Mohon tunggu...
NewK Oewien
NewK Oewien Mohon Tunggu... Petani - Sapa-sapa Maya

email : anakgayo91@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bos Baru, Pegawai Baru

7 Oktober 2017   22:38 Diperbarui: 7 Oktober 2017   23:06 1658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Facebook yukbisnis.com

"Hanya dahan yang rapuhlah yang takut dengan datangnya angin."

Saya tidak tau Empu kutipan diatas, entah itu saduran dari Rohmatikal Maskur yang saya temukan di internet, "Daun yang rapuh takut dengan angin... ." atau entah. Yang jelas maknanya atau pesannya baik sekali menurutku. Baik itu untuk pribadi atau menguatkan orang lain. Saya pernah membaca seorang pemimpin baru menguatkan anggotanya dengan kata-kata itu.

Seperti kita ketahui suatu kelompok, organisasi dan Negara akan berjalan lancar jika memiliki pemimpin. Hal ini untuk menghindari terjadinya cek-cok dalam mengambil suatu keputusan. Demi terhindarnya dualisme pemahaman dari hasil keputusan yang harus diambil, Pemimpin juga harus diangkat tunggal, hanya satu orang. Kecuali masalah tingkatannya, misal wakil, sekretaris dan seterusnya.

Biasanya proses pengangkatannya secara musyawarah dengan anggota, kalau Negara rakyat, kecuali kerajaan. Walau pun untuk organisasi swasta terkadang tidak, melainkan sesuai aturan yang ada dan bisa jadi sesuka hati pihak yang paling berpengaruh---orang yang menduduki posisi di tingkatan kepemimpinan dan tentu saja Bos besar.

Sebab itu dengan adanya pergantian Bos baru (Pemimpin baru) lumrah akan menyusul gonjang-ganjing akan diadakan pula mutasi/reshuffle dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Memang, yang seperti itu merupakan hal yang wajar, bukan?

Demi merengkuh visi dan misi pemimpin yang baru---mungkin sebab itu juga diangkat/dipilih---ia pun harus mengatur strategi. Maka, sangat wajar jika ada anggota/karyawan/pegawai yang dinilai tidak 'bersahabat' akan dikesampingkan.

Tapi, bagaimana dengan pemimpin suatu Negara, Provinsi, Kabupaten/Walikota dan Kepala Desa? Menurut saya itu juga sangat wajar. Apalagi prosesnya terkadang tidak luput dari intrik politik yang keji.

Memang tiada kawan dan lawan dalam dunia politik. Maka, sebab itu juga pengesampingan orang-orang yang bisa atau pun dicurigai menghalangi Visi dan Misi harus dilakukan---agar tercipta hubungan, komunikasi dan motivasi yang selaras dan setuju.

Nah, untuk urusan Kabupaten, dengan adanya pergantian Bupati baru, di daerah penulis sekarang ini sedang hangat-hangatnya---isu mutasi pegawai deras menerpa telinga. Dari pegawai yang dicurigai berbau di pihak yang 'kalah' mulia baper. Mulai menerka-nerka kalau posisinya akan membawa derita. Dan tidak bisa disangkal pula pihak yang menang juga sedang kegirangan mengira-ngira posisi yang dicita.

Desas-desus itu sebenarnya sudah tercium pesingnya sejak kampanye dulu, dan jelas bermula dari periode sebelumnya. Konon, pihak yang segerombolan dengan 'penguasa' saat itu akan menggunakan kekuasaannya untuk menerima pegawai baru pemerintah. Hal itu diinisiasi guna memuluskan jalan anggota gerombolan yang sedang bertarung, mengumpulkan suara. Terakhir kabarnya, tindakan yang sangat berisiko itu batal.

Selain itu, dari sekelas Simpatisan, Timses hingga Politikus yang sedang berjudi tak terlepas dari tembakan kata-kata manis "jika nanti". Deras mengalir, meluncur bak amunisi yang dimuntahkan senapan mesin, hingga mengoyak daging sampai menembus hati dan jantung pemilih. Wadoh. Hehe. Pokoknya begitulah.

Keluarga saya juga pernah beberapa kali didatangi famili jauh yang nyambi jadi Timses dari salah-dua kandidat yang menawari begitu. "Tenang, pokoknya kau kerja dengan kita" (tidak persis sama, dilebih-lebihkan, hehe). Melihat ada gelagat penolakan, dia tambah menegaskan. "Jangan khawatir, kau akan kerja dalam tempo secepat-cepatnya", tukasnya dengan semangat. Haha. Merasa gagal, ia mengintruksikan yang lain, dan masih ada bau keluarga. Tau kan kenapa memakai cara keluarga? Tepat sekali, agar sulit ditolak tanpa money politic. Tak perlu menerka apa saya menerima, titik.

Ditengah masa Sepatu Pantofel Lebih Berdaya Magis daripada Otak (tulisan saya), bukan hanya pemain politik yang bermain, tapi juga pemegang hak pilih ikut 'berpolitik', melobi kandidat baik dengan jualan "sekian suara" dan bahkan materil sebisa mungkin turut dihanguskan dan sebagai imbalan nantinya, jika jadi, "posisi" yang diberikan, ya, demi memenuhi gengsi, mendapat label Pemda atau lainnya, entah padanya atau keluarga.

Jelas saja para politikus menerima, yang notabene untuk memenuhi kepentingannya apa pun terkadang dilakukan, termasuk manipulasi, korupsi apalagi hanya sekedar nepotisme yang konon jarang terlacak. Rupiah melimpah pun dikucurkan apalagi hanya sekedar mengamini janji-janji. Maka permainan itu lancar jaya.

Tepat pada tanggal 03 Oktober kemaren, pemimpin baru di daerah penulis sudah dilantik---yang terpilih Muhammad Amru dan Said Sani. Tidak disangka, ditengah berdebunya gurun perpolitikan Bupati Terpilih seakan mampu membawa oase. Menanggapi isu mutasi beliau berkata, ".....Hanya dahan yang rapuhlah yang takut dengan datangnya angin."

Tentu saja kata-kata itu mampu meredam rasa dahaga yang sudah dirasa sebelum dahaga itu datang. Menerapkan sistem the rigth man on the rigth job sepertinya diutamakan, ya memang seharusnya. Kendati begitu memukaunya permulaan masa pimpinannya, mungkin saja ada simpatisan loyal beliau yang masih menyimpan dendam pada lawan merasa kecewa. Itu juga harus dimaklumi.

Dari situ saya berasumsi, di kemudian hari nanti beliau tidak akan 'membunuh' lawan politiknya yang ada di pemerintahan jika tidak tepat alasan---tapi masih belum 'sepenuhnya' yakin sih. Ya, karena "tiada kawan dan lawan abadi dalam politik" tadi.

Saya hanya berharap, jangan menghukum pejabat negara yang potensial hanya karena berbeda pandangan politik, seperti 'kabar' yang sudah-sudah. Tapi kalau mengancam pencapaian visi dan misi karena dendam politik sih terserah, sekali pun itu dilempar ke tepi neraka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun