Mohon tunggu...
Gilang ArifAkbar
Gilang ArifAkbar Mohon Tunggu... Mahasiswa - saat ini saya sedang menempuh proses pembelajaran sebagai mahasiswa Universitas Muhamadiyah Malang

Saya adalah seorang yang memiliki ketertarikan akan banyak hal, saya sangat suka melakukan apapun hal yang bermanfaat hobi saya adalah membaca sejarah, terutama sejarah islam.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perjalanan Panjang RKUHP: Antara Kepentingan Pemerintah dan Kehendak Publik

15 Agustus 2022   09:30 Diperbarui: 15 Agustus 2022   09:35 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari pasal ini kita bisa melihat bahwa perancang undang undang menilik pasal ini berdasarkan objeknya yang dimana presiden dan wakil presiden sebagai Primus inter pares pertama yang harus diutamakan oleh negara sehingga memiliki posisi yang berbeda daripada masyarakat biasa. Paradigma ini juga memandang ada tiga kepentingan dalam herarkinya yakni kepentingan negara, kepentingan masyarakat dana kepentingan individu. 

Pun termasuk dalam pasal 217 RKUHP bahwa pembunuhan terhadap presiden dan wakil presiden adalah makar. Paradigma yang sesuai penjelasan tadi merupakan suatu hal logis yang mungkin dapat menjadi tafsir, kita lihat juga dalam RKUHP delik penghinaan atau penistaan/fitnah terhadap presiden dan wakil presiden merupakan delik aduan yang mana dapat berlaku hanya ketika terjadinya penghinaan atau penistaan terhadap presiden dan wakil presiden kemudian adanya laporan langsung dari presiden atau wakil presiden sehingga logis di katakan lebih luwes. Apakah paradigm tersebut sudah sesuai dengan sosiologisnya ?

Sebelumnya mari kita tilik dari segi objek bahwa presiden dan wakil presiden merupakan prioritas Primus inter pares pertama yang harus diutamakan. Dalam tata negara sebenranya juga mengenal Primus inter pares bahwa adanya kepentingan negara, kepentingan warga negara, dan kepentingan individu presiden sendiri adalah priotritas utama semisal dalam acara kenegaraan di situ presiden menjadi tuan rumahnya,pejabat negara dalam beberapa kesempatan memang diharuskan mendapatkan hak istimewa, akan tetapi bagaimana dalam soal penghinaan dan penistaan ini. Jelas ini adalah hal yang berbeda, secara objek memanglah presiden dan wakil presiden merupakan objek istimewa akan tetapi dalam hal penghinaan dan pensitaan haruslah proposional dan relevan. 

Ketika harkat martabat presiden di lecehkan maka kenapa tak di samakan seperti masyarakat biasa, dari segi dampak pun tak begitu massif mengakibatkan suatu hal yang sangat fatal. Begitupun kritik dan penghinaan, seringkali aparat penegak hukum tak bisa membedakan kritik dan hinaan sehingga banyak masyarakat kecil yang tak puas dengan tindak tanduk presiden atau wakil presiden sangat cepat di tindak, pun begitu ketika para aktifis yang menyuarakan dengan mudahnya di tangkap dan presekusi secara anarkis.

Demikian terhadap makar, pembunuhan ataupun percobaan pembunuhan terhadap presiden tak bisa secara serta merta di katakan sebagai makar andi hamzah pernah mengatakan bahwa yang di pidana dalam makar adalah sedari dia merencanakan untuk melakukan makar tersebut dilihat daripada definisinya sendiri bentuk makar tak selalu harus melakukan pembunuhan terhadap presiden dan wakil presiden, semisal dalam revolusi mesir pada 2013, makar tersebut tak serta merta membunuh presiden dan wakil presiden mesir saat itu, jadi tidak pas jika hal ini terlalu di diskursuskan untuk melindungi presiden dan wakil presiden secara mutlak. 

presiden dan wakil presiden bukanlah simbol negara sehingga tak perlu ada spesialisasi yang spesifik, berbeda dengan raja yang memiliki sejarah panjang turun temurun. pasal 217-218  merupakan contoh pasal dari sekian pasal yang dianggap bermasalah.

Memang RKUHP merupakan rancangan UU baru yang selama ini diharapkan oleh masyarakat akan tetapi pemerintah harus lebih melihat secara sosial apa dan bagaimana tanggapan masyarakat terhadap hal tersebut. Dekan fakultas hukum Universitas Indonesia, Dr. Edmon Makarim turut memberikan komentar bahwa sekiranya pemerintah mengesahkan RKUHP yang tidak bermasalah dan yang bermasalah bisa di susul dalam proses addendum selanjutnya sehingga dalam hal ini RKUHP yang diharapkan oleh pemerintah dan masyarakat lahir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun