"Bersyukur bukan berarti memiliki segalanya, melainkan mampu melihat kebaikan dalam hal yang sederhana."
Dulu, saya mengira bersyukur itu mudah. Rasanya ringan mengucap terima kasih ketika semuanya berjalan lancar, ketika kebutuhan sehari-hari tak pernah jadi masalah. Namun, semua berubah sejak saya benar-benar mengalami kekurangan. Ada hari-hari ketika isi dompet menipis sebelum akhir bulan, membuat saya harus menakar beras agar cukup hingga esok tiba. Tubuh lelah, tapi tetap harus bangun pagi demi menjalani rutinitas tanpa banyak pilihan. Barulah saya benar-benar paham: syukur bukan tentang seberapa banyak yang kita miliki, melainkan tentang seberapa dalam kita menghargai yang tersisa.
Dari keterbatasan, saya mulai belajar memaknai "cukup" lewat hal-hal kecil yang sering luput dari perhatian. Sepiring nasi hangat yang bisa disantap tanpa rasa sakit di tubuh, tawa keluarga di meja makan sederhana, segelas air dingin yang menenangkan setelah hari panjang---semua hal kecil itu seolah berbisik lembut, mengingatkan bahwa hidup ini tidak benar-benar kosong. Ada banyak alasan untuk bersyukur, meski kita sering kali terlalu sibuk menatap apa yang hilang.
Keterbatasan juga mengajarkan saya untuk berhenti membandingkan diri dengan orang lain. Dahulu, hati saya sering mengecil saat melihat pencapaian orang lain. Kini saya sadar, ukuran kebahagiaan tiap orang tak pernah sama. Bagi sebagian orang, bahagia adalah punya segalanya; bagi saya, bahagia adalah ketika hati mampu merasa cukup, walaupun keadaan belum ideal.
Dalam setiap keterbatasan, saya menemukan pelajaran berharga tentang ketulusan. Saya belajar menerima kenyataan bahwa hidup tak selalu berjalan sesuai rencana, tapi selalu ada makna di balik apa yang terjadi. Bahkan di saat-saat tersulit, selalu ada cahaya kecil yang menuntun langkah---entah itu berupa doa, pelukan hangat keluarga, atau sekadar napas yang masih berhembus pagi ini.
Kini saya sadar, syukur bukan hanya ucapan saat segala sesuatu baik-baik saja. Syukur adalah sikap hati yang tetap teguh meski dunia terasa sempit. Ia tak menunggu kondisi sempurna, tapi justru tumbuh di tengah kekurangan.
Saya percaya, makna sejati dari "cukup" bukan berarti berhenti bermimpi, melainkan terus berusaha sambil berterima kasih. Sebab, orang yang paling kaya bukanlah yang memiliki segalanya, tetapi yang mampu melihat keindahan dalam kesederhanaan.
Dalam setiap napas, setiap langkah, dan setiap pagi yang masih bisa saya sapa, tersimpan alasan untuk bersyukur. Dan di sanalah saya menemukan arti sejati hidup: di tengah segala keterbatasan, hati yang penuh syukur adalah sumber kekuatan yang tak pernah habis.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI