Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

2 Sinyal SBY (Diam-diam) Telikung Pencapresan AHY

25 Februari 2021   10:42 Diperbarui: 25 Februari 2021   11:08 1752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SBY (Sumber: Kompas.com)

Jadi, dari pengalaman pilpres-pilpres sebelumya, sangat jelas jika pengukuhan AHY sebagai Kosgama justru menunjukkan jika SBY tidak memproyeksikan putra sulungnya itu sebagai capres ataupun cawapres.

Dengan demikian bisa dikatakan, pengangkatan AHY sebagai Kosgama merupakan penikaman pertama SBY kepada AHY.

Sinyal Kedua SBY yang Ogah Capreskan AHY

Salah satu strategi untuk memuluskan langkah AHY adalah dengan merevisi besaran presidential threshold (PT) atau ambang batas pencalonan presiden pada Pasal 222 Undang-Undang No.7/2017 tentang Pemilu.

Dalam pasal yang masih menjadi kontroversial itu disebutkan pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Jika Pasal 222 UU No. 7/2007 masih berlaku untuk Pilpres 2024, untuk dapat mengusung AHY, Partai Demokrat yang pada Pileg 2019 hanya mampu meraup 7,77 persen suara harus mendapatkan dukungan dari parpol-parpol lainnya.

Partai Demokrat memang telah mendorong pemerintah dan DPR membahas revisi besaran presidential threshold (PT) Pemilu 2024. Demokrat ingin besaran PT dipatok 0 persen sehingga setiap parpol dapat mengusung pasangan capres-cawapresnya tanpa harus bergabung dengan parpol-parpol lainnya.

Namun, sudah bisa diprediksikan, keinginan Demokrat yang hanya disampaikan lewat jalur DPR RI dan pemerintah tersebut tidak akan terpenuhi. Sebab, usulan revisi besaran PT bakal bernasib serupa revisi Undang-undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang pada akhirnya melempem setelah Partai Golkar dan Partai Nasdem yang sebelumnya mendukung revisi UU mendadak putar haluan.

Kalau Demokrat benar-benar ingin memangkas besaran PT menjadi 0 persen seharusnya SBY mendorong partai yang dimotorinya itu untuk mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

Gugatan terkait besaran PT terakhir kali diajukan oleh Rizal Ramli. Gugatan Rizal tersebut ditolak MK dengan alasan pengusulan pasangan capres-cawapres tidak ditentukan oleh kehendak perseorangan, melainkan partai politik atau gabungan partai politik. Sehingga subjek hukum yang mempunyai hak konstitusional dan memiliki kedudukan kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan itu adalah partai politik atau gabungan partai politik.

Dasar hukum MK yang digunakan sebagai dalih penolakan terhadap judicial review terkait PT merupakan pintu lebar yang seharusnya dimanfaatkan oleh SBY untuk menggolkan pencapresan AHY. Tapi, sampai sekarang, belum terdengar adanya niat Partai Demokrat untuk mengajukan gugatan terkait besaran PT.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun