Seorang terdakwa pembunuhan berencana mendapat tepuk tangan riuh dalam sidang. Ironik.
Meminjam pindai Carl I Hovland melalui teori perubahan sikap, terbaca proses gempuran informasi, arahan keyakinan, dan dorongan menuju perubahan sikap dari Jessica dan tim Otto. Setelah nyaris setahun terpapar stimulus dosis tinggi Jessica Sianida, pesan-pesan dalam stimulus itu tentulah tertanam sampai jauh di kedalaman benak penonton. Gempuran lewat live show, gempuran lewat debat, gempuran lewat argumen, gempuran lewat aksi-aksi media. Selama nyaris setahun penuh!
Pada puncaknya, terjadilah perubahan sikap. Terutama di dalam benak mereka yang tak cukup jeli memilah fakta media mana saja yang laik diterima.Â
Penonton berubah menjadi penggemar.Â
Yang yakin menjadi ragu.Â
Yang ragu mulai mengangguk setuju.Â
Pun ada yang ikut terharu bila terdakwa Jessica tersedu terisak berurai air mata.Â
Para pecandu teledrama.
Penonton dibawa lupa jika Jessica pernah berdiri dingin di hadapan tubuh Wayan Mirna Salihin yang meregang nyawa.
Penonton lupa bahwa Jessica terang-terangan berbohong di ruang sidang.
Penonton lupa bahwa tak setitik pun pernah rasa sesal terpancar dari wajah sang terdakwa.