Aku (Layla)
Sebut saja sore ini adalah sebagian dari ritualku. Duduk manis dihalaman rumah yang penuh dengan warna hijau, ditemani segelas teh manis dan dua novel ternama. Masih terlalu cepat untuk melahap kata demi kata dari dua buku. Tanganku masih bergerilya menekan tombol-tombol kecil di ponsel genggam. Aku lebih penasaran mencari tahu keberadaanmu, dibanding penasaran menikmati novel. Tak ku pedulikan, berapa kali kata-kata itu berteriak memanggilku untuk menikmati mereka. Ku kirim pesan singkat, berisi kegelisahanku.
To: Dear Fathir
How are u, my dear? May I know, where are u now?
Tampak layar ponsel menunjukkan pesan telah terkirim. Nafas melesat dari lubang hidungku. Kegelisahanku telah tertuang dan sepertinya semakin akan bertambah gelisah hanya karena menunggu jawaban. Kini tanganku telah berganti genggaman. Novel pertama, ku buka pada halaman 27, kini terpaku dalam diam.
Fathir
Matanya masih terbuka setengah, ia baru saja bangun dari tidur siang yang singkat. Getar ponsel membangunkan mimpinya sore ini. Tangan mencoba meraba meja disamping kasur. Tepat saat ponsel jatuh ke lantai, ia kini benar-benar bangun. Muka ditekuk seribu, tangan mengepal ujung bantal. Melihat layar ponsel, didapati itu adalah pesan dari Layla. Tak ada niat untuk membalasnya, kini kaki lelah itu bangkit menuju kamar mandi.
Air semakin membuat matanya terbuka. Ya, ini salah satu ritual Fathir dikala sore hari. Diambilnya handuk, perlahan mengeringkan tubuh dari ujung rambut hingga kaki. Mendadak ia ingat pada Layla, yang tadi telah membangunkan dirinya dari tidur lelap.
To: Layla
Iya Lay, ada apa? aku baru aja bangun tidur nih. :)
Disandarkan bahu kesegaran disofa berwarna abu-abu, tangan Fathir menekan tombol 'on' laptop miliknya. Dan kini Fathir asik bermain di dunia maya. Sore itu terlihat biasa, mata Fathir hanya sibuk mengamati setiap status yang dibuat oleh 542 akun pertemanannya. Tak ada yang spesial, tampak memuakkan. Karena, Fathir hanya mendapati banyak yang saling menyindir, saling mengeluh dan saling pamer.