Mohon tunggu...
Ghatfhan  Hanif
Ghatfhan Hanif Mohon Tunggu... Lainnya - Masih Pembelajar dan hanya Seorang Mahasiswa Fakultas Hukum

Gerilya Aksara

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ombudsman, dr. Reisa, dan New Normal

21 Juni 2020   12:44 Diperbarui: 21 Juni 2020   12:48 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa sih yang tidak mengenal dr.Reisa Broto Asmoro, wanita yang pernah mengikuti ajang Puteri Indonesia pada tahun 2010 begitupun dirinya mulai dikenal publik ketika memandu acara Dr.OZ Indonesia di stasiun televisi swasta bersama (alm) dr.Ryan Thamrin. 

Perjalanan kariernya memang cukup Panjang hingga ia diamanatkan untuk menyampaikan pengumuman terkait perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia, berbagai respons positif bermuculan di berbagai penjuru tanah air. Sebab kehadiran dr. Reisa nampaknya memberikan warna tersendiri dan pengharapan baru bagi masyarakat, mengapa? jika ditinjau dari aspek filosofis maka terdapat simbol, karakter dan sinyal yang menarik untuk dibahas bersama.

Setiap kebijakan (beleids) yang diputuskan tentunya akan menimbulkan pro-kontra baik itu pada struktur pemerintahan maupun masyarakat. Namun perlu dicatat, kebijakan tersebut haruslah memberikan dampak yang baik dan positif bagi bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat. 

Akhir-akhir ini ramai diperbincangkan perihal pengangkatan dr.Reisa sebagai juru bicara tim gugus tugas Covid-19 oleh Alvin Lie, anggota Ombudsman. Alvin awalnya mempertanyakan apakah dr.Reisa merupakan bagian dari Aparatur Sipil Negara (ASN) atau tidak, lebih lanjut direspons oleh dr. Reisa lewat cuitan di twitter bahwa ia belum diangkat sebagai ASN. Kemudian Alvin justru menyoroti landasan hukum pengangkatan dr. Reisa. 

Apakah yang dimaksud dengan ASN, jika berpedoman di dalam UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN dijelaskan pada pasal 1 ayat (1) bahwa ASN adalah "Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah", jadi dapat kita tarik kesimpulan bahwa ASN terbagi menjadi dua jenis, yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

Tugas dan kewajiban yang dilakukan oleh PNS dan PPPK mengemban hal yang sama, yakni untuk melaksanakan kebijakan publik yang sesuai dengan Undang-undang, memberikan pelayanan yang profesional dan berkualitas bagi masyarakat. 

Dalam artian bahwa hak yang diterima masyarakat untuk diberikan pelayanan yang setara dan adil dijamin di dalam UUD 1945 dan peraturan dibawahnya, yakni Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah sebagaimana tercantum pada UU No. 10 Tahun 2004 pasal 7 ayat (1) Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Kita telaah terlebih dahulu tentang PNS dan PPPK. PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan. Sedangkan PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. 

Jadi, terdapat perbedaan eksplisit bahwa PNS memiliki ketentuan tetap sebagai pegawai sehingga ia akan mendapat jaminan hari tua atau pensiunan sedangkan PPPK memiliki ketentuan berjangka waktu tertentu tetapi tidak menerima pensiunan. Dari pernyataan (statement) dr.Reisa dikatakan bahwa ia bukan bagian dari ASN artinya ia bukan PNS bukan pula PPPK, maka persoalan ini yang menjadi tanda tanya bagi Alvin selaku anggota Ombudsman.

Saya ingin membawa pembaca untuk menyelami fenomena tersebut dalam perspektif netral (tidak berat ke kanan ataupun ke kiri, tidak pula ke atas ataupun ke bawah). 

Jika ditinjau dari aspek yuridis tidak salah apa yang disampaikan oleh Alvin bahwa dalam hal pengangkatan pegawai apalagi ada kaitannya dengan pemerintahan, maka diperlukan hierarki dan teknis yang jelas hingga sesuai prosedur resmi agar kedepannya tidak terjadi kesalahpahaman dan kerancuan. Sebagaimana Ketika berorganisasi tentunya kita mendapati surat keterangan ataupun pengangkatan sebagai syarat sah nya anggota organisasi yang diikuti. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun