Mohon tunggu...
wartini sumarno
wartini sumarno Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Suka wisata sejarah sekaligus religi, selebihnya slow living.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Kaum Revolusioner

17 Februari 2025   14:36 Diperbarui: 17 Februari 2025   15:33 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
  Foto: Soe Hoek Gie (sumber: BertuahPos)

Apa yang panjenengan fikirkan ketika mendengar kata mahasiswa? pasti yang terbersit adalah sosok kaum muda, gelisah, bergairah, berapi-api dan dalam pencarian intelektualisme. Pokoknya sederet kriteria yang mewakili "kaum revolusioner". Tapi benarkah demikian?

Terdapat satu konsistensi dalam sejarah indonesia, salah satunya peminggiran gerakan kaum perempuan. Kenapa? karena aktivis yang mengaku paling revolusiner sekalipun sesungguhnya tidak benar-benar revolusioner jika berkaitan dengan "gender" dan "politik".

Hal ini tidak terlepas dari stereotipe dan praduga yang tertanam dalam sekali di sanubari mereka. Perempuan kerap dikaitkan dengan keluarga, keibuan, nilai tradisional, kenyamanan dan konservatisme bukan perubahan revolusioner. Dilain pihak, Mahasiswa seolah "pas" sekali dengan lebel "kaum revolusioner", namun kadang mereka juga naif, mudah dipengaruhi dan dimanipulasi.

Seperti kata Julia Suryakusuma, bila seorang revolusioner mati muda, memang tragis tapi juga romantis. Ini ide yang seakan "ngena" betul bagi selera semua orang. kalau tidak, bagaimana mungkin wajah Che Guevara yang muda, gagah, ganteng dan "revolusioner" itu bisa terpampang di berbagai benda. Mulai dari kaos oblong, topi, poster, tato dan bahkan bikini?

Agak ironis sebenarnya, mengingat  Che sangat membenci kapitalisme tapi justru wajahnya malah dikomodifikasikan sebagai barang dagangan yang amat laku di dalam sistem yang ditentangnya hingga ia mati.

  Foto: Soe Hoek Gie (sumber: BertuahPos)
  Foto: Soe Hoek Gie (sumber: BertuahPos)
Lalu bagaimana dengan Gie? dia mati muda karena menghirup gas beracun saat naik gunung. Sebelum meninggal, Gie sempat merasakan getir dari ironi perjuangannya yaitu menyaksikan kediktatoran dan bukan kebebasan. Pada 1966, Gie menjadi tokoh kunci dalam membentuk aliansi antara mahasiswa dan militer untuk menumbangkan rezim otoritarianisme sukarno. Namun, hingga menjelang akhir hayatnya dia kecewa dan frustasi bahwa ternyata tanpa disadarinya, dia telah membantu menggiring masuk sebuah rezim diktator militer.

Mahasiswa memang "pecinta", mereka dimotivasi kegairahan pada gagasan dan idealisme. Tapi, kaum ibu (perempuan) juga "pecinta" yang bermotivasikan kepedulian dan kenyataan, seperti dulu saat para kaum ibu (aktivis, akademisi, ibu-ibu) nekat berdemonstrasi, dalam gerakan yang dinamai Suara Ibu Peduli (SIP) pada tanggal 23 februari 1998  yang menuntut pemerintah akibat harga susu yang meroket.

Mereka (kaum ibu) tidak dimotivasi oleh idealisme luhur ataupun ideologi abstrak, tapi kepedulian dan kenyataan. Kekuatan moral memang gagasan yang memikat, tapi seringnya gagal bersaing dengan kekuatan yang datang dari laras senapan atau permainan kekuasan dari mereka yang berduit dan berpengaruh. Gak lupa kan skandal MK yang melahirkan MKMK itu?

Serang, 17 Februari 2025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun