Apakah petugas penginput tidak diberi kelonggaran waktu yang membuatnya tidak sempat melakukan pemeriksaan ulang?
Dan, kalaupun waktu yang diberikan teramat sangat terbatas, berapa banyak waktu yang dibutuhkan untuk memeriksa ulang angka-angka yang tertulis pada dokumen C1 yang hanya seukuran HVS?
Karenanya, sulit diterima oleh akal sehat bila kesalahan input tersebut dikarenakan ketidaksengajaan.
Tetapi, bagaimana dengan kesalahan input data TPS 48 Tanah Baru Depok, Jawa Barat. Ada ketidaksesuaian data antara pengguna hak pilih dan jumlah suara paslon, jumlah pemilih terdaftar adalah 305, pengguna hak pilih 252. Di tabel perolehan suara, pasangan 01 ditulis mendapat 235 suara, sementara pasangan 02 ditulis 114.
Jika dijumlah, maka total suara kedua paslon adalah 349 suara. Jumlah tersebut melebihi jumlah pengguna hak pilih. Sayangnya, belum ada data hasil pindai atau scan dokumen formulir C1 di laman tersebut.
Dari angka "235", "114", dan "349" jelas bukan factor ketidaksengajaan melainkan mutlak kesengajaan. Sebab, angka "349" didapat dari penjumlahan "235" dan "114".
Dari kasus yang terjadi di TPS 48 Tanah Baru Depok, Jawa Barat ini semakin jelas bila petugas penginput data C1 melakukan penjumlahan, yang pastinya dilakukan dalam keadaan sadar, sebelum memasukkan data ke Sistem Informasi Penghitungan (Situng).
Memang benar, data yang disajikan oleh Situng bukanlah data resmi Pilpres 2019. Karena KPU tidak menggunakan data hasil olahan Situng melainkan hasil rekap manual.
Maka, kalaupun ada oknum-oknum KPU yang dengan sengaja mengubah angka yang diinputnya, katakanlah raihan suara Jokowi-Ma'ruf didongkrak sampai 1.000.000.000 dan Prabowo didiskon sampai 100 persen, perubahan angka tersebut tidak mengubah hasil pengitungan manual.
Karenanya, sangat tidak masuk akal bila melakukan kecurangan dengan cara mengubah angka yang diinput ke dalam Situng.
Masalahnya, kesengajaan penginputan tersebut kemudian diopinikan oleh pendukung Prabowo-Sandi sebagai bentuk kecurangan yang dilakukan oleh kubu Jokowi-Ma'ruf.