Mohon tunggu...
Junius Fernando Saragih
Junius Fernando Saragih Mohon Tunggu... wiraswasta -

Seorang pencari makna dalam setiap hal yang akan dilakukannya. Sangat ingin menjadi penulis dan bermakna bagi banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengapresiasi Pencapaian Ekonomi Indonesia

16 September 2018   16:38 Diperbarui: 16 September 2018   16:42 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Betapapun hebatnya suatu negara, kemiskinan akan selalu ada dan menghantui proses perjalanannya. Lantas untuk menilai apakah negara tersebut adalah negara kesejahteraan bukan dinilai dari ada tidaknya kemiskinan di negaranya, melainkan dinilai dari sejauh mana pengentasan kemiskinan yang sudah dilakukan dengan berbagai manifestasinya.  

Suatu kabar gembira untuk pertama kalinya persentase penduduk miskin di Indonesia berada di angka satu digit. Menurut data yang dilansir BPS per maret 2018, angka kemiskinan Indonesia sebesar 9,82 persen yakni sebanyak 25,95 juta orang. Jumlah ini mengalami penurunan dari data sebelumnya per September 2017 sebesar 26,58 juta orang (10,12%).

Di tengah hiruk pikuk penguatan nilai mata uang Dollar AS yang berdampak pada penurunan nilai mata uang rupiah, tingkat kemiskinan justru mampu diturunkan hingga tinggal satu digit. Membuncah harapan bahwa negara sekelas Indonesia bukan tidak mungkin menaikkan derajatnya menjadi raksasa ekonomi baru sebagaimana telah diprediksi dunia.

Tidak hanya penurunan tingkat kemiskinan saja yang membuat kita terkejut melainkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia untuk pertama kalinya dalam sejarah telah menembus US$ 1 triliun (13.588,8 triliun rupiah). Meningkatnya PDB Indonesia ini sekaligus menobatkannya sebagai salah satu dari 15 negara dengan ekonomi terbesar di dunia.

Pertanyaannya apakah yang sudah dilakukan pemerintah selama ini hingga mampu mencapai prestasi sebaik hari ini? Dalam kurun waktu 4 tahun pemerintahan Jokowi-JK, kita ingat program pengetatan anggaran dan tax amnesty salah satu kebijakan yang menarik perhatian. Hingga ditutup pada 1 April 2017, total pelaporan harta melalui program tax amnesty tembus Rp 4.855 triliun dengan rincian deklarasi harta di dalam negeri Rp 3.676 triliun, di luar negeri Rp 1.031 triliun dan harta yang dibawa pulang ke Indonesia (repatriasi) Rp 147 triliun (Kompas.com, 1/4/2017).

Tidak cukup sekedar memperhatikan nominal harta yang akhirnya dideklarasi bahkan dipulangkan ke Indonesia, program tax amnesty ini tentu saja akan berdampak besar secara jangka panjang. Betapa tidak, pasca program tax amnesty pendapatan negara berupa pajak akan terus meningkat. Tentu saja hal ini harus diiringi dengan perbaikan sistem perpajakan dan integritas pegawai pajak.

Program tax amnesty merupakan salah satu kebijakan pro rakyat yang pertama kali dilakukan dalam sejarah Indonesia. Distribusi kekayaan negara agar dapat dirasakan secara merata sangat mungkin dilakukan melalui sistem perpajakan yang ketat dan berintegritas. Sekarang tinggal bagaimana pengawasan distribusinya agar tepat sasaran, salah satu contohnya memastikan pembangunan juga terasa sampai ke daerah-daerah yang selama ini kurang terjangkau oleh pemerintah.

Lalu proses pengetatan anggaran yang selama ini diterapkan dengan yakin oleh pemerintah kendati banyak kalangan yang mengkritik dan meragukan keampuhannya nyatanya memegang pengaruh besar terhadap penguatan ekonomi. Menurut pemerintah, pengetatan anggaran adalah memangkas anggaran yang selama ini kurang tepat sasaran pengalokasiannya serta memboroskan anggaran yang tersedia.

Bukan rahasia bahwa selama ini ada banyak proyek pemerintah yang mangkrak karena terkendala persoalan teknis. Hal semacam ini membuat anggaran tidak terserap penuh sementara anggaran telah dialokasikan. Penggunaan anggaran yang tak maksimal seperti inilah yang ingin dihindari agar ke depannya anggaran dapat dimanfaatkan untuk keperluan yang lebih tepat sasaran.

Pengetatan anggaran semacam ini pada kenyataannya tidak serta merta mengurangi anggaran yang pada hakikatnya ditujukan bagi kelompok masyarakat miskin. Untuk tahun 2018, Kementerian Sosial yang mengemban tugas perlindungan dan jaminan sosial masyarakat miskin justru mengalami peningkatan anggaran yang semula Rp 17,32 triliun menjadi Rp 34 triliun.

Pada tahun 2019 mendatang, salah satu program unggulan Kemensos---Program Keluarga Harapan (PKH)---anggarannya akan ditingkatkan dua kali lipat menjadi 31 triliun yang sebelumnya hanya 17 triliun. Hal ini karena PKH dinilai berhasil menekan angka kemiskinan di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun