Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kalau Tidak Mau Di-Blackpanda-kan Lagi, Gunakan Saja Uangku dari Smartfren

29 Desember 2016   01:40 Diperbarui: 29 Desember 2016   16:02 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tampilan Aplikasi UANGKU (Dok. Pri)

“Tenang saja, Mbak. Nama akun saya sama dengan nama di KTP. Di Kompasiana, akun saya terverivikasi biru. Saya juga pernah diundang makan siang sama Pak Jokowi di Istana Negara. Buat masuk ke situ, KTP kudu ditunjukkin ke staf Istana. Nama dan alamat saya tercatat di Istana. Jadi, kalau saya macem-macem, besoknya Pak Polisi sudah bisa gerebeg saya.”

Begitulah percakapan via telepon seorang pengeber online batik Cirebon (yang juga penulis sendiri), saat mencoba menanamkan kepercayaan kepada calon pembeli batiknya. Bagi pengeber alias penjaja online kepercayaan calon pembeli merupakan barang yang sangat mahal.

Faktanya memang begitu. Jangankan untuk menumbuhkan atau membangun kepercayaan, bahkan hanya untuk sekadar menanamkannya saja, sulitnya setengah mati. Saking sulitnya, bahkan Istana Negara pun ikut “dijual”.

Mahalnya faktor kepercayaan dalam sistem jual-beli online atau online shop (olshop) ini sangat lumrah. Si penjaja online batik Cirebon sadar betul, bagaimana pun juga dalam sistem ini, penjual dan pembeli tidak bertemu muka. Bahkan keduanya belum pernah bertemu sama sekali. Selain itu, dalam sistem olshop tidak berlaku tradisi “teliti sebelum membeli”.

Kepercayaan memang masalah utama dalam ruang olshop. Bahkan, tidak jarang gegara si calon pembeli mendadak kehilangan kepercayaan kepada si penjual, tawar-menawar yang sudah deal akhirnya berantakan.

Karenanya salah besar kalauolshop hanya mengedepankan faktor kemudahan atau kepraktisannya saja. Tanpa dipromosikan pun pembeli sudah tahu. Bukankah dalam ritual olshop, untuk mencari barang yang diinginkannya,.pembeli tinggal menggerakkan ujung jarinya pada layar sentuh smartphone. Setelah ketemu, tinggal klik sana-sini untuk melanjutkan transaksi. Bisa dibilang, faktor kemudahan sudah otomatis melekat dalam sistem transaksi online.

Justru faktor keamananlah yang seharusnya menjadi prioritas utama sebelum ritual olshop dimulai. Malah, dari sejumlah pengakuan sesama penjual online, faktor inilah yang menjadi titik kritis dalam sistem olshop. Bisa dibilang, kalau faktor keamanan sudah terpenuhi, deal sudah di tangan.

Sulitnya menanamkan kepercayaan ini sebenarnya hanya masalah sepele. Persoalannya cuma siapa yang pertama kali mengirim. Si pembeli yang mentranfer uangnya lebih dulu atau si penjual yang lebih dulu mengirimkan barang dagangannya. Karena dalam sistem olshop sangat tidak mungkin kedua belah pihak saling kirim dalam waktu yang bersamaan. Apalagi si penjual berpefang teguh pada pepatah “Ada uang ada barang”. Ujung-ujungnya kedua belah pihak menemui kebuntuan.

Kemudian, kebuntuan jual-beli online tersebut diputus dengan menghadirkan pihak ketiga. Dengan adanya pihak ketiga, si pembeli tidak langsung membayar kepada si penjual, tetapi lewat pihak ketiga yang ditunjuk sesuai kesepakatan. Barulah setelah barang yang dipesan diterima oleh si pembeli, uang pembelian diteruskan pihak ketiga kepada si penjual. Sesederhana itu solusinya.

Namun demikian, kehadiran pihak ketiga ini belum tentu dapat menyelesaikan masalah keamanan. Bisa-bisa, kehadiran “orang ketiga” ini malah merusak keharmonisan transaksi. Di Indonesia, ulah “orang ketiga” yang merusak jalinan jual-beli online pernah terjadi pada September 2015.

Saat itu, forum online Kaskus diramaikan oleh kasus dugaan penipuan yang menimpa sejumlah member (anggota). Salah satu penyedia rekening bersama (rekber) dengan nama akun Blackpanda diduga membawa lari sejumlah uang hasil transaksi dari para anggota forum jual beli (FJB). Awalnya, tidak ada masalah dengan rekber yang dikelola akun Blackpanda. Barulah pada September 2015 sejumlah pengguna jasa Blackpanda yang berjualan di FJB melaporkan kalau mereka tidak menerima transfer pembayaran dari pembeli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun