Mohon tunggu...
Hamid El Gazel Saefulloh
Hamid El Gazel Saefulloh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta 23107030133

Cogito Ergo Sum

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apakah Hukuman Fisik Benar-Benar Sama dengan Bullying?

20 Februari 2024   17:13 Diperbarui: 20 Februari 2024   20:25 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai seseorang yang pernah mengalami hukuman fisik di masa lalu, pertanyaan ini sering kali muncul dalam pikiran saya. Apakah benar bahwa hukuman fisik yang saya alami adalah bentuk dari bullying? Apakah itu sama dengan perilaku agresif yang bertujuan untuk menyakiti atau merendahkan seseorang secara fisik atau emosional? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, saya merenungkan kembali pengalaman pribadi saya dan mencari pemahaman lebih lanjut tentang konsep bullying.

Saat saya duduk di bangku SMP dengan menghabiskan waktu di pondok pesantren, saya sering kali melihat teman saya mendapatkan sebuah hukuman fisik yang diberikan oleh guru atau pengurus. 

Tak hanya melihat, saya juga beberapa kali ikut merasakan hal tersebut. Bahkan, hingga saya duduk di bangku SMA, pengalaman serupa masih sering saya temui, terutama di lingkungan organisasi, di mana kakak kelas kerap memberikan hukuman kepada adik kelasnya ketika berada di suatu organisasi. Hukuman tersebut sering kali dilakukan dengan tujuan untuk "mendidik" atau "mengoreksi" perilaku yang dianggap salah atau tidak pantas.

Namun, seiring berjalannya waktu dan dengan bertambahnya kesadaran akan pentingnya hak asasi manusia dan perlindungan anak, pandangan terhadap hukuman fisik mulai berubah. 

Saya mulai mempertanyakan apakah tindakan tersebut benar-benar efektif dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan mendukung, ataukah hanya menciptakan sebuah rasa ketakutan dan trauma? 

Pertanyaan tentang apakah hukuman fisik sebenarnya sama dengan bullying menjadi semakin relevan saat saya mulai memahami lebih dalam tentang konsep bullying itu sendiri. Bullying tidak hanya tentang tindakan fisik yang menyakitkan, tetapi juga meliputi perilaku verbal, sosial, dan bahkan cyber. Bullying ditandai oleh ketidakseimbangan kekuatan atau kekuasaan antara pelaku dan korban, di mana pelaku memiliki kekuatan atau kekuasaan yang lebih besar daripada korban.

Dalam konteks ini, saya merenungkan kembali pengalaman hukuman fisik yang saya alami di masa lalu. Meskipun pada saat itu saya tidak melihatnya sebagai bullying, namun dengan sudut pandang yang lebih dewasa sekarang, saya mulai menyadari bahwa ada suatu kekuasaan yang tidak seimbang dalam situasi tersebut. Guru atau orang dewasa di sekitar saya memiliki kekuasaan untuk memberikan hukuman fisik tanpa banyak pertimbangan, sementara saya tidak memiliki banyak kekuatan untuk melawan atau menentangnya.

Ini mengarahkan saya pada kesimpulan bahwa, dalam beberapa kasus, hukuman fisik dapat dikategorikan sebagai bentuk bullying. Jika hukuman tersebut diberlakukan secara sewenang-wenang, tanpa pertimbangan yang baik, atau dengan tujuan untuk merendahkan dan menyakiti, maka hal tersebut dapat dianggap sebagai bullying. 

Namun, saya juga menyadari bahwa ada perbedaan antara hukuman fisik yang dilakukan dengan tujuan mendisiplinkan dan hukuman fisik yang dilakukan dengan niat untuk menyakiti atau merendahkan. Tak lupa juga dengan cara kita melihat dimana hukuman fisik itu diterapkan.

Saat ini, banyak negara dan lembaga pendidikan telah mengambil langkah untuk melarang hukuman fisik sebagai bentuk disiplin, mengakui bahwa itu tidak hanya tidak efektif, tetapi juga melanggar hak asasi manusia dan berpotensi menyebabkan trauma pada anak-anak. Sebagai gantinya, pendekatan yang lebih positif dan berbasis hak asasi manusia seperti pendekatan pengasuhan positif, bimbingan, dan pembinaan menjadi lebih diutamakan.

Pendekatan yang lebih positif dalam hal pendisiplinan, seperti pendekatan pengasuhan positif, bimbingan, dan pembinaan, telah terbukti lebih efektif daripada hukuman fisik dalam jangka panjang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun