Mohon tunggu...
Ghina Nada Maghfira
Ghina Nada Maghfira Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar di Tahun Terakhir SMA

Membaca. Menulis. Berempati.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kebudayaan Pandhalungan, Permata Tersembunyi Kabupaten Jember

29 Agustus 2020   17:08 Diperbarui: 29 Agustus 2020   17:05 1544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karnaval Pandhalungan Kabupaten Jember (Sumber: Tribun Jember)

Karnaval Pandhalungan yang digelar oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember pada hari Sabtu, 24 Agustus 2019 mempertunjukkan serangkaian budaya dengan total 17 defile. Penyelenggaraan karnaval ini dilakukan sebagai ajang untuk memamerkan kebudayaan pandhalungan di Kabupaten Jember dan menarik perhatian wisatawan dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ke-74 Republik Indonesia.

Kebudayaan pandhalungan merupakan kebudayaan hibrida yang berasal dari tempat-tempat tertentu dan masyarakatnya disebut sebagai masyarakat pandhalungan. Partu, seorang seniman pandhalungan Jember menyebutkan bahwa kata pandhalungan secara etimologis berasal dari bentuk dasar dhalung, yang menurut kamus Bausastra memiliki arti kendhil gedhe atau periuk besar. Arti kata tersebut dimaknai dengan banyaknya kebudayaan yang masuk pada wilayah pandhalungan.

Masyarakat pandhalungan tinggal di daerah tapal kuda, yakni suatu kawasan berbentuk menyerupai ladam pada peta yang terdiri dari Kabupaten Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Bondowoso, Lumajang, dan Jember. Wilayah tapal kuda sendiri merupakan tujuan migrasi orang-orang dengan kebudayaan Madura serta kebudayaan-kebudayaan lain seperti Jawa Ponoragan (Ponorogo), Jawa Mataraman (meliputi daerah Ngawi dan sekitarnya), serta kebudayaan Arek (Surabaya, Malang, dan Batu).

Di Kabupaten Jember, sebutan kota pandhalungan sudah diusung seiring dengan pergelaran-pergelaran budaya pandhalungan. Sayangnya, hal itu tidak sejalan dengan pemahaman masyarakat Jember terhadap status wilayah tempat tinggal mereka sebagai wilayah dengan kebudayaan pandhalungan. Keterbatasan sumber-sumber literasi mengenai kebudayan pandhalungan semakin memperparah masalah tersebut.

Margaretha Atik, guru Seni Budaya dan Keterampilan di SMA Negeri 1 Jember menyatakan bahwa masyarakat Jember masih banyak yang belum paham tentang status Jember sebagai kota pandhalungan dan hanya sebagian kecil yang sudah mengetahuinya.

Padahal, Pemkab Jember sudah menyebarluaskan identitas Kabupaten Jember sebagai kota pandhalungan sejak tahun 2016 lalu. Partu juga menyatakan bahwa kebudayaan pandhalungan seharusnya dapat dijadikan sebagai daya tarik pariwisata untuk Kabupaten Jember karena aplikasinya yang sebenarnya sangat mencerminkan kehidupan sehari-hari.

"Kalau untuk wisata sangat menarik. Tidak hanya karnaval, ya. Jadi garapan-garapan seni di Jember memang berbeda dengan daerah yang lain", terangnya. Sehingga, jika masyarakat Jember itu sendiri menyadari kebudayaannya sebagai kebudayaan pandhalungan, maka daya tarik wisata Kabupaten Jember akan bertambah karena masyarakatnya juga ikut andil dalam mengenalkan budaya pandhalungan pada masyarakat luar Jember. Oleh karena itu, dibutuhkan usaha lebih besar dari Pemkab Jember, pegiat seni, akademisi, maupun masyarakat yang sudah mengetahui status kota pandhalungan yang dimiliki oleh Kabupaten Jember untuk memperkenalkan kebudayaan pandhalungan tersebut dengan target utamanya adalah masyarakat Jember itu sendiri.

Pemkab Jember dapat melakukannya dengan cara mengadakan acara-acara kesenian berskala besar yang tidak hanya dilakukan saat HUT RI, namun juga dilakukan pada hari libur atau akhir minggu sehingga dapat dijadikan sebagai acara pelepas penat bagi masyarakat Jember.

Para pegiat seni di Jember dapat membantu menyebar luaskan status Kabupaten Jember sebagai kota pandhalungan dengan ikut andil pada penyelenggaraan acara-acara kebudayaan pandhalungan bersama Pemkab Jember tersebut.

Selain itu mengingat tulisan, buku, dan kajian mengenai kebudayaan pandhalungan di Kabupaten Jember masih sangat terbatas, para akademisi dapat membantu memperkaya sumber-sumber tulisan tersebut dan ikut memperkenalkan kebudayaan pandhalungan Jember pada akademisi-akademisi lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun