Mohon tunggu...
Giens
Giens Mohon Tunggu... Penulis - freelancer

I like reading, thinking, and writing.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jawaban Istikharah Ibu Pertiwi, Terkabulnya Salawat Asyghil Para Kiai dan Santri

30 Juni 2019   09:16 Diperbarui: 30 Juni 2019   10:32 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pxhere.com

Seperti terberitakan dalam media massa baik cetak maupun elektronik, gelaran Pemilihan Presiden RI 2019 merupakan gelaran pemilihan presiden (pilpres) terheboh dibanding sebelum-sebelumnya. Meski dapat dikatakan sebagai ulangan pilpres periode sebelumnya (2014), pilpres 2019 mengalami peningkatan signifikan dalam hal potensi konflik dan ketegangan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Berbagai intrik, hoax, dan penggiringan opini seakan tiada henti menjejali anak negeri hingga sebagian di antaranya kehilangan kontrol diri dalam berekspresi. Sebagian orang terjebak melakukan ujaran kebencian secara langsung maupun melalui media sosial karena termakan hoax dan akhirnya terpaksa berurusan dengan polisi. 

Hoax yang disebar secata terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) itu mampu memorak-porandakan logika manusia yang bahkan secara tingkat pendidikan dapat dikatakan tinggi. 

Berbagai isu tak masuk akal yang diolah dan disebar sedemikian rupa terbukti tetap diyakini oleh orang-orang yang  mengaku berintelegensi tinggi. Memang bukan bodoh, mereka hanya khilaf untuk membedakan antara fakta dan opini.

Meruncingnya persaingan antar-kedua kubu pasangan calon (paslon) presiden - wakil presiden sempat dikhawatirkan akan berujung pada konflik fisik. Apalagi golongan pendompleng yang mencuri-curi kesempatan untuk meniup-niupkan isu SARA beberapa kali mendapatkan panggungnya. Ngeri.

Tapi ngomong-ngomong, jika kita ulas dalam ranah personifikasi, sebenarnya siapakah yang sedang dilamar oleh kedua pasangan calon presiden-wakil presiden itu?

Bukan segelintir rakyat yang merasa lebih mulia dari gelintir-gelintir manusia lain di dunia ini. Bukan pula segelintir rakyat yang siap mengutuk dan memaki dengan penuh benci jika permintaannya tidak  dituruti. 

Pokoknya bukan sampah negeri. Yang dilamar adalah Ibu Pertiwi. Tanah air Indonesia dalam personifikasi. Bukan untuk dinikahi, melainkan untuk dijaga dan dilindungi.

Meski disebut "Ibu" oleh anak negeri, sebenarnya Pertiwi selalu "perawan". Karena satu-satunya jenis air yang diceritakan pernah dikeluarkannya adalah air mata. Bukan air yang lain. Oleh karenanya, anggapan bahwa Ibu Pertiwi (bisa) diperkosa merupakan anggapan konyol. 

Mungkin hanya terbersit dalam pemikiran para "kasim" yang sedemikian berambisi untuk jadi pelindungnya. Karena mereka merasa hanya merekalah yang dapat dipercaya menjaga kesucian Ibu Pertiwi. Hanya merekalah yang tidak mungkin memperkosa Ibu Pertiwi. Lalu, bagaimanakah tanggapan Ibu Pertiwi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun