Membaca pikiran orang, Bisakah? Mungkin itulah pertanyaan yang seringkali muncul ketika ada tulisan terkait memahami orang lain. Secara tidak sadar kita seringkali menerapkan upaya-upaya membaca pikiran orang lain. Ketika berdialog, memperhatikan orang lain, melihat respon dan seterusnya.
Tak bisa dipungkiri, terkadang hal itu menjadi suatu keasyikan tersendiri terutama bagi mereka yang sedang mempelajari tentang psikologi. Dalam ilmu psikologi, seringkali dibahas berbagai macam hal yang menyangkut pikiran atau psikis seseorang.
Psikologi sendiri menjadi trend di Indonesia sejak diperkenalkan oleh Prof Dr Slamet Iman Santoso tahun 1952. Sejak itulah psikologi berkembang hingga saat ini mulai digandrungi kawula muda.
Namun, ternyata membaca pikiran orang tidaklah cukup karena tanpa respon yang tepat hal tersebut menjadi sia-sia. Hal ini menjadi menarik sekaligus menjadi tantangan tersendiri.
Dalam peristiwa sehari-hari membaca pikiran dan merespon dengan tepat menjadi satu kesatuan yang tak boleh dipisahkan. Apalagi ketika dalam kondisi yang tak biasa misalnya negosiasi saat terjadinya peperangan.
Ada satu kisah menarik berkaitan seni membaca pikiran yang terjadi di abad ke-7 Masehi. Responnya yang membalikkan pemikiran dan logika patut untuk ditiru.
Simak baik-baik kisahnya!
Suatu ketika Rasulullah SAW didatangi seorang pemuda. Pemuda itu berkata, "Wahai Rasulullah, izinkan aku berzina."
Mendengar hal itu, orang-orang di sekitar Nabi Muhammad mencelanya dan berkata: "Cukup... Cukup...." dengan nada geram dan ingin memukuli pemuda tersebut. Kemudian Rasulullah menenangkan para Sahabat dan berkata, “Suruhlah dia mendekat.” Pemuda itu pun mendekati Rasulullah SAW hingga jaraknya dekat sekali, dia kemudian duduk.
Setelah itu Nabi berkata kepadanya: “Apakah kamu suka jika perzinaan terjadi pada ibumu?”
Pemuda itu menjawab: “Tidak, demi Allah”.