Mohon tunggu...
Gede Surya Marteda
Gede Surya Marteda Mohon Tunggu... Freelancer -

Mencari jati diri di belantara Hutan Jati. Berusaha semampunya untuk menjadi pribadi yang humoris.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan nikah satu kantor, jangan dik.

19 Desember 2017   11:34 Diperbarui: 19 Desember 2017   11:42 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.guysgab.com/office-romance-dos-and-donts/

Hal ini bisa memicu perombakan norma sosial besar-besaran, bahkan bisa mengarah ke ketidakstabilan ekonomi.

Keputusan MK untuk mencabut Pasal 153 Ayat 1 Huruf f Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang nikah dengan teman sekantor bisa jadi merupakan blunder penutup tahun 2017.  Jelas, menurut berbagai akal sehat, ini adalah tindakan yang lebih banyak nikmatnya dibanding mudaratnya. Dan,sudah menjadi rahasia umum bahwa di Agama apapun, yang namanya suatu hal berlebihan, apalagi kenikmatan, itu bisa menimbulkan hal-hal yang diinginkan, atau tidak. Nah apalagi di kasus satu ini, dengan mencabut peraturan tersebut berarti secara legal orang-orang sudah bisa nikah sekantor. Coba bayangkan, gawat kan?

Untuk para pria atau wanita yang sudah menikah pasti setuju hal ini, kebetulan saya belum. Nikah dengan satu wanita/pria saja udah berat dik, apalagi satu kantor. Janganlah. Menikah itu urusan serius loh, masa' mau nikahi sekantor sekarang sudah bebas-bebas saja, otak saya yang kecil ini saja masih bisa membayangkan bagaimana nanti jadinya.

Hal yang pertama yang perlu dipertimbangkan untuk tidak melegalkan nikah sekantor adalah biaya. Coba bayangkan, rata-rata biaya pernikahan di Indonesia itu sekitar 50-100 juta rupiah sekali nikah, itu satu macam adat saja loh, kalau dua atau lebih sudah pasti bertambah lagi. Sekarang, bayangkan kalau nikah sekantor yang mana kantor paling kecil saja itu bisa ada sekitar 20-30 orang yang bujang. Lewat kalkulasi sederhana bisa dihitung kalau kira-kira biaya yang diperlukan buat nikah sekantor sekitar 20-30 milyar. Gelo!

Untung kalau sekantor semuanya rakyat jelata, nggak ada ningrat atau keturunan keraton. Kalau ada, berarti sudah bisa dipastikan itu harus Royal Wedding yang biayanya bisa meroket hingga 10-20 kali lipat berarti hingga 200-600 M. Coba bayangin kalau biaya segitu dipakai buat beasiswa, pastinya mahasiswa-mahasiswa kere macam saya juga bisa bahagia.

Rata-rata 1 pasangan itu mengundang sekitar 200-500 orang untuk menghadiri pesta pernikahannya. Nikah sekantor? jumlahnya bisa membludak hingga 10.000-30.000 orang, ini mau nikah apa konser. Dan jelas, dengan sebanyak ini orang yang diundang maka harus dikerahkan pula pengamanan yang mumpuni dan tempat parkir yang lega. Menurut pengalaman sih, pasti menimbulkan kemacetan, keributan, dan tindak anarki. Untuk pengamanan dengan potensi gangguan keamanan sebesar ini pastinya harus merogoh kocek yang cukup dalam. Jelas sudah dari biaya yang dibutuhkan saja, nikah sekantor ini bisa menjadi pemicu korupsi, main belakang, atau kongkalikong. Sungguh!

Selain biaya, bisa terjadi perubahan norma besar-besaran akibat nikah sekantor. Di Indonesia, rata-rata dalam satu kantor itu proporsi wanita dan pria adalah 40:60, nah kalau nikah sekantor kan berarti nikah sama wanita dan pria sekaligus, nah ini nih bisa merusak moral besar-besaran kalau merujuk ke Aliansi Cinta Keluarga(nya sendiri), AILA, yang mati-matian berusaha menjaga keluarganya, eh, keluarga Indonesia dari jerat syaiton LGBT dengan mengusahakan terbentuknya aturan yang mengriminalkan LGBT dan hubungan di luar nikah, sungguh mulia, dan dinafikan oleh MK, sungguh terlalu. Nah kan, perjuangan  ALIA kan bisa tambah berat kalau nikah sekantor legal kan? Ini bisa jadi masalah serius untuk generasi milenial ke depannya karena bagaimana kalau ternyata generasi milenial harapan bangsa ini bisa melihat bahwa ternyata hubungan LGBT itu sama saja dengan hubungan biasa yang haus kasih sayang, perhatian, dan afeksi satu sama lain yang menurut penelitian terbaru dipicu oleh gen yang ada dalam tubuh mereka. Bisa terjadi cuci otak besar-besaran dong? ini bahaya laten dan nggak bisa dibiarkan, lur!

Jadi mempeung masih keneh ada waktu, sok para tetua MK tolong dipertimbangkan lagi itu cabut-mencabut aturan agar blunder tidak benar-benar terjadi. Karena kemudian hanya ada penyesalan, kalau sekarang itu pendaftaran.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun