Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Korupsi Satelit Kemenhan: Kejagung Harus Belajar dari Perkara Asabri

17 Januari 2022   13:12 Diperbarui: 17 Januari 2022   13:30 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sumber Liputan6.com

Korupsi satelit Kemenhan yang diklaim merugikan negara hingga Rp 514,2 miliar telah diusut Kejaksaan Agung. Angka ini berpotensi bertambah. Pasalnya, Indonesia masih menghadapi gugatan arbitrase sebesar USD 20 juta akibat kontrak sewa satelit pengisi Slot Orbit 123 Bujur Timur (BT) ini lebih dari sekadar dugaan.

Lantas apa kaitan korupsi satelit Kemenhan dengan perkara korupsi PT Asabri?

Dalam perkara ini, penyidik Kejaksaan Agung yang diwakili Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus Kejagung Supardi telah membeberkan bahwa Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada Kementerian Pertahanan periode 2015-2021 sebagai pihak yang bertanggung jawab. 

Selanjutnya, masih menurut Supardi, Menteri Pertahanan periode 2014-2019 Ryamizard Ryacudu tidak bertanggung jawab karena menteri dalam perkara korupsi satelit ini hanya sebatas menyepakati MoU.

Kronologi Singkat Korupsi Satelit Kemenhan

Kasus korupsi satelit Kemhan ini bermula pada pada 19 Januari 2015. Pada hari itu Satelit Garuda-1 keluar dari Slot Orbit 123 BT. Peristiwa tersebut mengakibatkan kekosongan pengelolaan oleh Indonesia. 

Selanjutnya, menurut peraturan International Telecommunication Union (ITU) yang ada di bawah PBB, Indonesia mendapat tenggat waktu tiga tahun untuk mengisi slot yang ditinggalkan satelitnya. Jika tidak, slot yang kosong tersebut dapat digunakan oleh negara lain.

Sebelumnya, Slot Orbit 123 BT di bawah pengelolaan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Namun, dengan alasan pembangunan Satelit Komunikasi Pertahanan, Kemenhan meminta hak pengelolaan ini.

Setelah pindah tangan hak pengelolaan Kemenhan pun kemudian menyewa satelit floater (satelit pengisi orbit sementara) Artemis milik Avanti Communication Limited (Avanti).

Saat pihak dari Kemenhan menandatangani kontrak sewa dengan pihak Avantis pada 6 Desember 2015, seperti yang dijelaskan Menkopolhukam Mahfud MD, ternyata persetujuan dari Kemkominfo baru keluar pada 29 Januari 2016.

Masih menurut Mahfud MD, kontrak yang ditandatangani oleh pihak Kemenhan tidak hanya dilakukan dengan Avanti, melainkan juga Navajo, Airbus, Hogan Lovel, dan Telesat. Menariknya, dalam rentang waktu penandatanganan sejumlah kontrak tersebut, anggaran belum tersedia. Pada 2016 anggaran memang sempat tersedia, namun kemudian dilakukan self blocking oleh Kemenhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun