Mohon tunggu...
NewK Oewien
NewK Oewien Mohon Tunggu... Petani - Sapa-sapa Maya

email : anakgayo91@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Panen Cabe Keriting hingga Berkreasi Keripik Pisang

18 Februari 2017   19:34 Diperbarui: 19 Februari 2017   11:59 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Dokumentasi Pribadi)

Jauh sebelum Bapak Enggartiasto Lukita menyarankan agar masyarakat menanam cabe sendiri guna mengatasi mahalnya harga cabe, sekitaran tahun 90an, masyarakat di daerah penulis telah melakukan budidaya tanam Cabe di pekarangan rumah, numun bukan untuk meredam laju harga melainkan karena tidak berharga –tidak laku di pasar. Hanya untuk konsumsi rumah tangga.

Pada masa itu, proses perdagangan hanya mengandalkan pasar di kota kecamatan: pihak penjual dan pembeli dari daerah itu juga dan tak jarang mereka memiliki jenis barang sama, jika tidak laku barter pun tidak bisa.

Hal itu karena sulitnya akses keluar masuk, sehingga barang yang rentan rusak tidak menarik untuk diperdagangkan keluar daerah. Baru setelah tahun 2000an dengan mulainya pembangunan infrastruktur, barang seperti Cabe menarik diperdagangkan ke luar daerah.

Tapi masih berkapasitas rendah sebab harga kurang menarik, dan tak jarang pada musim penghujan tidak bisa diuangkan: rusak dan tauke tidak mau membeli. Ketidakpastian harga membuat kurangnya minat masyarakat membudidayakan Cabe, padahal sangat potensial.

Berbeda dulu berbeda pula sekarang, tanaman Cabe mulai menjadi primadona bagi masyarakat yang menggantungkan hidup dari hasil pertanian. Dulu mayoritas petani menanam Tembakau dan Padi. Karena tertarik dari segelintir Petani yang mendulang sukses dari Cabe, mereka dengan suka cita mengalihkan objek tani mereka.

Mudah sekali mendapatkan areal persawahan beralih fungsi menjadi Kebun. Memang, jika tepat sasaran Cabe dapat seketika mengembungkan kantong yang ‘kemaren’ kempes, seolah disulap.

“Iya. Kalau Petani mau sukses harus tanam Cabe.” Aku salah satu Petani yang sedang panen dengan senyum mengembang.

Di Kabupaten Gayo Lues, daerah yang paling banyak membudidayakan tanaman Cabe adalah Kecamatan Balangpegayon serta lumayan di Kecamatan Putri Betung, Blangkejeren, Terangun dan Tripe Jaya.

Pasokan Cabe yang terhitung tinggi dari pangsa pasar yang ada, hingga sasaran utama dari petani adalah luar daerah. Medan daerah yang paling besar menampung, selain Medan, Banda Aceh dan Kabupaten di bagian pesisir utara Aceh juga, namun masih berskala rendah dan kualitas menjadi prioritas. Hal tersebut sesuai dengan pengakuan Tauke di Kampung Kute Bukit, Kecamatan Balangpegayon, Ran namanya.

“Iya. Tujuan barang memang luar daerah. Kalau hanya Gayo, ya gak jalan.”

Mengingat daerah pemasaran menempuh jarak yang lumayan jauh, padahal Cabe rentan rusak juga harga didaerah pemasaran tidak stabil, penulis menanyakan resiko yang dihadapi Tauke.

“Sering. Kita sering rugi. Kadang hanya balik modal, tak jarang juga tidak. Jadi itu semacam perjudian.”

Memang patokan harga sebelumnya sudah diinformasikan melalui telpon oleh jaringan dari tujuan pemasaran. Namun, proses pengiriman barang memakan waktu semalam, biasanya pengiriman setelah maghrib dan tibanya pagi, tentu informasi harga sebelumnya tidak berlaku lagi, sebab sudah ada pergeseran harga. Dengan adanya informasi melalui seluler tersebut cukup menjadi modal para Tauke memasang taruhan, berani membeli barang banyak.

Karena Tauke yang saya tanya telah mampu mengoperasikan internet, selain telpon Ia mengambil referensi dari Internet untuk pengiriman barang. Misalnya mencari informasi pangsa pasar yang paling baik dari daerah pemasarannya, daerah yang paling berpeluang meraup untung akan menjadi prioritas pengiriman. Sehingga Ia Tauke yang paling berani membeli barang dengan jumlah besar, kualitas tidak pandang bulu dan yang paling jarang rugi. Orang-orang yang mencoba peruntungan menjadi Tauke sudah banyak gulung tikar karena tidak mampu menebak ‘untung’.

Jadi, para pengepul di daerah pedalaman sangat bergantung pada Teknologi dan informasi, terkhusus jenis barang yang rentan rusak dan harganya tidak stabil.

Selain itu, Internet juga sangat bermanfaat bagi pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM). Karena melalui internet dapat menambah mitra usaha di luar daerah, mencari pembelajaran dan melakukan pemasaran produk di internet (online).

Sekilas UKM dan IKM memang tidak terlalu menarik, namun kenyataannya cukup berperan besar dalam pembangunan prekonomian, . Hal itu karena jumlahnya yang begitu besar, sehingga mampu menyerap tenaga kerja besar pula, juga menyumbang cukup besar terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dan tahan terhadap guncangan pasar global.

Umumnya UKM dan IKM memiliki SDM yang rendah, walaupun pemerintah telah melakukan pendampingan, tetap saja belum sepenuhnya tersentuh, terutama di daerah-daerah dengan status terisolir.

Dengan adanya jasa layanan telekomunikasi, setidaknya bagi sebagian Pelaku Usaha/Industri Kecil yang terpinggirkan dapat mandiri, karena semua jenis pemecahan masalah tersedia di Internet.

Hal itu, sesuai dengan pelaku Industri Keripik Pisang di daerah penulis, pada satu-satunya sentra Keripik Pisang, di jalan lintas Kabupaten juga lintas provinsi; SUMUT, tepat di Kampung Singah Mulo, Kecamatan Putri Betung. Hampir semua penduduk pada salah satu Dusunya, tepat di wisata pemandian Air Panas, melakukan pengolahan Keripik Pisang. Alasannya karena berada di lokasi wisata juga lintas daerah.

Karena produknya hanya Keripik Pisang dan Keripik Ubi biasa saja (asin) dan tidak ada kreasi warna, pada suatu waktu sambil ngopi di warung salah satu produsen, saya pernah bertanya: kok Keripiknya begini semua Buk?

Ibuk itu mengaku selanjutnya akan dilakukan disversifikasi terhadap produknya, ala Lampung begitu: didalamnya aneka rasa dan penampakan produk (warna-warni). Harapannya selain warnanya yang bikin ngiler juga dilengkapi dengan Keripik Pisang rasa Barbeque, Jagung, Vanili, Coklat, Keju dll, dan kemungkinan ada rasa Ayam juga. Wah.

sumber: httppenjualkeripik.blogspot.co.id
sumber: httppenjualkeripik.blogspot.co.id
Karena kemasannya masih menggunakan plastik putih, ibuk itu juga berencana untuk membuat kemasan yang menarik mata konsumen agar melirik, dengan warna cerah dan di-printmerek. Namun semua itu masih sebatas rencana, meski demikian bagiku itu luar biasa.

Iseng-iseng saya bertanya, dapat ide cemerlang itu dari mana, awalnya saya menebak dari pemerintah. Rupanya tidak, Ibuk itu mengaku dapat ide dari internet, kemudian minta no kontak. Loh, Ibuk bisa Internet? Tidak, tapi anaknya yang baru pulang kuliah dari Medan yang bisa. Oh, begitu. Pantasan lidah si ibuk kelu ketika ngomong “disvesveskasi”, padahal benarnya ‘disversifikasi’  Buk –padahal saya juga baru cek internet, adoh.

***

Dengan adanya upaya pemerataan akses telekomunikasi dari Telkom Indonesia melalui Satelit Telkom 3s, khususnya wilayah 3T (Terdepan, Terluar dan Terpencil) dari Nusantara, saya yakin akan ada pengikut dari kedua contoh yang saya sebut diatas untuk berinovasi dan berkreatifitas di bidang masing-masing. Dengan catatan ada penggerak dan jaringan tersedia hingga pelosok desa. Didaerahku yang macet bukan kendaraan, tapi jaringan, bahkan beberapa Kecamatan tidak jalan sama sekali. Jadi rumit.

Gayo Lues, 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun