Ini bukan ramalan karena gelarannya sudah usai. Ini sekadar opini analisis kepingan puzzle yang terserak. Meski late post, siapa tahu bisa menjawab satu di antara sekian banyak rasa penasaran.
Bahwa secara ramalan satria piningit yang cuma sampai pemimpin ke-7, pemimpin kali ini sudah masuk level akhir (Secara urutan, pemimpin terakhir adalah satria pinandhita sinisihan wahyu). Bahwa secara terminologi unsur nama "notonogoro atau natanagara", yang belum muncul sama sekali (dan harusnya muncul kali itu) adalah unsur nama go-ro atau ga-ra. Unsur no-to-no (Sukarno -- Suharto -- Yudoyono + Mulyono/Joko Widodo) sudah muncul sebagai akhiran nama pemimpin-pemimpin sebelumnya. Karena sudah yang terakhir, dua unsur nama (ga dan ra) ini akan muncul pada satu orang sekaligus.
Bagaimanakah unsur nama go-ro atau ga-ra tersebut menurut versi ketiga paslon dalam pilpres 2024 kemarin?
Menurut paslon 03, unsur nama go-ro atau ga-ra ada pada nama GAnjar pRAnowo, capresnya. Menurut paslon 02, unsur nama go-ro atau ga-ra ada pada nama Gibran Rakabuming Raka, cawapresnya. Bagaimana dengan paslon 01 yang nama capresnya tidak nyenggol unsur go-ro sedikit pun?
Ternyata kubu paslon 01 yang capresnya Anies Baswedan, memiliki penafsiran yang canggih, lebih canggih dibandingkan kedua paslon lain. Kubu 01 'mengklaim' memiliki unsur "go-ro" bukan dari nama capres ataupun cawapresnya. Kubu 01 mengklaim unsur "go-ro" dari nama Pangeran Diponegoro (yang mereka persepsikan berada di pihak mereka). Kok bisa?
Pada 2015, pemerintah Belanda mengembalikan berbagai artefak sejarah ke pemerintah Indonesia. Salah satunya adalah tongkat milik Pangeran Diponegoro. Saat itu, pemerintah Indonesia diwakili Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan untuk menerimanya. Berbekal peristiwa itulah pendukung Anies Baswedan mengkreasi informasi bahwa Anies Baswedan-lah penerima tongkat estafet kepemimpinan Indonesia. Dengan kata lain, Anies Baswedan-lah yang terpilih untuk menerima "wahyu" penguasa Indonesia. Nggak percaya?
Memang too funy to be true, tapi memang seperti itulah sepertinya alur logikanya (cuma opini lho, yaa). Jadinya tidak mengherankan jika saat memberikan klarifikasi/pidato pasca pilpres (mengomentari pilkada), Anies Baswedan menggunakan latar lukisan Pangeran Diponegoro dan sebatang tongkat. Dan, hal ini pun sempat kembali diglorifikasi oleh para pendukungnya di media sosial (salah satunya di platform X atau twitter) meski menjurus ke disinformasi. Karena tongkat tersebut bukanlah tongkat Pangeran Diponegoro, melainkan replika tongkat cakra Kutha Gedhe.
Harus diakui bahwa dalam hal ini, kubu Anies Baswedan sangat elaboratif dalam memaknai konsep "no-to-no-go-ro" dan konsep "7 satria piningit pemimpin Indonesia". Goro-nya dapet, wahyu-nya juga dapet. Cuma salah pasang saja. Karena terbukti "go-ro" dan wahyunya ternyata hinggap di paslon lain. Karena satria pinandhita sinisihan wahyu itu tafsirannya ternyata bukan manusia religius yang mendapat wahyu tongkat Diponegoro. Lantas, seperti apa penafsiran yang valid tentang si satria pinandhita sinisihan wahyu itu?
Catatan: ga dan ra merupakan dua di antara 20 huruf/aksara Jawa yang belum diberi sandhangan/harakat
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI