Banyak upaya yang diklaim sebagai aksi untuk "menyelamatkan lingkungan" sebenarnya hanya berujung pada eksploitasi uang oleh individu atau kelompok yang kurang memahami pentingnya keanekaragaman hayati. Tanpa pemahaman yang mendalam, tindakan ini sering kali mengorbankan ekosistem yang justru ingin mereka selamatkan. Salah satu contoh nyata adalah kampanye penanaman ribuan pohon yang tampaknya mulia, tetapi berisiko besar jika dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek ekologis. Di balik slogan dan upacara seremonial, sering kali terdapat celah besar dalam perencanaan aksi semacam ini. Banyak pihak yang mendukung aksi penghijauan hanya berfokus pada kuantitas, berapa banyak pohon yang bisa ditanam tanpa mempertimbangkan jenis pohon yang sesuai dengan lingkungan setempat. Dalam banyak kasus, spesies pohon yang dipilih ternyata merupakan spesies invasif, yaitu spesies asing yang dapat mengancam flora dan fauna asli. Ironisnya, aksi yang bertujuan membantu alam malah berakhir merusak keseimbangan ekosistem lokal.Â
Keanekaragaman hayati adalah fondasi utama ekosistem yang sehat. Setiap spesies tumbuhan memiliki peran khusus dalam ekosistem, seperti menyediakan habitat bagi hewan lokal, menjaga kualitas tanah, atau mendukung siklus air. Ketika spesies invasif diperkenalkan, mereka sering kali tumbuh lebih cepat dan mendominasi wilayah, menggusur spesies lokal yang penting bagi keanekaragaman ekosistem tersebut. Akibatnya, populasi hewan yang bergantung pada spesies lokal menurun, dan seluruh ekosistem terganggu. Salah satu contoh mencolok adalah penanaman pohon akasia atau eucalyptus dalam jumlah besar di beberapa negara tropis. Kedua spesies ini memang tumbuh cepat dan sering dipilih dalam proyek penghijauan, tetapi mereka dikenal sebagai spesies invasif yang menguras air tanah, merusak kesuburan tanah, dan mengganggu flora lokal. Dampaknya, ekosistem yang awalnya kaya keanekaragaman hayati berubah menjadi monokultur yang tidak sehat.
Sayangnya, aksi-aksi semacam ini sering kali didorong oleh motif finansial. "Tekanan terhadap ekosistem hutan alam di Indonesia yang tidak dapat dihindari belakangan ini mengakibatkan penggunaan jenis-jenis cepat tumbuh, termasuk mangium, sebagai pengganti bahan baku untuk menopang pasokan produksi kayu komersial. Berdasarkan hasil uji coba dari 46 jenis tanaman yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan di Subanjeriji (Sumatera Selatan), mangium dipilih sebagai jenis tanaman yang paling cocok untuk tempat tumbuh yang marjinal, seperti padang rumput alang-alang." (Arisman 2002, 2003).
Banyak organisasi atau individu melihat peluang keuntungan dari pendanaan proyek hijau tanpa benar-benar memahami apa yang dibutuhkan oleh lingkungan. Kampanye penanaman pohon skala besar sering digunakan sebagai alat pemasaran untuk menarik perhatian masyarakat, tetapi dampak jangka panjang terhadap ekosistem sering diabaikan. Sebagai masyarakat, kita harus lebih kritis terhadap aksi-aksi hijau semacam ini. Dukungan terhadap keanekaragaman hayati bukan hanya tentang menanam pohon sebanyak mungkin, tetapi juga tentang memahami spesies yang cocok dengan lingkungan lokal dan bagaimana mereka akan berkontribusi terhadap ekosistem secara keseluruhan. Keanekaragaman adalah kunci kesehatan lingkungan, dan hal ini hanya bisa tercapai jika kita berhenti mengutamakan kuantitas di atas kualitas.
Daripada berfokus pada jumlah pohon yang ditanam, kita perlu mendukung inisiatif yang melibatkan ahli ekologi dan komunitas lokal untuk merancang solusi yang berkelanjutan. Keanekaragaman hayati tidak hanya penting untuk alam, tetapi juga untuk kita sebagai manusia, karena kita adalah bagian dari ekosistem yang sama. Jika kita terus mengorbankan keseimbangan ini demi keuntungan jangka pendek atau ketidaktahuan, masa depan lingkungan kita akan semakin suram. Menghormati keanekaragaman hayati adalah langkah pertama untuk benar-benar membantu alam. Tanpa pemahaman ini, aksi hijau hanya akan menjadi kosmetik, tampak baik di luar tetapi menghancurkan di dalam.
Sumber Referensi
Nama belakang, Inisial. Inisial. 2015. Strategi Nasional dan Arahan Rencana Aksi Pengelolaan Jenis Asing Invasif di Indonesia. Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, 16. Diperoleh 12 Februari 2025, dari https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&opi=89978449&url=https://ksdae.menlhk.go.id/assets/publikasi/STRANAS_Jenis_Invasif.pdf&ved=2ahUKEwiJuubAnK6LAxV5xzgGHQIqArUQFnoECB8QAQ&usg=AOvVaw04ETYlWuqVTYcpg9oEotQY.
Krisnawati, H., Kallio, M. dan Kanninen, M. 2011. Acacia mangium Willd: ekologi, silvikultur dan produktivitas. Center for International Forestry Research. 1. Diperoleh 12 Februari 2025, dari https://publuu.com/flip-book/795504/1757180Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI