayo cepat)” Chira menarik tangan Alchey dan Cheri dan membawa mereka ke kebun Matsuyama di belakang laboratorium.

Sementara ketiga humanoid itu bersenang-senang di kebun, di kamar Hiroki, pembicaraan seru tengah terjadi antara ia dengan Nakajima, kawannya yang baru pulang dari Amerika dalam rangka studi humaniora pengembangan hubungan manusia dengan techno-sapiens. Manusia artifisial yang tak lagi dianggap sebagai mesin. Karena sejak 50 tahun lalu—tahun 2010—tahun ditemukannya prosesor pertama sebagai soulbox dari mesin serupa manusia oleh tim peneliti Matsuyama Katou, Krikoff Vladimir, dan William Florence, negara-negara adidaya, termasuk Jepang, berlomba mengembangkan temuan terpenting dalam sejarah perkembangan teknologi Bumi.

Banyak pihak berkontroversi, ras humanoid suatu saat akan dimanfaatkan untuk perang dan secara tak sadar, manusia tengah mempercepat kiamat oleh tangan mereka sendiri. Namun banyak pula yang menyambut hangat penemuan itu.

“Bagaimanapun, Hiro,” ujar Nakajima, “anak-anak itu tak berhati. Bergerak sesuai keinginan tuannya. Tanpa inisiatif, kecuali mainsetting-nya meng-input ratusan juta probability-act di prosesor yang jadi soulbox-nya.” Nakajima beropini, suatu hari.

Saat itu, kontroversi Perang Dunia III, dengan techno-sapiens sebagai bidak pion, selangkah menuju nyata. Bumi terancam, tiga profesor peraih nobel dikambinghitamkan oleh pihak-pihak radikal dengan dalih kesejahteraan umat manusia. Tiga negara pengembang utama, Amerika, Rusia, dan Jepang mulai saling curiga. Bahkan Rusia dan Amerika telah menghimpun negara-negara sekutu seolah bendera perang siap berkibar.

Namun di tengah kegentingan itu, Matsuyama Morinozuka bersama sang ayah, hampir menyelesaikan proyek terbaru mereka. Sebuah soulbox berkapasitas lebih besar berteknologi piko-emodigital yang dapat mendeteksi gelombang elektromagnet manusia lain dan mengonversinya menjadi emorefrence, data dengan probabilitas bernilai 1001.

“Dengan kata lain, ayah dan kakekku telah berhasil menciptakan sebuah humanoid dengan perasaan. Mereka meng-upgrade prosesor HOMINCULUS 8.9 menjadi sebuah SOULCHIP 1.9, sebuah sejarah baru yang memecah kegentingan dan memberi harapan baru pada dunia,” Hiroki bercerita pada Nakajima di lain kesempatan.

“Ya. Kau adalah cucu Matsuyama.Kau pun memiliki kejeniusan yang sama dan, lihatlah, kau berhasil meng-upgrade SOULCHIP 1.9 yang hanya berkemampuan untuk mengerti, mengasihani, dan percaya menjadi SOULCHIP 2.2...”

“Hm,” angguk Hiroki, kemudian tersenyum, “versi 1.9 pun cukup gemparkan dunia. Membawa sebuah pesan damai yang sepele, tapi penting...”

“Bahwa techno-sapiens saja bisa saling percaya, saling mengasihani satu sama lain, bisa saling mengerti... Kenapa manusia tidak bisa. Begitu kan?”

Hai! (Ya)” Hiroki mengangguk mengiyakan.

Bumi kembali tenteram. Tapi hati Hiroki tidak. Ia tak bisa terus bersandiwara.

SOULCHIP 2.2—jiwa Alchey—yang berprobabilitas 9999 adalah prosesor pertama yang berhasil mengonversi reaksi kimia amphetanine-thryptophan dan memproduksi techno-dophamine dalam perhitungan trilyunan byte.

Hiroki tak bisa mengelak dari kenyataan bahwa ia amat butuh seseorang yang bisa ia jadikan tempat berlindung dari bayang-bayang Ageha.

Nakajima memperhatikan tiga humanoid yang tengah bersenang-senang dengan berkeranjang-keranjang stroberi di Matsuyama no Koen dari jendela ruang santai.

