Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kenapa Saya Ogah Posting "Brigadir J" di Kompasiana?

18 Juli 2022   10:28 Diperbarui: 18 Juli 2022   10:39 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kenapa ga nulis atau buat status soal kasus tembak-menembak di rumah Kadiv Propam Irjen Pol. Ferdy Sambo?" tanya teman kompasianer pada Kamis malam minggu yang lalu.

"Akun FB saya diblokir," jawab saya.

Tanpa Alasan FaceBook Blokir Akun Saya

Sudah lebih dari satu bulan akun Facebook saya diblokir. Akun yang masih terbilang baru itu saya daftarkan sekitar seminggu setelah saya tidak bisa lagi mengakses akun FB lawas yang dianggap bermasalah karena mengunggah konten-konten tentang tewasnya Komandan IRGC Mayjen Qassem Soleimani. FB memang mengakui jika pihaknya memblokir banyak akun yang dianggap berpihak pada Iran.

Baca: "Dia yang Namanya Tak Boleh Disebutkan" Diberangus Facebook 

Awalnya, seperti banyak akun lainnya di seluruh dunia, akun lawas yang diblokir FB masih bisa diakses setelah masa pemblokiran selesai. Namun beberapa bulan kemudian, walaupun akun itu masih aktif, saya tidak bisa mengaksesnya lagi.

Sementara untuk akun FB baru, saya tidak mendapat informasi tentang alasan FB memblokirnya. Hanya saja, beberapa hari setelah akun tersebut diblokir, saya memposting tentang Nenek Babushka Z yang dimanfaatkan oleh Rusia sebagai alat propaganda.

Padahal, dalam caption, saya tulis video yang diambil tentara Rusia itu adalah rekayasa. Pasalnya, beberapa detik sebelum si nenek keluar, kamera sudah menyorot ke arah pintu. Selain itu, bendera Soviet yang dijatuhkan begitu sajua tapi terhampar sempurna seperti sajadah.

Saya bukan Pembela dan Pengkritik Buta Polri

Karena akun FB saya diblokir total, saya tidak bisa lagi menstatuskan opini saya tentang kasus Irjen Ferdy Sambo. Itu alasan saya. Dan itu alasan satu-satunya.

Jadi, bukan karena saya diminta pihak tertentu untuk tidak memposting konten-konten terkait peristiwa yang sedang ramai itu.

Benar, dalam beberapa kasus, saya banyak membela Polri. Termasuk dalam kasus KM 50. Menurut saya pelaku pembunuhan terhadap enam laskar FPI bukan anggota Polri seperti keterangan yang justru disampaikan oleh pihak Polri sendiri.

Opini yang membela Polri dengan menarasikan pembunuh 6 Laskar FPI bukan polisi itu tidak diterima baik oleh kelompok kontra FPI maupun kelompok pro FPI. 

Bagi yang kontra FPI, semua keterangan Polri benar seutuhnya. Sebaliknya, bagi yang pro FPI, Polisi telah berbohong yang melahirkan banyak kejanggalan, tapi pelaku pembunuhan adalah 3 anggota Polri sesuai keterangan pihak kepolisian sendiri. 

Dalam sejumlah tulisan, saya memang membela Polri. Seperti: Soal Kelompok yang "Goreng" Isu Rohingnya, Tito Karnavian Benar!

Tapi, saya juga pernah mengkritik Polri. Baca: Aneh, Kapolda Jabar Bisa Kecolongan Bentrok FPI dan GMBI

Saat masyarakat menyoroti kasus "kopi sianida" yang menewaskan Jessica, saya pun turut mendukung kompasianer dengan nama akun Fadli Zontor yang mengkritisi keterangan yang disampaikan Polri.

CCTV dalam Kasus Munir, 6 Laskar FPI, dan Brigadir J

Tidak perlu menuliskan lagi soal CCTV dalam kasus tewasnya Brigadir J. Tapi, terkait CCTV ada persamaan antara kasus tewasnya Brigadir J, tewasnya 6 Laskar FPI, dan tewasnya Munir.

Dalam peristiwa tewasnya enam Laskar FPI, polisi mengatakan bila close circuit television (CCTV) di lokasi tempat penembakan tersebut diketahui tidak berfungsi alias mati. 

Keterangan dari pihak Polri itu direspon PT Jasa Marga. Melalui anak usaha yang bergerak di bidang pengoperasian jalan tol, PT Jasa Marga Tollroad Operator (JMTO), Jasa mARGA menjelaskan bahwa ada TERJADI gangguan pada link jaringan backbone CCTV/Fibre Optic di Jalan tol Jakarta-Cikampek Km 48+600 sejak hari 6 Desember 2022 pukul 04.40 WIB. 

Sedangkan peristiwa tewasnya enam laskar FPI terjadi pada 7 Desember 2022 dini hari. Jadi, CCTV Tol Jakarta-Cikampek mati hanya kurang dari 24 jam sebelum peristiwa terjadi.

Dalam kasus tewasnya Munir pada 6 September 2004, CCTV tidak merekam aktivitas Munir di Bandara Soetta sejak sejak datang di bandara, boarding, dan take off menuju Belanda. Di Soetta, ketika itu, ada 600 titik CCTV yang harus diawasi. Tapi, hanya diawasi oleh dua operator dengan menggunakan sistem random.

Informasi berbeda diungkapkan oleh Mun'im Idries. Dalam buku "Indonesia X-Files", Mun'im mengungkapkan pada saat Munir Tewas hanya ada dua CCTV yang aktif.

Seperti dalam kasus kematian Brigadir J dan 6 Laskar FPI, matinya atau tidak aktifnya CCTV dalam kasus kematian Munir pun merupakan sebuah kejanggalan. 

Dari kasus tewasnya Brigadir J, muncul pertanyaan, benarkah pelaku penembakan adalah Bharada E? Pada kasus tewasnya 8 Laskar FPI, muncul pertanyaan, benarkah Elwira Pryadi Zendrato, Briptu Fikri Ramadhan, dan Ipda Yusmin Ohorella adalah pelakunya.

Lantas, pertanyaan serupa muncul hanya dari sisi tidak adanya rekaman CCTV, benarkah Pollycarpus pembunuh Munir dan BIN adalah otaknya?

Tidak adanya rekaman CCTV dalam kasus tewasnya Munir hanya satu dari sekian banyak kejanggalan lainnya.

Kalau saja kematian Munir terjadi pada masa seperti sekarang ini, mungkin saya saya tidak mendapatkan stempel "Pendongeng Hitam."

Kenapa Saya tidak Posting Artikel tentang Kematian Brigadir J di Kompasiana?

Pertama, karena saya belum memiliki opini yang berbeda dari banyak netizen lainnya.

Kedua, kalaupun saya punya opini yang berbeda, belum tentu juga saya posting di Kompasiana.

Alasannya panjang lebar.

Buat ditimbang, judul artikel ini diedit atau dipenggal admin jadi "IndiHome Partner Tangguh dalam Jalankan Bisnis". Judul yang saya beri "IndiHome Partner Tangguh dalam Jalankan "Bisnis Kotorku" sebagai "Pendongeng Hitam". 

Mungkin admin menganggap judul tersebut klik bait. 

Pertanyaannya, apa yang salah dengan klik bait?

"Clickbait isn't always unethical because people's definition of it varies," she said. "Some SEO experts think 'clickbait' is just a term that implies compelling headlines. To me, ethical clickbaiting is very possible as long as the content delivers what the headline suggests."

"As long as the content delivers what the headline suggests." itu kuncinya.

Okelah, judulnya diganti. Tapi, mbok ya jangan segaring itu. "IndiHome Partner Tangguh dalam Jalankan Bisnis" ini kan garing banget. Apa bedanya dengan judul "Mari Jaga Pancasila".

Apakah judul yang saya buat itu berdampak buruk pada brand IndiHome?

Sulis menjawabnya. Tapi, seperti yang semakin sering ditemui, sekarang makin banyak iklan nyeleneh untuk memancing perhatian. Iklan seperti ini tidak masalah.

Makanya, mending admin hapus saja sekalian artikel yang judulnya sudah dipenggal itu. Toh, secara langsung admin sudah menggugurkannya dari kompetisi. 

Nah, kalau judul seperti itu saja ditebas admin, apalagi kalau nulis artikel yang mengkritik polisi dengan narasi yang dianggap nyeleneh. Sukur-sukur kalau cuma tidak dilabel "Pilihan". 

Apapun itu, menurut saya pribadi, sekarang ini bukan masa yang tepat untuk menuliskan opini-opini "menyimpang" di Kompasiana.

Padahal, saya mendapat banyak order justru karena klien tertarik pada opini-opini saya yang "menyimpang". Itu pengakuan klien sendiri.

Beruntung, saya rajin ngepos di Kompasiana pada era 2013-2017, Pada masa itu, Kompasiana jadi sorotan. Terbukti Kompasiana dipantau oleh PoliticaWave saat pemilu, jadi bahan baku penulisan makalah, skripsi, jurnal, tesis, dll. Ada juga yang dikutip untuk penulisan buku.

sumber: dok pri
sumber: dok pri

http://repository.bakrie.ac.id/3515/5/04%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf

Sorotan pada Kompasiana itu kemudian merembet ke penulis-penulisnya, termasuk saya. Dari situ, saya mendapat klien pertama pada Januari 2015. Klien pertama kemudian merekomendasikan saya ke teman-temanya.

Ada yang menarik. Salah seorang klien yang juga K-er meminta saya rekrut dua blogger lain. Dia minta yang saya rekrut blogger dari blog keroyokan S. 

Kok bisa begitu?

Balik ke isu Brigadir J.

Kalau mengikuti keterangan Polri, penembak mati J adalah E. Banyak yang berspekulasi, pastinya dengan logika dan argumen yang kuat, pelaku penembakan adalah FS. Mantan KaBAIS Soleman Ponto salah seorang yang berspekulasi demikian 

Tapi, bagaimana kalau pelakunya bukan E dan bukan juga FS, tapi P?

Kecurigaan pada P bukannya tanpa argumen. Jika menyimak pemberitaan media, P pun punya motif membunuh karena ia telah dilecehkan J.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun