Mohon tunggu...
Muhammad Ramadhan
Muhammad Ramadhan Mohon Tunggu... -

Masih pelajar, perlu diberi tau jika salah.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Barat Harus Belajar dari Indonesia

6 Desember 2016   23:12 Diperbarui: 6 Desember 2016   23:16 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Some countries need a dictator, since they can’t wisely handle democracy.”Quotes ini saya temukan dalam aplikasi 9GAG, yang membuat saya berfikir, apakah Indonesia membutuhkan seorang diktator, karna kita belum bisa mengelola Demokrasi?

Sebenarnya, level dari demokrasi kita lebih tinggi daripada negara tetangga kita, yaitu Malaysia. Penulis sempat membaca tulisan tentang gerakan bersih di Malaysia disalah satu koran ternama hari sabtu lalu. Di Malaysia, demokrasi mereka hanyalah prosedur, bukan dengan pelaksanaan sesungguhnya. Tetapi, yang kita butuhkan bukan tingkat kebebasan, melainkan tingkat kesiapan Indonesia dalam berdemokrasi.

Aksi Bela Islam pada tanggal 4 November dan 2 Desember, Pilkada DKI, sampai kasus Ahok yang membuat suhu politik menghangat adalah saat yang tepat untuk mengetahui tingkat kesiapan kita.

Contohnya kasus penistaan agama yang dialami Ahok. Saya bukan ingin membela Ahok, tetapi apakah masyarakat sudah menilai kasus Ahok dengan rasional? Kasus ini lebih banyak ditimbulkan alasan kebencian. Ini tidak member nilai tambah dalam kematangan kita dalam berdemokrasi. Sepatutnya, kasus seperti ini didalami dengan tanggapan yang rasional. Contoh rilnya yang terlihat didekat rumah saya, biasanya poster tiga pasangan Cagub dipajang, tetapi poster pasangan calon nomor urut dua sendiri tidak ada. Atau poster didekat sekolah saya belajar, ada tulisan “Dukung Calon Gubernur Muslim”. Ini membuktikan masyarakat di dekat rumah saya itu tidak menyukai Ahok, tetapi bentuk ketidak sukaan ini menjadikan tidak matang dalam berdemokrasi. Juga ditempat di dekat sekolah saya menggunakan kampanye yang menyerang kaum selain umat Islam.

Contoh yang berlawanan dengan yang diatas, saya banyak melihat buzzerdimedia sosial. Karna saya lebih banyak membaca berita dimedsos melalui aplikasi LINE fitur LINE TODAY, setiap berita dapat diberikan komentar. Dalam berita sosial-politik, biasanya banyak yang memberi komentar. Banyaknya komentar ini karena banyaknya pengguna LINE, terutama anak muda berusia dibawah 30 tahun yang lebih banyak menggunakan LINE daripada Whatsapp. Saya tidak melakukan survey, tapi hampir semua berita tentang pasangan calon selain nomor 2, selalu diberi komentar yang nyinyir. Saya tidak menuduh LINE TODAY menggiring opini masyarakat, tetapi buzzer-buzzer dimedia sosial inilah yang menggiring opini, terlebih selalu mendapat likes yang banyak. Dengan begitu, anak muda seperti saya bisa saja opini nya digiring. Mungkin, penegak UU ITE harus merabah pemberi komentar di LINE TODAY.

Dengan contoh-contoh diatas itulah, apakah kita harus melanjutkan berdemokrasi? Atau apakah rakyat ini masih memperlukan seorang diktator?

Kemudian, saya berdiskusi dengan guru nativeInggris saya disebuah lembaga les bahasa Inggris. Sebutlah, namanya Chris. Dia berasal dari Inggris, negara yang sebelumnya menyatakan menarik diri dari Uni Eropa.

(Sudah diartikan dalam bahasa Indonesia)

Saya: “Mr, apa yang Indonesia harus pelajari dari Inggris dalam berdemokrasi?”

Chris: “Tidak, saya rasa dunia barat harus belajar dari Indonesia. Kemarin ada Brexit di negara saya, Trump terpilih, sepertinya Perancis akan mengikuti arus Trump, sekarang barat sudah menuju ke ‘Kanan’! Dunia sedang terpecah, malah Indonesia harus menjadi contoh dalam mengelola keragaman budaya yang sangat beragam ini.”

Harus diakui, jawaban ini mempengaruhi saya. Indonesia tidak membutuhkan pemimpin seperti Trump, atau Marine Le Pen untuk menjadikan Indonesia Great Again. Indonesia sudah great. Walaupun dari segala kekurangan dalam mentalitas berdemokrasi, saya menjadi melihat nilai plusnya yang sebenarnya lebih banyak dari pada minus nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun