Ketika Artificial Intelligence (AI) semakin canggih dan merasuk ke dalam hampir seluruh aspek kehidupan, kekhawatiran pun bermunculan, termasuk dalam dunia pendidikan. Mungkinkah suatu hari nanti guru dan dosen digantikan oleh mesin cerdas? Apakah kita sedang menyaksikan awal dari era pendidikan tanpa manusia?
Pertanyaan-pertanyaan ini tidak hanya sekadar spekulasi. Mereka mencerminkan kekhawatiran yang nyata dari orang tua, pendidik, hingga pembuat kebijakan. Namun, benarkah AI akan menggantikan peran guru dan dosen? Atau justru membuka jalan baru bagi kolaborasi yang lebih manusiawi?
AI Tak Bisa Disamakan dengan Manusia
Salah satu kesalahan paling mendasar dalam memahami AI adalah menyamakannya dengan manusia. Dalam sebuah artikel ditegaskan bahwa AI tidak bisa dan tidak boleh dianggap sebagai subjek hukum yang setara dengan manusia. Pengadilan di berbagai negara menolak permohonan agar AI diakui sebagai pencipta karya intelektual. Ini menunjukkan bahwa secara hukum dan etika, AI hanyalah alat bantu bukan aktor independen seperti manusia.
Hal ini menjadi penting dalam konteks pendidikan, karena AI hanyalah instrumen untuk mempermudah kerja guru dan dosen, bukan entitas yang dapat menggantikan relasi sosial, tanggung jawab moral, atau pengambilan keputusan kompleks yang menjadi inti dari proses belajar-mengajar.
Kemampuan AI di Kelas: Hebat Tapi Terbatas
Tidak dapat disangkal bahwa AI telah memberikan kontribusi signifikan dalam bidang pendidikan. Dalam laporan EU Reporter (2024), disebutkan bahwa AI mampu meningkatkan efisiensi proses pembelajaran: dari penilaian otomatis, adaptasi materi belajar, hingga pengalaman belajar yang lebih personal.
AI kini digunakan untuk membantu memprediksi performa siswa, menyusun materi pembelajaran secara otomatis, serta memberikan gambaran berbasis data yang dapat membantu guru menyesuaikan metode mengajar. Teknologi ini memungkinkan pembelajaran menjadi lebih adaptif dan efisien, tanpa mengurangi peran utama guru sebagai pengarah proses belajar.
Namun, di sisi lain, AI memiliki keterbatasan mendasar. Ia tidak memiliki empati, tidak bisa merasakan emosi siswa, dan tidak memahami konteks budaya atau dinamika sosial di ruang kelas. AI juga tidak mampu menjadi mentor yang menginspirasi atau pemandu moral dalam proses pembelajaran. Semua itu hanya bisa dilakukan oleh manusia---oleh guru dan dosen yang sesungguhnya.
Peran Tenaga Pendidik: Tak Tergantikan, Justru Diperkuat