Mohon tunggu...
ghani Alqadri
ghani Alqadri Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Andalas

saya menyukai pembahasan seputar olahraga,gaya hidup,dan sosial masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ruang Lingkup Ilmu Sosial di Era Digital: Mengurai Misteri Masyarakat Modern

6 Oktober 2025   02:46 Diperbarui: 6 Oktober 2025   02:46 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa Ruang Lingkup Ini Penting di Zaman Sekarang?

Ruang Lingkup Ilmu Sosial di Era Digital: Mengurai Misteri Masyarakat Modern

Bayangkan Anda scroll TikTok dan tiba-tiba melihat video viral tentang protes lingkungan atau mengapa tren itu meledak, bagaimana ia memengaruhi opini publik, dan apa dampaknya pada kebijakan pemerintah. Itulah kekuatan ilmu sosial di zaman kampanye anti-bullying. Di balik layar, ada ilmuwan sosial yang menganalisis sekarang. Ilmu sosial -- mencakup sosiologi, antropologi, ekonomi, psikologi sosial, dan ilmu politik -- bukan lagi sekadar teori kuno di buku teks. Ruang lingkupnya kini meluas, merangkul dunia digital, krisis global, dan dinamika manusia yang semakin kompleks.

Di era 2020-an, di mana AI mengubah pekerjaan, pandemi mengguncang masyarakat, dan media sosial membentuk opini, ilmu sosial menjadi alat penting untuk memahami "mengapa" di balik peristiwa sehari-hari. Artikel ini akan jelajahi ruang lingkup ilmu sosial yang menarik dan relevan hari ini, dengan contoh nyata dari Indonesia dan dunia. Kita akan lihat bagaimana bidang ini berevolusi, tantangannya, dan mengapa Anda harus peduli -- karena ilmu sosial bukan hanya untuk akademisi, tapi untuk semua orang yang hidup di masyarakat modern.

 Evolusi Ruang Lingkup: Dari Masa Lalu ke Digitalisasi

Secara tradisional, ruang lingkup ilmu sosial fokus pada interaksi manusia, struktur masyarakat, dan institusi sosial. Pikirkan Karl Marx yang menganalisis kelas sosial di abad 19, atau mile Durkheim yang mempelajari bunuh diri sebagai fenomena sosial. Tapi di zaman sekarang, ruang lingkup ini meledak berkat teknologi.

Sekarang, ilmu sosial memasuki era data besar (big data). Sosiolog tidak lagi hanya wawancara tatap muka; mereka gunakan algoritma untuk menganalisis jutaan tweet atau posting Instagram. Misalnya, selama Pemilu 2024 di Indonesia, peneliti sosial dari Universitas Indonesia menggunakan data media sosial untuk memetakan polarisasi politik. Mereka temukan bahwa hashtag seperti #Pilpres2024 memengaruhi 70% pemilih muda, menunjukkan bagaimana ruang lingkup ilmu sosial kini mencakup "sosial media sebagai ruang publik baru".

Antropologi, yang dulu fokus pada suku terpencil, kini mengeksplorasi "budaya digital". Peneliti seperti Tom Boellstorff mempelajari komunitas virtual di Second Life atau metaverse, di mana orang membentuk identitas baru tanpa batas fisik. Di Indonesia, antropolog mempelajari bagaimana komunitas online seperti K-pop fans membentuk solidaritas sosial, mirip gotong royong tradisional tapi di dunia maya. Ini memperluas ruang lingkup dari "masyarakat fisik" ke "masyarakat hybrid" -- campuran online dan offline.

Ekonomi sosial juga berubah. Bukan lagi hanya GDP dan pasar saham; sekarang termasuk "ekonomi gig" seperti Gojek atau Grab. Ilmuwan ekonomi sosial menganalisis bagaimana platform ini menciptakan ketidaksetaraan: driver ojek online dapat penghasilan fleksibel, tapi tanpa jaminan sosial. Ruang lingkup ini kini mencakup etika AI, seperti bagaimana algoritma Netflix merekomendasikan konten yang memengaruhi perilaku konsumen kita.

 Isu Kontemporer: Tantangan Global yang Membentuk Ruang Lingkup Baru

Zaman sekarang penuh krisis, dan ilmu sosial merespons dengan ruang lingkup yang lebih luas. Pandemi COVID-19, misalnya, mempercepat pergeseran ini. Psikolog sosial mempelajari "fatigue zoom" -- kelelahan mental dari rapat virtual -- dan bagaimana isolasi sosial meningkatkan depresi di kalangan milenial. Di Indonesia, survei dari LIPI (sekarang BRIN) tunjukkan bahwa 40% rumah tangga miskin kehilangan pekerjaan, memaksa ilmu sosial mengeksplorasi "ketahanan sosial" di tengah krisis kesehatan.

Perubahan iklim adalah isu lain yang menarik. Ruang lingkup ilmu sosial kini mencakup "sosiologi lingkungan", di mana peneliti analisis bagaimana banjir di Jakarta memengaruhi migrasi urban dan konflik sumber daya. Gerakan seperti Fridays for Future, dipimpin Greta Thunberg, menunjukkan bagaimana aktivisme pemuda membentuk opini global. Di Indonesia, ilmuwan sosial mempelajari dampak tambang nikel di Sulawesi terhadap komunitas adat, menggabungkan antropologi dengan advokasi hak asasi manusia.

Ketidaksetaraan juga jadi sorotan. Ilmu politik sosial mengurai mengapa populisme naik di banyak negara, seperti di AS dengan Trump atau di Brasil dengan Bolsonaro. Di Indonesia, ruang lingkup ini mencakup analisis korupsi dan oligarki, seperti kasus e-KTP yang mengungkap bagaimana elite menguasai sumber daya. Media sosial memperbesar ini: platform seperti Twitter menjadi arena perdebatan, di mana hashtag #ReformasiDikorupsi memicu gerakan anti-korupsi.

Yang menarik, ruang lingkup ilmu sosial kini interdisipliner. Ia kolaborasi dengan ilmu komputer untuk "social computing" -- memprediksi kerusuhan sosial dari data GPS. Atau dengan biologi untuk memahami bagaimana pandemi memengaruhi perilaku kelompok. Contohnya, proyek global seperti World Values Survey menggunakan AI untuk memetakan nilai-nilai budaya di 100 negara, membantu pemerintah merancang kebijakan inklusif.

Ruang lingkup ilmu sosial yang luas ini bukan sekadar akademis; ia punya dampak nyata. Bayangkan tanpa ilmu sosial, kita tak paham mengapa fake news menyebar cepat di WhatsApp, atau bagaimana algoritma Facebook memperburuk polarisasi etnis di Myanmar. Di Indonesia, penelitian sosial membantu pemerintah merancang program bansos selama pandemi, memastikan bantuan sampai ke yang paling butuh.

Tapi, ada tantangan. Privasi data jadi isu besar: bagaimana etisnya menganalisis data pribadi? Juga, aksesibilitas: ilmu sosial sering didominasi perspektif Barat, mengabaikan konteks lokal seperti budaya Jawa atau adat Papua. Di era sekarang, peneliti harus lebih inklusif, melibatkan komunitas dalam riset -- seperti citizen science di mana warga biasa ikut kumpul data.

Yang paling menarik, ilmu sosial memberdayakan individu. Dengan memahami ruang lingkupnya, Anda bisa jadi "warga sadar sosial". Misalnya, pahami bagaimana iklan targeted di Instagram memanipulasi pilihan Anda, lalu lawan dengan gerakan sadar konsumen.

 Kesimpulan

Ruang lingkup ilmu sosial di zaman sekarang seperti jaring laba-laba yang luas dan dinamis, menangkap segala aspek kehidupan modern -- dari scroll feed hingga demonstrasi jalanan. Dari evolusi digital hingga respons terhadap krisis global, bidang ini membantu kita navigasi dunia yang semakin terhubung tapi juga rapuh. Di Indonesia, dengan keragaman budaya dan tantangan seperti urbanisasi cepat, ilmu sosial jadi kunci untuk membangun masyarakat yang adil.

Jadi, lain kali Anda lihat berita viral, ingat: ada ilmu sosial di baliknya. Pelajari lebih dalam, ikut diskusi, atau bahkan kontribusi data Anda. Karena di era ini, memahami masyarakat

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun