Mohon tunggu...
M. Gilang Riyadi
M. Gilang Riyadi Mohon Tunggu... Penulis - Author

Movie review and fiction specialist | '95 | contact: gilangriy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen] Memori Usang yang Tak Kembali

3 September 2017   08:49 Diperbarui: 3 September 2017   10:13 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image by travel.kompas.com

((Baca dulu: Memori Usang Tahun 2000)

Denpasar, 2005

Selamat pagi, pemirsa. Saya Andreas Lesmana melaporkan langsung dari tempat kejadian perkara bom Bali yang terjadi kemarin malam. Bisa dilihat tempat di belakang saya ini sudah dipasangi garis polisi sehingga orang-orang tidak bisa semudah itu untuk masuk dan hanya bisa dilihat dari kejauhan saja.

Banyak korban atas kejadian ini, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Baik korban yang tewas dan yang terluka saat ini sudah berada di rumah sakit terdekat untuk diotopsi dan dirawat lebih lanjut.

Di samping saya saat ini ada salah satu saksi yang kebetulan berada tidak jauh dari lokasi kejadian. Untuk lebih jelas mengetahui persitiwa kemarin malam tersebut, saya akan sedikit bertanya kepada saksi ini.

'Selamat pagi, saya Andreas dari chanel GTV. Bisa tahu siapa nama Mba?'

'Nama saya Sekar'

'Oke, Mba Sekar, apa yang sedang Anda lakukan saat peristiwa pengeboman itu terjadi?'

'Saat itu kebetulan saya sedang lewat tepat di depan kafe ini. Kemudian...'

***

Bandung, 2006

"Bagas, aku mohon dengarkan dulu!"

"Klara, stop! Jangan lanjutkan lagi ucapan kamu. Saya sudah curiga sejak setahun lalu tentang hubungan kamu dan Farel. Maaf, kita nggak bisa sama-sama lagi."

"Bagaskara, ak... mas... yang..."

"Klar? Suara kamu putus-putus."

"Maaf di sini sinyal jelek. Sebentar, aku keluar kamar dulu."

"Saya rasa nggak ada lagi yang perlu dijelaskan. Dengan cara kamu selingkuh di belakang saya, itu sudah cukup untuk mengakhiri hubungan kita."

"Tapi, Bagas... aku masih sayang sama kamu."

"Selamat malam. Bye."

"Bagas, jangan tutup teleponnya,please. Halo? Halo? Sial!"

***

SMS [2009]

To: Dewa Handika, 19:30 WITA

Dewa, I need your help. Hari ini aku berantem sama Andre.

To: Sekarsari, 19:33 WITA

What's wrong with you, guys? Aku bisa bantu apa?

To: Dewa Handika, 19:34 WITA

Dia baca semua surat Bagaskara yang aku simpan di gudang sampai dia marah besar. Bodohnya aku semua surat itu belum dibuang. Damn!

To: Dewa Handika, 19: 36 WITA

Sekarang dia pergi entah kemana. Aku khawatir. Tolong kamu cari dia. Atau seenggaknya cari informasi aja dia ada dimana sekarang.

To: Sekarsari, 19:40 WITA

Oke. Aku akan cari dia sekarang. Tapi aku mohon, kamu jangan banyak pikiran dulu. Inget sama kandungan kamu sekarang.

***

To           : sekarsaripratiwi@jmail.com

From     : A_Bagaskara@jmail.com

Saya ikut bahagia waktu tahu ternyata kamu udah nikah. Salam buat suami kamu, ya. Semoga kalian cepat-cepat dapat momongan.

Oh iya, satu hal sebenarnya yang perlu saya luruskan. Saya belum menikah dan bohong waktu bilang istri saya lagi sakit. Maaf ya, hehe. Yang tadi juga bukan anak saya. Dia anak adik saya yang kebetulan pengin ikut ke Bali. Dia memang biasa manggil saya 'Papa', kalau ke bapak kandungnya bilang 'Ayah'. Kocak, kan? Hahaha.

***

Facebook [2011]

Dewa Handika  : Seriously? Jadi dia bohong?

Sekarsari P.        : Iya, itu kata-katanya di email yang dikirim kemarin.

Dewa Handika  : Mungkin ada sebaiknya kamu ngomong hal yang sebenarnya ke dia.

Sekarsari P.        : Itu nggak perlu. Sekalipun dia tahu, itu nggak akan merubah apapun.

Dewa Handika  : Are you sure? How about your relationship? I mean... you still love him?

Sekarsari             : Don't ask me for idiotic question :)

Dewa Handika  : Hahahaha

Sekarsari             : You're not funny at all, dude.

***

Bandung, 2012

"Halo, Sekar?"

"Iya. Bagaskara?"

"Iya, ini saya. Apa kabar? Saya ganggu, nggak?"

"Cukup baik. Enggak, kok. Aku lagi istirahat makan siang di kantor. Ada apa?"

"Minggu depan saya ke Denpasar."

"Ada kerjaan lagi?"

"Bukan, sih. Saya... cuma ingin ketemu kamu. Bisa?"

"......"

"Saya nggak maksa."

"......"

"Selamat siang. Lanjutin istirahatnya, ya."

"Jangan ditutup. Aku... bisa. See you next week."

***

Twitter @handikadewa07 -- 07:10 PM

I miss you, brother. It's been 3 years since your last smile.

@sekarsaripratiwi__  -- 08:30 PM

@handikadewa07 Kita pernah sama-sama kehilangan orang yang kita sayang. Keep strong, dude!

@handikadewa07 -- 08:46 PM

You too girl. Keep strong! @sekarsaripratiwi__

***

To           : sekarsaripratiwi@jmail.com

From     : A_Bagaskara@jmail.com

Terima kasih ya sudah mau meluangkan waktu untuk hari ini. Sekali lagi, saya ingin mengucapkan maaf karena tahun lalu berbohong soal status saya yang sebenarnya belum memiliki anak, bahkan menikah sekalipun. Saya hanya kelepasan bicara karena saat itu kamu mengajak suami kamu. Jadi, saya terpaksa berbohong.

Untuk kali ini saya benar-benar jujur. Bulan depan saya akan menikah di Bandung. Undangannya juga sudah kamu dapat kan tadi? Saya berharap kamu bisa datang ke pernihakan saya nanti. Ya mungkin hitung-hitung kamu pulang kampung ke sana, hehe.

***

To           : A_Bagaskara@jmail.com

From     : sekarsaripratiwi@jmail.com

Kamu sudah mengucapkan semua kata-kata itu waktu kita ketemu tadi. Kenapa mesti dijelaskan kembali, sih? Aku nggak mau calon istri kamu nanti salah paham kalau suatu saat baca percakapan email ini. Jadi, kamu nggak perlu lagi menghubungi aku kalau situasinya tidak penting.

Selamat untuk pernikahannya. Aku ikut bahagia. Tapi, aku belum bisa janji bisa datang ke sana.

Please, don't reply. Thanks.

***

[SKYPE -- 21:54 WITA]

Sekar, saya ganggu?

Bagaskara, berapa kali aku bilang untuk nggak menghubungi kalau situasinya nggak penting?

Saya cuma mau ngabarin kalau besok saya pulang

Kamu udah bilang itu 3 hari lalu waktu ngasih undangan pernikahan. Aku nggak pelupa, Bagaskara.

Maaf, aku cuma...

Kamu ngerti nggak sih posisi kamu sekarang gimana? Kamu calon suami orang dan aku punya suami yang cemburuan. So, please shut up your mouth and back to the hell!

***

Calling Sekarsari -- 22:36 WITA

"Before I go back to the hell, I just want to ask you something. Apa benar kamu punya suami saat ini?"

"Don't ask me for idiotic question."

"Tiga hari lalu tepat saat kita ketemu di kafe hotel, saya diam-diam mengikuti kamu. Saya lihat kamu datang ke kuburan dan menangis di salah satu nisan di sana."

"Don't you know about privacy?"

"Saya lihat nama di nisan itu setelah kamu pergi. Andreas Lesmana. Saya nggak tahu siapa dia sampai akhirnya saya tanya ke teman saya yang ada di kantor kamu itu. Dari situ, saya tahu semuanya. Dia seorang jurnalis dan reporter TV yang meninggal 3 tahun lalu karena kecelakaan lalu lintas. Dan dia adalah suami kamu. Am I wrong?"

"Aku nggak perlu membahas ini sama kamu."

"Kenapa? Apa karena kamu ketahuan berbohong juga? Sekar, saya udah jujur sama kamu. Sekarang giliran kamu yang jujur ke saya."

"Punya hak apa kamu tahu tentang aku?"

"Saya peduli, Sekar, dan saya... masih sayang sama kamu."

"Kenapa kamu nggak pernah ngerti, Bagaskara? Kenapa?"

"Sekar, jangan nangis."

"Aku nggak peduli status kamu sekarang gimana. Yang aku mau, kamu pergi dari hidup aku. Benar-benar pergi."

"Kenapa?"

"Karena setiap ada kamu, perasaan aku selalu nggak karuan. Setiap ada kamu, akan selalu ada air mata."

"Berhenti menangis, please."

"Dua jam sebelum suami aku meninggal, dia baca semua surat kamu yang pernah dikirim ke aku 12 tahun lalu. Dia marah, lalu pergi memakai mobilnya entah kemana. Kemudian kecelakaan itu terjadi, membuat aku stress sampai aku keguguran di usia kehamilan 7 minggu. Dan sejak saat itu, aku nggak mau lagi kenal dengan seorang Bagaskara yang telah merebut semua kebahagiaan aku. Dari awal aku tahu, bersama kamu justru akan membuat luka."

"......"

"Apa alasan itu belum cukup kuat?"

"Saya mengerti, Sekar. Saya... minta maaf. Mulai sekarang saya nggak akan ganggu kehidupan kamu lagi."

"Terima kasih, Bagaskara. Salam untuk calon istrimu."

***

Surabaya, 15 Oktober 1999

Salam sejahtera,

Syukurlah kalau kabar keluarga kamu di Bandung baik-baik saja. Saya juga di sini cukup baik. Akhir tahun nanti sepertinya saya akan pulang. Kita ketemu seperti biasa, ya?

Oh iya, apa kamu pernah berpikir akan menjadi apa kita 10 tahun lagi? Apa kita masih akan seperti ini, ya? Tiba-tiba saja saya kepikiran tentang hal ini. Saya takut kalau suatu saat kamu meminta saya menjauh dari kehidupan kamu. Ah, lupakanlah. Ini hanya pikiran sesaat saja.

Tertanda,

Bagaskara

***

Bandung, 22 Oktober 1999

Untuk Kak Bagaskara,

Baiklah, Kak, aku akan tunggu kehadiran Kakak di sini. Semoga di sana Kakak bahagia terus. Jangan tergoda oleh perempuan yang lebih cantik, ya.

10 tahun lagi Kakak pasti bisa meraih cita-cita Kakak sebagai seorang jurnalis. Sekalipun cita-cita itu tidak tercapai, pasti Tuhan sudah memberikan yang terbaik untuk kehidupan Kakak. Aku yakin kita masih bisa saling mengenal satu sama lain untuk 10 tahun ke depan. Bahkan jika kita tidak ditakdirkan berjodoh, Kak Bagas tetaplah seorang kakak buatku. Aku selalu sayang Kak Bagaskara, sebagai seorang adik, juga kekasih.

Salam hangat,

Sekar

***

Surat usang ini masih tersimpan di kotaknya

Mereka rapuh karena tak memiliki raga

Karena kelemahannya, akhirnya mereka berubah menjadi abu

Terbakar oleh masa lalu, tertiup oleh masa depan

Selamat jalan memori usang

Jalanilah hidup sebagaimana mestinya

Aku bersama yang lain, begitu pula engkau

Beri salam pada memori baru

Tempat di mana aku menghabiskan hidup

(Bandung, 2012 -- Bagaskara)

SELESAI...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun