Mohon tunggu...
Ghulam Falach
Ghulam Falach Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar yang selalu ingin belajar untuk mensyukuri fungsi akal sehat

Salah satu praktisi di STTKD Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menimbang Humanisme, Meredam Paradoks dan Ambiguitas di Masa Transisi

21 Juni 2020   09:15 Diperbarui: 21 Juni 2020   09:25 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto diambil dari laman web pixabay.com

Kehidupan normal merupakan ekosistem yang sangat dibutuhkan oleh setiap makhluk. Tentu kenormalan harus jauh dari rasa khawatir di setiap waktunya. 

Meski pada dasarnya kekhawatiran juga termasuk dalam variabel kehidupan normal, namun akan menjadi tidak normal apabila kekhawatiran terus menerus mengiringi setiap langkah kehidupan. 

Mungkin hal itu dapat menggambarkan keadaan saat ini, dimana transisi dalam kebijakan new normal masih diiringi oleh kekhawatiran bagi sebagian orang karena peningkatan pemaparan wabah.

Kebijakan new normal sendiri dijelaskan oleh Presiden Joko Widodo sebagai aktivitas kehidupan normal seperti biasanya namun tetap mematuhi protokol kesehatan. 

Langkah kebijakan ini diambil oleh pemerintah dengan alasan pertimbangan sosial-ekonomi agar tetap berjalan. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar masyarakat masih banyak yang belum memahami secara seksama dan terkesan ikut-ikutan untuk menjalankan kehidupan sesuai kebijakan new normal.

Sebagian masyarakat lain memandang bahwa kebijakan new normal terkesan ambigu dan bersifat paradoks. Hal ini salah satunya didukung oleh pelonggaran PSBB yang belum lama diterapkan di beberapa daerah. Meski banyak mendapatkan kritik, kebijakan PSBB belum sepenuhnya dievaluasi lebih lanjut akan dampak positifnya pada penyebaran pandemi.

Mengutip argument Bupati Gorontalo beberapa waktu lalu usai mengikuti Rapat Forkopimda Provinsi Gorontalo melalui Video Converence, bahwa penerapan PSBB di Provinsi Gorontalo membawa dampak positif pada berbagai hal, salah satunya penurunan kasus Covid-19. Jumlah pelaku yang terpapar wabah di daerah tersebut tidak lagi mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa hari terakhir.

Belum puas dengan dampak yang diberikan oleh PSBB publik tiba-tiba dikejutkan dengan pemberlakuan kebijakan new normal. Wajar bila banyak publik merasa terkejut, mereka menilai seakan-akan ikhtiar pemutusan rantai wabah yang sejauh ini dilakukan masyarakat terbilang sia-sia.

Bahkan banyak dari mereka yang berpendapat bahwa Indonesia terlalu tergesa-gesa untuk berdamai dengan Corona. Hal ini tidak lain dipicu oleh peningkatan segnifikan penyebaran wabah yang terjadi di masa transisi new normal.

Keterkejutan publik dalam paradoks yang dihadirkan oleh kebijakan new normal di masa transisi ini mungkin bisa diredam dengan perwujudan aksi humanisme yang lebih. 

Humanisme merupakan istilah yang sering digunakan sebagai suatu kata yang mengungkapkan tentang berbagai hal yang berhubungan dengan manusia. Dikatakan demikian karena perhatian terhadap sisi humanisme bisa menjadi salah satu indikator pendukung kelancaran pemahaman di masa transisi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun