Mohon tunggu...
Getha Dianari
Getha Dianari Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan Swasta

Tunggu sesaat lagi, saya akan menulis lagi.

Selanjutnya

Tutup

Money

Disrupsi dan Evolusi Manusia

31 Maret 2019   09:04 Diperbarui: 6 April 2019   06:09 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: tmforum.org

Masih dalam edisi mengejawantahkan isi pikiran setelah mengikuti beberapa seminar singkat belakangan ini (baca juga: Supaya Hidup Gak Gini-gini Aja ala Desi Anwar). Bertempat di Diorama Telkomsel Smart Office Jakarta, 26 Maret 2019, Gita Wirjawan (Menteri Perdagangan Kabinet Indonesia Bersatu II) dan Anindya Bakrie (CEO Visi Media Asia) membagi pemikirannya mengenai transformasi. 

Mengingat industri telekomunikasi tengah menghadapi gejolak disrupsi yang lebih besar gelombang itu datang bukan dari kompetitor sesama operator, melainkan dari OTT yang menyeruak belakangan dan tumbuh dengan cepat, sehingga membutuhkan transformasi sebagai jalan keluar.

Menurut Christensen dalam Kasali (2018), "Disruption menggantikan 'pasar lama', industri, dan teknologi, dan menghasilkan suatu kebaruan yang lebih efisien dan menyeluruh. Ia bersifat destruktif dan creative!". Maka apa yang akan dilakukan incumbent atau pemain lama dalam sebuah industri? Ada dua kemungkinan, incumbent menyadari adanya tanda-tanda pergerakan lawan yang berpotensi mendisrupsi atau incumbent tidak menyadari adanya tanda-tanda itu sama sekali? Jika menyadari, apakah incumbent mau berubah dan berupaya membuat strategi baru? Atau bersikap resist dan bertahan pada cara lama?

Dari kemungkinan-kemungkinan tersebut, Anda dapat perkirakan mana incumbent yang akan bertahan dan mana incumbent yang akan tersingkir dalam persaingan.

Bagaimana Anda memandang disrupsi?

Menurut Gita Wirjawan, disrupsi bukanlah hal baru, bahkan sudah ada sejak 100,000 tahun lalu saat manusia menemukan api sehingga menggiring ekosistem pada cara baru dan tak ada yang mau kembali pada cara sebelum api ditemukan. Dalam catatan Harari (2019) fenomena itu telah terjadi lebih lama, yakni 300,000 tahun silam.

Jika penemuan api disamakan dengan fenomena disrupsi OTT seperti saat ini, banyak incumbent atau startup salah kaprah menilai disrupsi hanya soal merubah sistem konvensional ke online atau menurunkan tarif pada angka yang digemari pasar. Padahal ini soal bagaimana disrupsi telah merubah the way of life masyarakat dengan memasuki pasar baru. Apakah membuat website atau menurunkan harga sudah cukup solutif?

Fenomena dimana kian hari manusia kian kreatif dan inovatif sendiri berkaitan dengan evolusi kognitif akibat paparan material perubahan alam yang menyebabkan volume otak manusia berkembang, demikian kurang lebih maksud Gita Wirjawan. Sedangkan menurut Harari (2019), Homo memang dianugerahi volume otak lebih besar 2 sampai 3 persen dari genus lain, tetapi bukan perbedaan volume itu yang membuat Homo menjadi lebih pintar. Melainkan karena otak manusia menyerap 25% energi tubuh saat tidur atau rehat, sedangkan kondisi ini tidak berlaku pada genus manupun.

Kesempatan sama untuk berinovasi

Dari aspek biologis volume otak dan kemampuannya dalam menyerap energi, setiap manusia memiliki kesempatan yang sama untuk berinovasi. Kalau begitu, mengapa ada orang yang mampu mewujudkan inovasi dan ada orang yang sama sekali tidak berinovasi? Mengapa ada negara yang berhasil karena berinovasi dan ada negara yang biasa-biasa saja?

Dianari (2017) menyampaikan, teori neo-klasik memandang teknologi sebagai pure public goods yang mempunyai karakteristik non-rival goods dan non-excludable goods. Oleh karenanya, setiap negara memiliki kesempatan yang sama untuk memanfaatkan teknologi dengan biaya (pengorbanan untuk mendapatkan teknologi) pada tingkat yang rendah atau bahkan tanpa biaya sama sekali. Ditambahkan Szirmai (2005), berhasil atau tidaknya tergantung pada social capability atau kemampuan teknis masyarakat yang diindikasi melalui tingkat pendidikan atau knowledge dalam penguasaan teknologi.

Sejalan dengan pendapat Anindya Bakrie bahwa majunya suatu negara ditentukan oleh know-how. Terdapat tiga cara untuk mendapatkannya: (1) Pertukaran tenaga kerja antar negara; (2) Menempatkan tenaga kerja multilateral dan domestik dalam satu perusahaan; (3) Foreign direct investment. Meski konsekuensinya adalah pengeluaran biaya lebih tinggi, namun yang terpenting terjadi transfer ilmu dan teknologi.

Seperti sudut pandang kehidupan, selalu ada dua sisi, ini soal bagaimana kita menetapkan garis. Smartphone misalnya, semua orang punya benda ini tetapi hanya sedikit yang berpikir bagaimana smartphone bisa menghasilkan uang. Sedang sebagian besar lainnya berpikir mainstream sebagai pengguna. Di saat sebagian besar orang log in Facebook untuk posting atau berkomunikasi dengan sesama teman, ada orang-orang tertentu yang berusaha menggarap peluang bisnis dan beriklan melalui platform raksasa tersebut.

Dalam hal kapasitas otak yang sama dan sifat teknologi sebagai pure public goods, manusia diberi pilihan untuk mengelola pengetahuan dan teknologi secara berkelanjutan hingga dapat menelurkan inovasi, atau menghindari pilihan itu dengan berbagai alasan. Sehingga muncul istilah produksi dan konsumsi, batas antara keduanya tak lain adalah pilihan yang ditentukan sendiri oleh pelaku.

Apa yang terpenting dari transformasi?

Jika ditanya faktor apa yang terpenting dalam upaya transformasi? Gita Wirjawan menjawab, "Leader!".

Sobat-sobat millenial seringkali mendapati statement dari rekan-rekan kerja senior bahwa angkatan kerja millenial lah yang bertanggung jawab terhadap penemuan inovasi dan keberhasilan perusahaan mendatang. Kelompok millenial dituntut lebih banyak untuk memberikan solusi. Saya setuju sepenuhnya dengan statement itu.

Tapi jangan pula dilupakan bahwa pimpinan perusahaan memiliki tanggung jawab yang tak kalah pentingnya dalam upaya mewujudkan lahirnya ide-ide. Jika kelompok pekerja millenial yang masih fresh dan idealis mampu mencetuskan banyak ide, tetapi pimpinan tidak menjamin lingkungan kerja yang open minded, bagaimana jadinya? Jika sudah tertampung banyak ide, tetapi untuk mengimplementasikannya terhalang banyak birokrasi dan intervensi politik, sedangkan saat ini informasi dan inovasi di pasar bergerak pada kecepatan yang tak disangka-sangka, bagaimana menurut Anda?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun