Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Dear, Ratu Tisha Destria...

13 April 2020   22:37 Diperbarui: 14 April 2020   15:45 4025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas Ratu Tisha saat mewakili PSSI menghadiri FIFA Congress, opening match FIFA Women's World Cup, serta FIFA Women's Football Convention pada 5-8 Juni 2019. (Foto: Instagram/Ratu Tisha)

“Hati saya, kalau dibelah, isinya hanya sepak bola,” diktum Ratu Tisha Destria atas kecintaannya terhadap sepak bola yang juga disampaikan lewat pesan perpisahannya sebagai Sekretaris Jenderal PSSI.

Senin petang (13/4), cuaca begitu terang benderang. Lembayung senja pun terlihat jelas di ufuk barat.

Namun begitu, mesti diakui bahwa senja hari ini tak nampak keindahannya sebagaimana para pengagum senja berujar lewat puisinya. Sebab kehadiran sang penutup hari beririsan dengan sebuah kabar muram yang saya dapati.

Seseorang yang tak saya kenali secara personal, telah menulis ucapan perpisahan yang cukup bikin upaya sang senja untuk menampilkan keindahannya jadi tak ada lagi artinya di mata saya.

Oleh sebabnya seseorang itu lebih berarti. Meskipun bukan siapa-siapa bagi saya, tapi ia telah berhasil membuat saya bertahan mencintai sepak bola Indonesia, (katakanlah) di tengah ketidakstabilan performa Timnas misalnya.

Ialah satu-satunya orang yang selalu mampu menepuk pundak saya untuk lebih bersabar menunggu prestasi -- meskipun secara tidak langsung -- lewat manuver dan kinerjanya di federasi. Entah mengapa setelah melihat ide-ide dan kinerja Bu Sekjen selalu saja ada secercah harapan dan keyakinan bahwa sepak bola kita bisa lebih baik.

“Melalui surat, saya telah resmi mengundurkan diri dari posisi Sekretaris Jenderal PSSI…..” demikian bagian surel yang saya baca berulang-ulang dan saya berharap melakukan kekeliruan saat membacanya.

Namun kalimat tersebut memang benar adanya, tidak ada sedikit pun kesalahan. Baru kali ini saya dihadapkan pada sesuatu yang benar tapi sulit sekali menerimanya.

Saya mengerti bahwa beberapa bulan terakhir ini merupakan bagian-bagian terberat yang dialami divisi kesekjenan di PSSI. Namun berkat kecakapan bekerjanya, Bu Sekjen berhasil menyembunyikan semua itu, seakan-akan semua beres-beres saja.

Bukan melulu tentang gelombang tinggi yang sempat diapungkan oleh satgas AMB ketika menyapu oknum tidak bertanggung jawab ditubuh organisasi, atau masa-masa transisi kepemimpinan yang sempat bikin Bu Sekjen lebih sibuk pada saat itu. Melainkan batasan-batasan tupoksi yang membuat Bu Sekjen seolah dikucilkan di dalam organisasi yang didirikan pada tahun 1930 oleh Ir. Soeratin Sosrosoegondo ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun