Terpilin penat. Di suatu malam ungu yang pekat, pekat sekali, ibarat ingin mencekik, menjalar racun ke seantero selku yang penuh sekat.
Tak ada yang bisa dimaafkan, kecoak tengik!
Inikah hari-hari pembalasan?
Aku sudah sangat menyerah..
Tubuh ini amat ringkih Tuhan.. Sel ini sangat sesak!
Aku bahkan tak bisa tidur telentang, dan memang tak pernah tidur
Gemetar empedu atas sunyi ini, jeritku melanglang ditampar api
Belum cukupkah?
Mengapa pula aku tidak mati?!
Hitam hatiku. Tersulut malu
Telanjangku ditengah kota. Terbakarku didalam unggun. Tercabikku dihantam pecut
Mengapa pula aku tidak mati?!
Lalu sang penyiksaku yang bercahaya berkata,
"Kau memang sudah mati, manusia"
Lupa titimangsa,
gijenal