“Lima bulan sudah sejak kau berhasil menghidupkan Alchey, Hiro...” Nakajima menyeruput teh lemonnya. “Dan percobaanmu belum berhasil sepenuhnya, kan?”

“Kenapa? Karena aku belum melihat bukti nyata?”

Nakajima berbalik, menatap mata Hiroki dan tersenyum. “Dengan berani kau upgrade prosesor Cheri dan Chira. Kau upgrade versi 1.9 dengan menambahkan probabilitas baru—bernilai 9999. Kompleks, rumit, tapi tetap saja terlihat sederhana...”

Hiroki mendengus. “Aku ingin total. Jika manusia memiliki kasih, maka kasih itu pun tak selamanya sebatas empati belaka. Aku ingin Alchey pun bisa berafiliasi.”

Mata Nakajima menajam. “Cinta. Itu kan yang ingin kau buat pada prosesor versi 2.2? Kau ingin Alchey bisa mencintai kan?”

Kawaii deshou? (Imut kan?)” Hiroki tersenyum, tapi hatinya kecut. Pada siapa ia mencintai pun, belum dapat aku ketahui. Kuciptakan ia agar aku bisa terhibur. Bahkan ia lebih manis dari Ageha. Setidaknya, tidakkah ia dapat mencintai ak—

“Justru kau tengah membangunkan singa yang tidur. Tahun ini, jumlah humanoid berprosesor 1.9 mencapai 200 ribu di seluruh dunia. Dan baru satu Alchey yang kau ciptakan. Tak bisa kubayangkan bila 200 ribu Alchey lain jadi penghuni baru Bumi.”

Wakannai yo—(Aku tak mengerti)”Hiroki tergagap karena kaget.

“Sadarkah kau, bahwa probabilitas 9999, atau sebut saja cinta, dapat kembali memicu perang? Setiap cinta akan berusaha memperjuangkan perasaannya. Tak jarang, cinta memiliki egoisme. Tak jarang pula, seseorang menjadi gila karena cinta.”

Hiroki terbelalak. Analisa Nakajima persis seperti miliknya. “Ya. Tapi, setidaknya cinta masih bisa diarahkan pada hal-hal yang dekat dengan perdamaian kan?”

“Seperti... mencintai tak harus memiliki?”

Pertanyaan itu menyentak Hiroki. Seketika ia teringat pada kekecewaan yang terjadi—sebuah penolakan tegas dari Ageha. “Ya. Mencintai tak harus selalu memiliki.”

Nakajima mendekat. “Aku tahu sakitnya. Tapi cobalah bangkit dari kubangan perasaanmu sendiri. Akan ada yang lain yang bisa mencintaimu. Meski dengan segala kekurangannya, tapi cintanya tulus. Bahkan lebih dari yang dapat Ageha beri.”

Ageha, bagaimanapun, adalah sebentuk cinta sejati bagi Hiroki.

óóó

Sulit menghilangkan sakit hatinya. Selama ini, hanya Ageha yang Hiroki cintai. Sebenarnya Hiroki sempat kecewa tatkala Ageha lebih memilih Ken daripada dirinya. Hiroki pun mundur, mencoba mencari pelarian lain. Dan ia berhasil menciptakan seorang humanoid berwajah sangat manis berkulit lembut dari polimer-vinyl.

Hiroki sadar, Alchey hanya sebuah mesin, walau ia telah menambahkan probabilitas 9999 pada prosesor Alchey. Meski begitu, hingga saat ini, belum jelas reaksi yang ditunjukkan oleh prosesor Alchey. Hal itu membuat Hiroki sedikit kecewa, wajah Ageha pun kembali terngiang dalam mimpinya. Menguatkannya. Membuatnya optimis, bahwa ia mampu menggantikan posisi Ken.

Sayang, kenyataan kadang berkebalikan dari harapan. Kini Hiroki terengah kelelahan, tak tahu apa yang harus dilakukan sambil menanti tetes terakhir peluhnya kering. Karena Ageha tak teraih lagi. Jauh meninggalkannya dan memilih bergulat pada kesetiaan. Wujud abstrak cinta yang tak mampu Hiroki terima.

Boleh jadi ia jenius, cerdas, kaya, disegani banyak orang... Tapi aku tetap kalah dalam urusan ini. Bahkan ia tak mampu menemukan seseorang yang mencintainya.

Senja semerah semangat Hiroki yang telah membulatkan tekad. Alchey menatap tuannya dengan dalam, ketika Hiroki telah memutuskan untuk melakukan sesuatu.

Mungkin kali ini aku gagal. Probabilitas 9999 itu tak pernah ada. Tiada yang bisa kucintai, maupun mencintaiku... Dalam kekalutan, Hiroki menekan keypad ponselnya.

“Tsubasa-san, ore no bashou ni todoite kudasai. Hai. Atarashii Sooruchippu no gijutsu kakushin ga aru. Sooruchippu Nijuuni Tiimu dekiagatte! (Tsubasa, tolong ke sini. Ya. Teknologi SOULCHIP baru. Persiapkan Tim SOULCHIP 2.2 secepatnya!)”

Klik. Hiroki mematikan ponsel dan segera mempersiapkan semua. Dibantu oleh Chira, Cheri, dan Alchey, Hiroki menata laboratorium agar siap untuk bereksperimen.

Kadang, ia terkagum oleh kecerdasan emosionalnya sendiri, bahwa ia dapat dengan cepat memiliki optimisme baru dalam hal lain.

Jam 8 malam, Tim SOULCHIP 2.2 mulai berdatangan. Mereka adalah Ishikawa Shouji, Haruma Nachiko, dan Mimasaka Airi sebagai teknisi elektro; Ogawa Shuntsu dan Kodate Youji sebagai teknisi komputer dan optik; Daidouji Shougo, Keijima Fuuji, dan Shuga Wada para project officer, dan Kadogawa Tsubasa sang project manager. Semuanya lulusan terbaik Tokyo Daigaku (Universitas Tokyo), termahsyur di Jepang.

Minna irashaimasu (Selamat datang). Kali ini kita akan menyelesaikan sebuah proyek besar independen. Tak ada sponsor, dan dunia luar masih belum tahu. Proyek SOULCHIP 2.5 ini masih rahasia,” Hiroki memulai pertemuan malam itu. “Youji-san, proteksi internet sudah siap?”

Youji-san segera membuka laptop dan mengetik sebentar. “Sonaetteru! (Siap!)”

“Pihak manapun tak boleh mengetahui SOULCHIP 2.5 ini, termasuk Amerika dan Rusia. Dikhawatirkan, situasi dapat memanas dengan cepat.” Semua mengangguk mengerti. Beberapa saling pandang tanpa bicara.

“Hiro-san,” Nachiko buka suara, “aku sudah baca proposalmu,” Nachiko mengetik cepat di notebook-nya. “Di sini tertulis, ultimate probability-act... Apakah kita akan benar-benar menggunakan memori artifisial?”

“Tepat. Kalian pasti sudah bisa menebak kan?” Jemari Hiroki mengetik dengan lincah, sesaat kemudian muncullah hologram model di depan sekelompok profesor itu. “Harada Kenichi, ialah yang akan kita buat versi humanoid-nya.”

Semua hadirin terperanjat. Seketika bisik-bisik menyebar.

Sepuluh tahun lalu...

Yakusoku ne, ima kara orera wa zutto otomodachi ni naru. (Janji ya, dari sekarang kita adalah teman)” Harada Kenichi menggenggam erat tangan Matsuyama Hiroki di penghujung gerbang sekolah, saat kelulusan tiba. Dua lelaki itu berjanji akan mengubah dunia menjadi lebih baik, kelak.

Musim panas menyambut riang dan hangat, sehangat hati Ken, karena ia akan berlibur ke Hokkaido bersama seseorang yang ia sayangi: Fumikogawa Ageha. Hal yang menjebak Hiroki dalam labirin pura-pura, karena ia pun menyukai Ageha.

Sonna! Ageha-chan wa Ken no koibito da! Hoshii na tanin ga aishitteruyo! (Tidak! Ageha adalah kekasih Ken! Aku bisa mendapatkan gadis lain yang aku inginkan!) Hiroki kerap menegaskan pada dirinya sendiri. Ia tak ingin mengkhianati persahabatan demi seorang wanita. Maka cinta itu hanya teronggok layu dalam sanubari Hiroki, berharap suatu hari dapat ia utarakan, meski tahu itu mustahil.

Tapi Tuhan menunjukkan jalan lain, bahwa tak ada yang bisa disebut mustahil dalam hidup ini. Ken ternyata mengidap leukemia yang selama ini ia sembunyikan dari Hiroki. Lambat laun, penyakit itu makin parah. Hiroki pun baru tahu hal itu saat Ken sering absen dalam proyek SOULCHIP Cheri dan Chira. Ken, sang optical analyst mendadak tak bisa lagi melanjutkan proyeknya bersama Hiroki, dan harus rela divonis dokter bahwa hidup Ken hanya tinggal beberapa bulan lagi. Dalam kekhawatiran, Hiroki terus berdoa pada Tuhan untuk kesembuhan Ken.

Nani mo wo shitari, Ken-san wo naosutte kudasai, ne Kami-sama (Apapun akan kulakukan, sembuhkanlah Ken, Tuhan)” ucap Hiroki dalam doa. Dan Tuhan menjawab.

Beberapa hari sebelum kepergiannya, Ken bercakap dengan Hiroki untuk yang terakhir kali, “Chiba e ikite yo, ore wa daijobu da yo (Pergilah ke Chiba, aku baik-baik saja)” senyum Ken melebar perlahan. Hiroki, saat itu, memang harus segera pergi ke distrik Chiba demi menemui Profesor Shukomitsu Junko, untuk bimbingan tesisnya.

Bakayaro omae! Dokoka de ikimasen. Koko ni iru mamoritai.(Bodohnya kau! Aku tak akan pergi ke mana pun. Aku akan di sini, menjagamu)”

“Hiroki, ano koto ga hanashita wo wasurenai ne, (jangan lupakan hal yang kukatakan itu ya)” Ken mengatur napas. “Semua memori artifisialku sudah kusimpan dalam hardisk 5000 thetabyte. Kuletakkan di berangkas itu. Gunakanlah suatu hari demi kepentingan perdamaian bumi. Shinjitteru yo (Aku percaya kau), Hiro...”

“Ken...!”

Ja... mo ichido, Ageha-chan mamotte kudasai. Kanojo omae no houhou ga aishite yo. Wakaru yo, aishiteru nanda? (Oya... satu lagi, jagalah Ageha-chan. Cintailah ia dengan caramu sendiri. Aku tahu, kau pun mencintainya)” Ken tersenyum, sementara Hiroki mencelos. “Aru yo ne? (Ya kan?)”

Apa? Dari mana—? Hiroki tersedak oleh kata-katanya sendiri.

Gomenna, (maaf) Aku tak sengaja membaca jurnal pribadimu. Awalnya aku marah, tapi aku sadar, kau sahabat terbaik. Demi aku, rela memberangus perasaan—”

“Ken!! Nani iu koto ga?? (Kau bicara apa??)”

Shinjitteru yo na, Hiro. Eien ni Ageha wo mamotte kudasai. (Aku percaya pada kau, Hiro. Jagalah Ageha selamanya)” Kata-kata Ken menyentak Hiroki. Belum pernah ia melihat sorot sepasrah itu pada mata Ken.

Percakapan itu harus segera di akhiri karena jam kunjungan telah usai.

Tak Hiroki sangka, itu adalah saat terakhirnya bersama Ken...

óóó

Kamar Hiroki, Apartemen 334 – Distrik Akihabara

Hiroki terbangun begitu wajah Ken berkelebat dalam mimpi. Ini hari kesepuluh pengerjaan proyek SOULCHIP 2.5 dengan memori artifisial Kenichi. Penemu sistem konversi gelombang otak menjadi trilyunan byte memori artifisial itu sengaja mengabadikan memorinya karena menyadari bahwa umurnya tak akan panjang. Ken pun ternyata telah mengurus pemakamannya jauh-jauh hari, ia meminta agar tubuhnya dikremasi tak terkecuali otaknya. Hal itu untuk mencegah pihak-pihak tak bertanggung jawab yang ingin memanfaatkan bagian tubuhnya dengan dalih ilmu pengetahuan.

Hiroki, sang pewaris memori artifisial itu, kini tahu apa yang harus ia lakukan. Kepergian Ken meninggalkan luka amat dalam, tak hanya baginya, juga bagi Ageha dan semua keluarga Harada. Ken dan Ageha berencana menikah akhir tahun ini. Tapi impian itu kandas. Hiroki tak mampu melakukan apapun, karena ia tak mampu mengendalikan hati Ageha. Ia pun tak bisa menjadi Ken. Tapi, setidaknya...

“... anak ini akan menjadi Ken kedua bagi Ageha,” gumam Hiroki, di laboratorium, sembari menyentuh lengan telanjang tubuh artifisial Ken yang sudah siap dipasangi ribuan kabel dan di-install sistem SOULCHIP 2.5 dengan memori artifisial milik Ken.

Hiroki amat bangga dengan kerja keras timnya, tapi jauh dalam hati, ia harus rela kembali terluka. Pria itu melangkah menuju dapur untuk mengambil sebotol sake.

Sementara seseorang mengamatinya dari dalam kegelapan.

“Hiroki-sama...” Prosesor Alchey memproses sebuah emo-refrence. Lensa pupil matanya membesar, zoom in ke arah Hiroki yang tengah berjalan menuju dapur. Humanoid itu lantas mengikuti tuannya. Di tengah perjalanan, Chira menghampiri.

“Aruchi-chan, ayo kita istirahat. Sudah malam—” kata-kata Chira terputus karena ia menangkap ekspresi Alchey yang lain dari biasanya. “Doushita no? (Ada apa?)”

“... Alchey ingin berada dekat Hiroki-sama. Sekarang, Hiroki-sama sangat sibuk. Alchey tak bisa bercanda dan memetik ichigo (stroberi) di kebun seperti dulu...”

Chira mengerti sesuatu. SOULCHIP 1.9 memang menonjol pada artificial emphaty dan memiliki kepekaan luar biasa secara emosional. “Sou ka? Wakarimasu, ja sore wa Sooruchippu deshita. (Begitukah? Aku mengerti, jadi inilah SOULCHIP itu) Prosesor yang memiliki kemampuan—”

“Kemampuan...?” Alchey bergumam dengan nada tanya.

Wireless Chira spontan aktif dan masuk ke dalam program Alchey setelah terhubung satu sama lain. Sejenak gelombang magnetis prosesornya mengidentifikasi struktur-struktur emo-digital baru yang terbentuk otomatis. “—mencintai...?”

“Mencintai...?” Alchey bertanya lirih saat Chira selesai mengidentifikasi. Humanoid itu membuka mata setelah terpejam beberapa detik.

Teknologi wireless pada humanoid kini juga berguna untuk bisa masuk ke program humanoid lain dan meng-copy, menganalisis struktur program, bahkan mencurinya. Maka tak heran banyak pengguna humanoid yang meng-install SOULCHIP-Protector, agar aman dari user iseng yang tak beretika.

“Alchey selalu ingin berada di dekat Hiroki-sama?”

Alchey mengangguk.

“Apa dada Alchey akan terasa sesak bila Hiroki-sama tidak ada?”

Alchey memalingkan pandangan, kemudian memusatkannya pada dadanya sendiri. “Alchey... ingin Hiroki-sama tersenyum. Itulah saat-saat paling menyenangkan.”

“Apa yang akan Alchey lakukan untuk Hiroki-sama bila ia tidak bisa tersenyum?”

Alchey terdiam. Seluruh molekul magnetisnya bereaksi cepat, kinerja prosesornya bertambah cepat tiap detik. Dengan lirih, humanoid itu berkata, “Apapun...”

óóó

Proyek Hiroki berprogres membanggakan. Semua orang bersyukur dan bahagia atas hasil kerja keras mereka. Kini tiba hari di mana Hiroki, sang “ayah” humanoid Kennichi, untuk mengaktifkannya. Semua persiapan telah selesai. Tim SOULCHIP 2.5 berkumpul. Semua orang memandang puas humanoid Kennichi yang masih terpejam. Tubuhnya telanjang, hanya berbalut celana pendek untuk menutupi bagian vitalnya.

Hiroki tinggal meng-click tombol on pada artificial-memory installer, hingga 30 menit ke depan, Kennichi telah dapat “hidup”.

BANZAI!!” semua orang berseru bangga menyaksikan cahaya dari ratusan light emitter dioda yang kelap-kelip selama jalannya proses install.

Tapi di menit ke-28, Hiroki mengendus sebuah masalah teknis. Arus listrik seluruh laboratorium menjadi tak stabil. Sumber daya yang terhenti, meski sesaat, akan berdampak pada memory damage. Kennichi terancam “nyawa”-nya.

“Periksa seluruh sumber daya!” perintah Hiroki pada Tsubasa yang sigap dan segera menuju ke pusat sumber daya di loteng laboratorium.

Seseorang menyaksikan kericuhan ini dari kegelapan. Lensa matanya merekam semua kejadian itu dan prosesornya sibuk memproses sebuah reaksi.

Apapun akan Alchey lakukan demi Hiroki-sama... Proyek Hiroki-sama harus berhasil... Alchey ingin Hiroki-sama tersenyum... suara-suara itu berdengung saat ia memejamkan mata, seolah memerintahkannya melakukan sesuatu.

Sekejap, Alchey menyambungkan electricity plug ke battery plug miliknya.

“HIROKI-san!! Kono bashou ni mitte kudasai!! (Lihatlah kemari!!)” teriak Tsubasa dari loteng. Hiroki segera berlari, ia amat terkejut dengan apa yang ia saksikan.

“ALCHEY!!!” teriaknya. Cheri dan Chira yang mendeteksi gelombang suara tuannya segera beranjak dari pekerjaan mereka dan menghampiri untuk melihat apa yang terjadi. Mereka pun sama terkejutnya.

Alchey terpejam, sekujur dipenuhi cahaya dan asap. Kabel baterainya terhubung pada electricity plug dan ia menyumbangkan seluruh nyawanya demi kelancaran instalasi Ken. “ALCHEEYY!!!” raung Hiroki, tapi ia tak mungkin menyentuh humanoid itu atau tubuhnya akan terpanggang aliran listrik. Dengan miris ia terpaksa menyaksikan Alchey yang jatuh tak berdaya setelah proses instalasi Ken selesai.

Hiroki kaget sekaligus tak menyangka. Apa yang mendorong Alchey berbuat seperti itu? Dan Chira pun menjawab, “Alchey mencintai Hiroki-sama. Bagi Alchey, ia akan melakukan apapun asal Hiroki-sama bisa tersenyum. Hiroki-sama akan tersenyum bisa proyek ini berhasil, kan?”

Hati Hiroki hancur tak berpuing, ia telah kehilangan Ageha, kini ia harus kehilangan Alchey yang ternyata benar-benar... Bodohnya aku! Seandainya aku mau bersabar lebih lama lagi... Hiroki masih bisa memperbaiki Alchey, tapi semua memori Alchey telah hancur, dan tak akan ada lagi Alchey yang dulu. Hiroki menangis, mendekap dan membawa tubuh Alchey yang perlahan mendingin ke laboratorium.

Akan ada yang mencintaimu... lebih dari Ageha... Ιa terngiang ucapan Nakajima.

Loading system... SOULCHIP in searching... Artificial memory searching...humanoid Ken perlahan bangkit, setelah prosesornya berhasil memuat seluruh data.

“Hi-Hi-Hiroki...?” dengan ekspresi amat bingung dan mengantuk, humanoid Ken yang masih telanjang berjalan mendekati Hiroki. “Kaukah itu...?”

Semua orang menahan napas.

Keterangan:

(1) Dalam tubuh manusia, amphetanine adalah hormon yang merangsang senyawa tryptophan di otak hingga menimbulkan efek dophamine, pemuncul rasa suka atau senang, setelah dirangsang indra lain

(2) Bahan dari plastik khusus sebagai lapisan dermis atau kulit humanoid

(3) Minuman beralkohol khas Jepang yang terbuat dari beras

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun